Perjodohan Antar Mafia

1121 Words
"Jangan mengada-ngada, Yas. Tanpa mengikuti ujian loyalitas Jade sudah membuktikannya dengan menghadang peluru untuk Big Boss." Toni sebagai tangan kanan Kai angkat bicara membela Jade. Terlebih, ia telah menjadi saksi langsung aksi heroik Jade yang rela berkorban untuk Kai saat itu. "Kau hanya terobsesi pada Bos, Yas. Itu tidak sehat," Lanjut Toni menyindir. "F*CK YOU, TONI!" geram Yasmina kepada Toni. "HENTIKAN!" Suara Kai menggelegar di tengah perseteruan dua anak buahnya kepercayaannya. Namun, saat akan menguarkan kalimat selanjutnya, Jade memberi gestur menahan tangan Kai dan hal itu sukses menghentikan niat sang pemimpin mafia hendak mengeluarkan tantrum. "Kau tenang saja, Yasmina. Aku sudah mengatakan pada Big Bos bahwa aku tidak ingin diperlakukan spesial. Aku pun bukan tim inti dan akan melesat jika Bos menilaiku sudah pantas mendapatkannya," imbuh Jade dengan santai. Yasmina hanya memutar bola mata dengan malas menanggapi ucapan Jade barusan. Wanita berciri khas kecantikan timur tengah itu enggan berbicara lagi. Sementara itu, Kai diam-diam menatap Jade dengan bangga. Seusai resmi diperkenalkan, meeting pun dimulai dengan membahas bisnis mafia yang cukup lama Kai titipkan pada Toni sebagai tangan kanan imbas lebih sering memantau kesehatan Jade yang koma di rumah sakit. Beberapa saat kemudian. "Kai ... Ahh!" Jade mendes*h nikmat kala belah ranum Kai menjelajahi dengan penuh desak di area leher sang puan lalu kembali memagut belah ranum. C*uman penuh hasrat itu kembali terjadi, padahal pagi tadi mereka baru saja melakukan olahraga panas. Seusai meeting besar dan mengurus bisnis mafianya, Kai segera mencari wanita pujaannya di kamar. Meskipun Jade telah resmi menjadi anak buah Kai, wanita berhidung bangir itu belum resmi bertugas hari ini dikarenakan kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih. Alhasil, Jade kembali beristirahat di kamar sedangkan Bee langsung bekerja saat itu juga dengan Marco sebagai partner sang hacker. "Kau sangat mengagumkan, Sayang. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Kau lah canduku sekarang," goda Kai berbisik syahdu di telinga Jade seraya tangan yang mulai menggeraya**i tumpukan gunung kembar nan kenyal milik sang puan. Lagi-lagi, Jade tak kuasa menahan ga*rah menggebu seraya lenguhan penuh kenikmatan terkuar untuk ke sekian kali dari bibir sexy-nya. Namun, sayang. Saat keduanya akan melakukan hal yang lebih jauh, ponsel Kai bergetar hebat di atas nakas kecil sebelah ranjang Jade. Kai memang tak mau mempedulikannya karena sibuk meciumi belah ranum Jade. Namun, tidak dengan sang assasin. "Angkat dulu, Sayang. Siapa tau itu panggilan penting," usul Jade melerai pertauatan lidah sejenak. Kai malah mendengkus pasrah karena tak hanya sekali, Jade bahkan memperingatkan Kai untuk mengangkat panggilan ponsel lebih dari sekali. "Baiklah. Tapi kau dilarang beranjak dari sana, mengerti?" pinta Kai mengultimatum Jade ager tak beranjak dari ranjangnya. "Okay, Boss," balas Jade dengan mengedipkan mata menggoda seraya membenahi baju tanktop yang melorot imbas aksi kekasihnya itu. Ayah? Ada apa dia menghubungiku di saat seperti ini? batin Kai keheranan saat melihat nama sang pemanggil di layar ponsel. Ia lantas mengangkat panggilan seiras mendudukan bok*ng di tepi ranjang Jade. "Halo." "Kai, aku akan segera datang ke Amerika besok membicarakan sebuah pertemuan penting." "Hal penting apa? Tak biasanya kau datang kemari, Ayah. Kau bisa menginfokannya padaku tanpa perlu datang, bukan?" "Mengapa? Apa aku tidak boleh mengunjungi putra sendiri?" sindir Alonzo terdengar tak suka di line telepon. "Tidak, bukan maksudku begitu. Datanglah kalau begitu, Ayah." Saat Kai masih melakukan percakapan, kedua tangan Jade sengaja merangkul sang kekasih dari arah belakang dan hal itu membuat Kai terkesiap lalu spontan menoleh ke arah wajah cantik Jade yang ada di sebelah kanan pundak. "Kai, aku ingin seorang perwakilan untuk mengawal seseirang penting." Kai yang terbuai oleh sentuhan Jade kini malah tak dapat menahan hasr*t dan kembali memagut belah ranum kekasihnya sebelum kembali menjawab panggilan ayahnya yang masih online. Sungguh, segala tentang Jade adalah dunianya sekarang. "Kai! Apa kau mendengarku?" seru Alonzo dengan nada tinggi karena merasa diacuhkan. "Uhm ... ya, Ayah. Aku masih mendengarmu. Jadi apa yang kau katakan tadi?" Alonzo lantas memarahi sang putra karena ia tahu bahwa Kai terdistrasi sesuatu barusan. Ia menegaskan sekali lagi bahwa akan ada tamu penting dan membutuhkan satu pengawalan wanita. Alonzo meminta anak buah Kai yang kuat serta terpercaya untuk melakukan penyamaran sebagai orang biasa untuk menjemput sekaligus mengawal tamu penting tersebut. "Siapa tamu penting yang kau maksud, Ayah? Aku membutuhkan datanya sebelum memerintah anak buahku. " "Kau akan tahu ketika dia datang nanti. Aku akan tiba jam 7 malam besok sedangkan gadis yang datang dan membutuhkan pengawalan akan datang melalui bandara biasa. Jam 7 malam dia akan mendarat persis di badara dan segera perintahkan anak buahmu membawanya ke Mansion, mengerti?" tandas Alonzo panjang lebar. "Tapi—" Belum selesai Kai menimpali, panggilan ponsel malah diputus sepihak oleh sang ayah. "Ada apa?" tanya Jade penasaran, melihat raut Kai yang sedikit tak ramah. "Entahlah, ayahku meminta salah satu anak buah wanita kepercayaanku untuk menjemput tamu penting. Aku baru ingat Yasmina memiliki misi penting besok." "Biar aku saja," usul Jade mengajukan diri. "Apa kau yakin? Kau belum sembuh total Jade. " "Hey, jangan meremehkanku, Tuan Mafia. Aku adalah wanita tangguh yang bahkan bisa dominan saat sesi kita di atas ranjang." Jade menimpali dengan setengah menggoda Kai. Sementara itu, sang bos mafia yang tersulut ga*rah segera mendekap tubuh Jade antusias dan adegan saling berc*mbu terulang lagi. *** Dengan mengenakan baju kasual layaknya wanita sipil dan juga dandanan make up minimalis, Jade kini sudah berdiri di sekitar pintu kedatangan bandara untuk melaksanakan tugas dari tetua Mafia Black Skull yakni menjemput dan mengawal kedatangan seorang tamu penting. Sebuah papan bertuliskan nama yang Jade yakini adalah samaran kini digenggamnya agar supaya tamu yang dimaksud melihat tulisan tersebut. Setelah sepuluh menit menunggu, gerombolan penumpang mulai berdatangan dari arah pintu kedatangan. Seiras itu Jade men-doule fokusnya, menganalisa kira-kira siapa yang merasa bernama Miss Rabbit seperti nama yang tertulis di papan sambutan. "Ergh. Jadi orang tuaku tetap mengirim seseorang untuk mengawalku?" rutuk sosok wanita yang menghampiri Jade. "Kau Miss Rabbit?" tanya Jade to the point. "Namaku asliku Krista. Rabbit adalah panggilan masa kecil yang selalu ayah gaungkan hingga saat ini," jelas Krista seraya berbisik. Raut pasrah dan sedikit kecewa Krista lantas kentara terasa oleh Jade meski sang puan mengenakan kaca mata hitam. Puan itu seolah kecewa jika seseorang menjemput dan bahkan mengawalnya. Jade lantas mencetuskan sebuah ide di luar perintah demi membuat puan di hadapannya merasa sedikit lega. "Hey, jika kau tidak ingin langsung ke Mansion, aku bisa menemanimu melakukan hal yang kau suka. Tapi tentu kita tidak bisa berlama-lama." Raut antusias lantas terbit dari wajah Krista sesaat pernyataan Jade menguar barusan. "Tak apa. Aku hanya ingin membeli kopi kesukaan dan menikmatinya sejenak sebelum mengahadapi perjodohan sialan itu," celetuk Krista. "Perjodohan?" Jade mengulang ragu salah satu kata Krista barusan. "Ya, aku akan dijodohkan dengan anak kolega mafia bengis bernama Malakai yang mungkin usianya dan penampilannya sudah tua. Sungguh aku kesal karena tak memiliki pilihan." DEG!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD