Tiga

1198 Words
 Alana kembali mengejar Ardian yang melangkah semakin jauh. Ia berlari dan terkadang menabrak orang yang berlalu lalang membuat orang - orang yang ada disana heran melihat tingkah Alana. Ketika sudah berada dihadapan Ardian, ia merentangkan kedua tangan nya. "Minggir," Ucap Ardian ketus. "Nggak! Sebelum kamu kasih tahu siapa Mikaila itu," Alana masih bersikukuh dengan pendirian-nya " Memang nya kamu siapa?," Tanya Ardian yang membuat hati Alana tersentak kaget dan sakit.. " Bu--bukan nya aku kekasih kamu," Balas Alana dengan suara yang dipelankan. Tapi Ardian masih bisa mendengar nya. " Kamu lupa? Kamu itu cuman aku anggap sebagai tempat pelarian. Mikaila tidak akan bisa digantikan siapa pun termasuk kamu sekaligus," Ardian menunjuk wajah Alana dengan jari telunjuk nya lantas meninggalkan Alana sendiri. Tiba-tiba matanya mulai berkaca-kaca dan mengeluarkan air mata tanpa bisa dibendung lagi, air matanya mengalir melewati pipi-nya yang mulus. Ia menghapus kasar air mata itu. Benar. Aku hanyalah tempat pelarian kamu. Tapi, bisakah kamu melihat aku sedikit saja, tidak sebagai Mikaila. Aku sudah terlanjur jatuh cinta kepada kamu. Ardian menatap foto seorang perempuan cantik yang tengah tersenyum sembari memegang boneka besar. Ia mencium lembaran foto itu. Rasanya ia ingin mengulang kembali kenangan bersama dengannya. " Kamu tahu? Kamu tidak akan bisa digantikan siapapun dihatiku. Hanya kamu tetap kamu," Gumam Ardian sembari menatap terus-menerus kearah lembaran foto yang selalu dibawa kemana-mana. Alana masuk kedalam mobil dengan mata sembab akibat menangis. Ia memalingkan wajah nya ke arah luar jendela. Mobil melaju dengan di iringi kesunyian. Setibanya di parkiran rumah Ardian, Alana bergegas keluar dengan diikuti Ardian. Alana melangkah menuju gerbang, ia akan pulang ke apartemen nya. Alana tidak mau tinggal bersama Ardian. " Mau kemana?," Tanya Ardian dengan sorot matanya yang tajam. " Aku mau pulang. Ngapain kamu nanya, emang nya kamu siapa aku?,"Ardian diam sesaat. Ia mrmasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya dan memandang Alana dengan wajah datarnya. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Alana berlalu dari hadapan Ardian. Padahal ia berharap laki-laki itu akan mencegahnya dan memeluk nya tapi itu semua hanyalah angan - angannya saja. Hari sudah mulai gelap, Alana menunggu taxi tapi tidak ada yang lewat. Ia terlihat kacau dengan rambut yang berantakan,mata sembab,serta penampilan yang sedikit berantakan. Segerombolan laki - laki menghampirinya, sepertinya mereka habis minum - minuman berakohol. Alana wasapada dan bergegas lari dari hadapan laki - laki yang melangkah menuju dirinya. Mereka semua mengejar Alana seperti buruan. Tanpa diduga Alana tersandung kaki nya sendiri, "Aww! Sialan, kaki aku sakit banget." Dengan penuh kekuatan ia mencoba untuk berdiri kembali tapi sayangnya laki - laki berpostur tubuh gambil itu mencekal pergelangan tangan Alana. "Lepas," Ucap Alana dengan suara bergetar akibat ketakutan." Oh, tidak bisa nona. Hari ini kamu harus menemani kami ber lima," Laki - laki bertubuh gambil itu memberikan botol minumnya kepada teman disamping nya. Mereka ber lima tertawa membuat Alana takut dan menelan saliva nya dengan susah payah. Ia tidak akan mau menemani laki - laki seperti mereka. Ardian, tolong aku. Hanya kamu harapan aku satu - satunya. *** Sedikit saja menyentuh milikku. Kalian akan berhadapan dengan malaikat maut ----- Dari kejauhan seorang laki - laki tengah mengasah pisau nya. Amarah sudah memasuki ubun - ubun. Ia tidak suka miliknya disentuh siapa pun selain dirinya. Ardian mengepal kan kedua tangan-nya saat melihat laki - laki berpostur tubuh gambil itu mencolek dagu Alana. " Bangsat," Ia memukul stir mobil nya dengan begitu kuat. Segerombolan laki - laki itu membawa Alana masuk ke sebuah gang tak jauh dari mereka. Alana berteriak meminta tolong tapi sia - sia disana sangat sepi. Ardian melaju kan mobil-nya menuju gang sempit itu,ia tersenyum bak iblis. "Malam ini aku akan melihat darah segar dengan organ - organ tubuh yang berceceran. Ucapkan selamat tinggal pada dunia wahai para korban," Batin iblis nya bangkit. " Tolonggggggg," Alana terus berteriak meminta tolong. " Ardian, aku mohon datang. Aku mohon" Ucap Alana lirih, air mata tak henti - henti keluar dari kedua kelopak mata cantik nya. "Perempuan yang sangat manis. Ustt jangan menangis! Kamu mau aku yang duluan atau teman - temen ku?," Sedikit lagi laki - laki itu akan mencium Alana namun dari arah belakang seseorang melempar pisau tepat pada leher laki - laki ini. Siapa lagi kalau bukan Ardian pelaku-nya. Mereka semua menoleh, Alana hanya bisa menekuk kedua lutut nya. Ia sangat takut di iringi isak tangis. "Wahwah...kayaknya ada yang mau jadi jagoan?,"ucap laki - laki berambut pirang di ikuti gelak tawa teman - temannya. Laki - laki bertubuh gambil itu berdiri dan melangkah menuju teman - teman nya sembari mencabut pisau yang menancap di belakang lehernya. "Kalau mau jadi jagoan jangan di--- Belum sempat laki - laki berambut pirang itu menyelesaikan ucapan nya tubuh-nya sudah ambruk. Ardian menembak nya tepat pada sasaran. Semua laki - laki itu menatap Ardian dengan pandangan was - was. Ardian mengarah kan pistol-nya ke arah laki - laki berpostur gambil itu. "Jangan! Aku mohon," Ucap nya dengan pandangan takut. "Ampun, aku tidak akan mengganggu perempuan ini lagi," Ardian semakin gencar untuk menghabisi laki - laki ini. Mendengar suara memohon,teriakan, dan kesakitan bagaikan alunan musik yang merdu di telinga Ardian. Dooorrr dooorrr Laki - laki itu tumbang dengan darah yang mengalir melalui kepala. Ketiga teman nya mulai berhamburan pergi entah kemana. Ardian membiarkan ketiga laki - laki itu pergi, bukan berarti mereka bisa bebas dengan begitu saja. Ia menghampiri kedua laki - laki yang sudah tidak bernyawa ini. "Aku rasa malam ini kurang nikmat membunuh tanpa mendengar jeritan kalian." Ardian mengeluarkan pisaunya dan mulai memotong tangan laki - laki gambil itu, mencokel matanya, menusuk dadanya, merobek bahkan mengambil organ - organ tubuh-nya. Darah mencuat kemana - mana, tangan-nya penuh dengan lumuran darah, wajah serta baju yang dikenakanpun ikut terkena darah. Senyum Ardian terbit kala melihat darah-darah ini. Ia tertawa melihat hasil karya nya sendiri. Ardian beralih menghampiri laki - laki berambut pirang itu. Ia juga melakukan hal yang sama kepada laki - laki ini. Ardian memotong mulut-nya, mencokel matanya, membelah dadanya. Ardian melakukan-nya tanpa rasa jijik, enek, atu mual. Alana menutup matanya, ini pertama kalinya ia melihat adegan seperti ini secara langsung. Ia tidak henti - hentinya menangis. Alana menutup mulut-nya karena merasa mual melihat Ardian yang menguliti laki - laki itu. Ardian menelpon seseorang. Setelah menunggu beberapa menit barulah panggilan-nya di angkat. "Apa kamu sudah bosan hidup?," Seseorang di sebrang sana hanya tertawa membuat Ardian kesal. "Hahaha... Ardian aku tahu kenapa kamu menelpon ku," Balas laki - laki itu masih dengan gelak tawa-nya. "Bisakah kamu menghentikan tawa jelek mu itu!." "Datang ke jalan melati secepat-nya! Urus semua mayat tidak berguna ini!," Baru saja laki - laki disebrang sana akan membalas ucapan-nya Ardian lebih dulu memutuskan panggilan. Ia menghampiri Alana yang duduk dengan menekuk kedua lutut-nya. Ardian memegang bahu Alana membuat Alana berteriak. "Pergi! Jangan mendekat!," Alana menepis tangan Ardian. " Ini aku Ardian," ucap Ardian dengan suara lembut. "Nggk, kamu itu moster. Moster. Menjauh!! Aku bilang menjauh,"Alana berdiri dari tempat nya. Dengan begitu cepat Ardian membawa Alana masuk kedalam pelukan-nya. Alana meronta - ronta ingin dilepaskan dari pelukan Ardian. Ia tidak tahan dengan bau Amis ditubuh Ardian. Ardian mengusap bahu Alana pelan. "Tenang Al, ada aku disini." "Lepas. Aku mohon,"isaknya membuat Ardian geram. Tapi ia harus menahan emosi. Alana mendorong Ardian membuatnya mundur beberapa langkah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD