Bag 2

1494 Words
“Kamu mau pesan apa, Sayang?” “Aku—” “Aku mau spaghetti bolognese sama jus strowberry ya!” Mata Keenan membola. Nyaris saja bola matanya loncat dari tempatnya. Mulutnya menganga sempurna. Ia mengejap beberapa kali melihat makhluk aneh yang selalu ia hindari tiba-tiba saja sudah muncul di sampingnya. “K-kamu??” “Abang Keen~ kok gak ajak-ajak aku kalau mau pergi ke mall?!” rajuk mahkluk aneh itu. Keenan memijat kening frustrasi. Dari mana gadis ini tahu keberadaannya?! Apakah kali ini ia kembali gagal berkencan dengan Luciana? Keenan melirik sang pacar. Wanita cantik berambut panjang berwarna ash brown. Persis seperti warna rambut gadis pengganggu di hidupnya. Siapa lagi kalau bukan Karamel Danudirja. Bedanya, Karamel memang memiliki rambut asli berwarna ash brown, tapi sang pacar, mewarnai rambutnya dengan warna itu satu minggu yang lalu. Luciana memang kerap kali mengganti warna rambut. Namun kali ini sebenarnya Keenan tidak begitu setuju saat sang pacar memilih warna rambut yang sama dengan Karamel. Entahlah, perasaan Keenan tidak nyaman melihat hal itu. Mungkinkah karena ia tidak ingin selalu dibayang-bayangi Karamel? Ah… sepertinya memang seperti itu. Bukankah ia kesal pada gadis yang seperti bayangan itu? Ke manapun Keenan pergi, sepertinya Keenan tak pernah bisa tenang. Gadis itu selalu mampu menemukan keberadaannya. Apakah Karamel menyewa detektif? Ah kembali lagi pada Luciana. Wanita itu sepertinya juga tidak kalah terkejutnya seperti Keenan. Wanita pemilik tubuh seksi yang saat ini menggunakan mini dress bunga-bunga berbentuk off shoulder yang memperlihatkan bahu mulusnya. Ia juga mengerjap. Lalu memperhatikan Karamel dari atas sampai bawah. Gadis berusia hampir tujuh belas tahun itu selalu berpenampilan kasual. Kaus kebesaran serta Straight leg jeans sobek di bagian lutut, selalu jadi pakaian andalannya. Rambut panjangnya dikepang dua. Membuat wajahnya terlihat sangat imut. “Kenapa Kakak Luci liatin aku?” tanya Karamel polos. Karamel memang lumayan mengenal pacar pujaan hatinya ini. Wanita itu adalah pacar terlama yang dimiliki Keenan. Biasanya, Keenan hanya bertahan satu atau dua bulan berhubungan dengan para wanita. Penyebabnya, siapa lagi kalau bukan karena Karamel. Sepertinya para mantan pacar Keenan tak tahan karena selalu saja diganggu kehadiran Karamel saat mereka berkencan. Namun berbeda dengan Luciana. Wanita itu sepertinya benar-benar bertahan oleh gangguan Karamel sudah lebih dari enam bulan. Hal itu jujur saja membuat Karamel kesal. Luciana tersenyum. Ia menopang dagu dengan sebelah tangan. Sementara siku ia letakkan di atas meja restoran yang saat ini ia datangi bersama sang pacar. “Kamu lucu, Adik Kecil.” “Aku udah gede!” seru Karamel tak terima. Matanya nyalang menatap Luciana. “Kamu kan belum tujuh belas tahun.” “Aku tiga bulan lagi tujuh belas tahun kok!” “Kalau begitu, kamu ‘udah gedenya’ nanti pas tiga bulan lagi.” “Ih Kak Luci ngeselin!” “Santan! Kamu tuh apaan sih! Jangan bikin keributan ya! Aku gak mau malu lagi karena mulut toa kamu!” Kali ini Keenan kembali membuka suara. Ia menatap kesal anak dari sahabat mommynya ini. Entah sudah berapa kali Keenan dibuat malu oleh Karamel karena suara menggelegar gadis ingusan itu. “Kee, jangan kayak gitu.” “Gak usah sok bela aku! Aku tau Abang Keen~ gak bener-bener marahin aku—” “Kamu tuh dibela sama Luci bukannya bilang makasih, malah sok-sok’an—” “Kee, udah, Kee… Aku lapar. Kita pesan aja.” Luciana memegang lengan Keenan. Berusaha menenangkan sang pacar. Plak! Karamel menepis tangan Luciana dengan segera sampai terlepas di lengan Keenan. “Jangan pegang-pegang calon suami aku!” “Santan, kamu udah keterlaluan ya!” “Kee… aku gak pa-pa kok. Udah ayo pesen makan.” Lucia kembali menenangkan Keenan. Membuat wajah Karamel semakin tertekuk. Kedua tangannya yang berada di atas lutut mengepal kuat. Karamel tidak suka jika Luciana selalu bersikap baik padanya. Hal ini bukan satu atau dua kali terjadi. Wanita itu akan selalu membelanya di depan Keenan. Kenapa sih wanita itu selalu bersikap baik padanya?! Karamel kan jadi keki sendiri untuk mengganggu hubungan Keenan dan wanita itu! Karamel menggeleng. Tidak! Dia tidak akan peduli akan kebaikan hati Luciana. Siapa tahu saja wanita itu pura-pura baik. Karamel memiliki firasat buruk pada wanita itu. “Kamu pulang sana! Aku aduin ke Pipi kamu ya!” Keenan menunjuk wajah Karamel dengan tatapan mata yang masih tajam. Karamel mengalihkan pandangan ke arah Keenan. Air mukanya seketika berubah. Ia tersenyum lebar. Kedua tangannya bergelantung manja di lengan Keenan yang duduk di sampingnya, karena Karamel memang sengaja menempatkan diri di kursi itu. “Aku udah izin kok sama Mimi, dan Pipi gak akan bisa marahin aku.” Mata Karamel mengerjap lucu. Hal itu membuat Keenan semakin geram. Mimi dari gadis itu memang selalu memanjakannya, dan sang Pipi sepertinya terlalu takut pada istrinya. “Lepas! Apaan sih kamu!” Keenan berusaha melepaskan pegangan tangan Karamel. Namun pegangan Karamel terlalu ketat. Mungkin juga karena pria ini tak menyingkirkan tangan itu dengan kasar. Sekesal apa pun ia pada Karamel, Keenan tak pernah berlaku kasar secara fisik pada gadis ini. Sudah Keenan katakan, ia menyayangi Karamel seperti adiknya sendiri. “Kamu bisa pergi gak sih dari sini?!” “Enggak.” “Santan!” “Apa, Abang Keen Sayang~” “Jangan bikin aku geli ya!” “Aku gak ngelitikin Abang loh—” “Maksud aku bukan itu! Sana deh kamu pergi! Ganggu kencan orang aja kamu tuh!” “Abang seenaknya aja ya kencan sama cewek lain! Abang harus inget aku tuh calon masa depan Bang Keen~!” “Sumpah jangan bikin aku merinding ya, Santan Kara!” Luciana hanya mampu memperhatikan dua orang itu yang saling beradu ucapan tanpa henti. Ini bukan hal baru baginya. Bahkan ia seperti tak terlihat jika mereka berdua sudah seperti ini. Tak lama, Luciana terbatuk. Mencoba menyadarkan Keenan atas keberadaannya. Keenan segera menoleh ke arah sang pacar. Matanya membelalak. “Eh, Sayang… kita pindah restoran aja yuk—” “Aku ikut!” “Enggak ada ya, Bocah resek!” Keenan mendelik. Ia segera menolak saat Karamel mengucapkan hal itu. “Kee, udah makan di sini aja. Biarin aja Kara ikut makan sama kita.” “Tapi—” “Aku gak apa-apa kok.” Luciana tersenyum, lalu menatap Karamel yang sudah menatapnya sebal. “Aku kan harus mendekatkan diri sama adik kamu.” “Aku bukan adiknya Abang Keeeeen!!!” pekik Karamel tak terima. Hal itu justru membuat Luciana tertawa. Sementara Keenan menatap bangga pacarnya itu. Luciana memang paling bisa mengatasi keposesifan Karamel atas dirinya. “Ya udah. Aku ikutin kata kamu, Sayang. Kamu memang harus mendekatkan diri sama adik aku.” “Siapa yang Abang maksud ‘adik’?!” Keenan tertawa lepas saat melihat wajah kesal Karamel yang menatapnya tak terima. *** Keenan menggigit bibir kesal. Ya Tuhan! Bagaimana bisa gadis yang tadi mengganggunya di restoran saat ini sudah duduk di dalam ruang bioskop yang sama dengannya dan sang pacar?? Lebih parahnya lagi, gadis itu bisa duduk tepat di sampingnya. Jadilah posisinya diapit Karamel dan Luciana. Ini membuatnya geram berkali-kali malam ini. Dari mana gadis itu mendapat tempat duduk tepat di sampingnya?! “Kamu kok bisa duduk di sini?!” bisik Keenan kesal. Pria ini berbisik, karena film yang akan mereka tonton sudah akan dimulai, dan Keenan tidak ingin mempermalukan diri sendiri dengan cara berteriak kesal. “Bisa aja dong. Aku tukeran tempat duduk sama mas-mas baik hati di sana.” Karamel menunjuk kepala pria yang duduk tak jauh di depan mereka. Keenan menghela napas pasrah. Gadis ini memang ajaib. Karamel selalu memiliki cara untuk tetap berada di sisinya. Keenan melirik sang pacar yang duduk di sebelah kanannya. Wanita itu ternyata juga sudah menatapnya. “Maafin aku ya…” Keenan berucap penuh penyesalan. Senyum lagi-lagi tersungging dari bibir Luciana. “It’s okay. Kita nikmati aja filmnya.” Luciana mengusap lembut lengan Keenan yang saat ini memakai jas non formal. Membuat kepala Keenan yang siap meledak sedikit membaik. “Abang…” “Jangan berisik! Nonton aja filmnya!” Keenan berucap tajam saat kembali mendengar suara Karamel. “Belum mulai ih.” Keenan memutar bola mata malas, dan memilih mengabaikan ucapan gadis itu. Ia menatap layar besar di depannya. Pura-pura sibuk dengan isi layar itu. “Abang—” “Jangan ngerengek gak jelas ya, Santan!” Keenan merasa kepalanya kembali mulai panas. Ia menatap Karamel tajam. “Galak banget Abang Tamvan. Aku tuh cuma mau bilang, mending Abang buka jasnya Bang Keen~, terus kasihin ke Kak Luci. Kasian tuh Kak Luciana kayaknya pahanya kedinginan deh. Lagian sih Kak Luciana malah pakai baju anak TK.” Mata Luciana membulat terkejut. Tak lama, wajahnya memerah karena merasa malu. Ia segera menutup pahanya yang benar-benar terekspos dengan kedua tangan. Suara Karamel cukup kencang untuk membuat beberapa orang yang duduk di dekat mereka mendengarkan. Keenan segera membuka jas yang ia pakai setelah mengerti apa maksud Karamel, lalu menutupi paha Luciana dengan canggung. Di dalam hati, ia merasa benar-benar tak enak hati pada Luciana. Pasti pacarnya itu sedang merasa malu saat ini. Ini semua gara-gara mulut cabe busuk si bakteri bernama Karamel Danudirja! Ugh! Keenan tidak sabar untuk menjitak kepala gadis itu! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD