Dua

976 Words
 "Arghhh." Teriak Alana saat Ardian menyirat tangannya kembali menggunakan belati tajam. "Hiks---aku--hiks-- moh--hikss hentikan!," Alana menangis sejadi - jadinya saat tangan nya kembali digores. Tangisannya sangat memilukan tapi tidak untuk laki - laki satu ini, ia sangat senang mendengar rintihan ini. "Ustttt! Sakit ya sayang? Semakin kamu ketakutan dan kesakitan aku akan semakin haus untuk melukai kamu." Ardian membelai rambut Alana dan menjambak nya. "Bangsat Iblis." Ia hanya tersenyum. Darah segar milik Alana mencuat begitu banyak. "Ini adalah hukuman buat kamu. Karena kamu tidak mau mengikuti kemauanku." Alana ingin lari dari dalam kamar ini. Tapi apa boleh buat, ia sedang dalam mode diikat. "Dengar! Aku tidak suka dibantah." Bentaknya dan menekankan setiap kalimat. Air matanya sudah membanjiri pipi perempuan malang ini," Ardian! Untuk apa kamu menjadikan aku kekasih ? Jika kamu menyiksaku seperti ini." Lagi - lagi Ardian tertawa membuat Alana takut. "Dasar wanita bodoh! Aku menjadikan kamu kekasih hanya karena mata kamu mengingatkan aku pada seorang gadis yang aku rindu." Ia melangkah menuju pintu ber cat hitam. Alana menangis. Ia bukan menangisi kesakitannya melainkan menangisi nasib nya sendiri. Malam hari sudah tiba. Alana masih dikurung di dalam kamar. Laki - laki itu tidak memberi Alana makan bahkan minum. Alana masih tertidur dengan badan yang di ikat. Seorang laki - laki masuk kedalam. " Bangun!." Alana mnetralkan pengelihatan nya. Ia menatap Ardian takut. Ardian membukakan ikatan pada tangan serta kaki Alana. "Makan!." Titah Ardian seperti seorang raja. Alana tidak bergerak. Ia menatap Ardian dengan sorot mata kebencian. "Kamu jangan menatap aku seperti itu!." Ardian mencengkram dagu Alana dengan kuat. "Kamu mau makan apa tidak." Ardian melepaskan cengkramannya pada dagu Alana. Ia beralih mengambil makanan dan menyuapi Alana dengan telaten. "Buka mulut kamu!."Alana mengikuti kemauan psychopath gila ini.. "Seandainya kamu menuruti kemauanku. Aku pasti tidak akan melukai kamu." Ardian kembali menyuapi Alana dengan penuh perasaan. "Kamu itu seperti dia. Manja, tukang ngebantah, dan cantik." "Ukhukkk."Alana terbatuk saat Ardian mengatakan itu. Ia menyodorkan minuman yang langsung di teguk Alana hingga tandas. Ketika Ardian kembali menyuapi makanan, Alana menolaknya. Sebenarnya siapa perempuan yang dimaksud Ardian? Matanya, sifat nya mirip aku? Ardian menaruh makanan di atas nakas. Ia beralih membuka laci dan mengambil kotak obat. " Ishh." Ringis Alana. " Tahan ya," Alana mengangguk. Ia menatap wajah Ardian dengan intens. Sebenarnya Ardian itu tampan, tinggi, putih. Alana tersenyum. Sesaat kemudian Ia menggelengkan kepala. Apa ia baru saja memuji psychopath gila ini? Dasar Alana tolol! "Tidurlah disini untuk malam ini!." Ardian menangkup sisi wajah Alana. "Tapi--- "Apa kamu lupa kalau aku tidak suka dibantah?." Ia mendengus kesal. "Baiklah. Hanya untuk malam ini, bukan?." Ardian mengangkat bahunya acuh dan berbaring di sebelah Alana. "Tidur Alana!."Sebenarnya Alana sudah tidak mengantuk. Ia baru saja bangun. Tapi, kalau tidak di turuti ia bisa mendapatkan luka yang lebih mengerikan dari ini. Alana tidur memblakangi Ardian. Baru saja ia menutup mata tiba - tiba Ardian memeluk nya begitu posessive. "Biarkan seperti ini!."Jantung Alana berdebar hebat. Apa ia jatuh cinta? Tidak! Secepat inikah ia jatuh kedalam pelukan Arlan. Ia tidak boleh mencintai Arlan. *** Baru saja aku merasakan kehangatan saat berada di dekatmu. Namun semua nya lenyap saat kau menyebut namanya ---------- "Ar, kita mau kemana?." Tanya Alana seraya masuk ke dalam mobil. " Jalan - jalan." Ia menatap lurus ke arah depan tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Perempuan itu merenggut kesal saat kesunyian melanda di dalam mobil. Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun. Sebenarnya Alana ingin sekali mengobrol bersamanya layak seorang teman ataupun lebih. Alana menggelengkan kepala saat sekelabat pertanyaan menghampiri otaknya. Alana melirik Ardian dari arah sudut matanya. Ia melengkungkan sebuah senyum saat melihat Ardian yang hanya terpokus kedepan. Ternyata Ardian itu tampan,bibirnya yang tebal dan merah merona serta hidungnya yang mancung membuatnya terpana. "Apa tidak ada objek lain yang bisa kamu lihat selain aku?." Alana gelagapan saat Ardian mengetahuinya yang tengah menatap kearah nya. Tanpa sepengetahuan Alana. Ardian tersenyum sesaat. "Menggemaskan." Batin Ardian Selang beberapa menit mereka sampai di tempat tujuan. Alana menautkan kedua alisnya. Ia tidak tahu tempat apa ini?Alana menatap kearah Ardian," Ar, bisa jelaskan kita lagi dimana?." "Jangan banyak tanya! Mending kita masuk kedalam."Ia menggandeng tangan Alana begitu erat. Seperti orang yang takut kehilangan. Saat memasuki tempat ini tiba-tiba Alana tersenyum dan melompat - lompa seperti anak kecilt. Ia tidak sadar tangannya tengah memeluk Ardian saking senangnya diajak ketempat seindah ini. "Makasi Ar." Ucap Alana masih dengan memeluk Ardian. Ardian menaikan sebelah alisnya. Ia tersenyum miring menanggapi perkataan Alana,"Buat?." Alana menatapnya. "Karena kamu udah bawa aku ketempat seindah ini," Ia melepaskan pelukannya. Ternyata membuat seorang perempuan cukup dengan hal sesederhana saja. Ardian melangkahkahkan kaki dan membawa Alana ketempat yang terdapat banyak bunga. Tempat terpaporit bagi kalangan remaja . Ardian mengamati Alana yang asik dengan bunga - bunga berwarna kuning itu. Tanpa Alana sadari Ardian memotret dirinya yang sedang menikmati ke indahan sekitar. Ia menghampiri Alana dan memeluknya dari arah belakang," Kamu senang?." Tanya Ardian dengan suara lembut membuat Alana gelagapan. "Tentu saja." Ia merasa nyaman saat Ardian memeluknya. Diam - diam Ardian tersenyum saat mencium rambut Alana. Wanginya sama seperti wangi seseorang yang pernah menjadi pendamping hidupnya. Alana merasa senang saat Ardian baik seperti ini. Apa ia sudah jatuh cinta? Ini tidak mungkin! Ardian membalik kan badan Alana agar menghadapnya.Ia menempelkan keningnya pada kening Alana. Alana bisa merasakan hembusan nafas Ardian. "Kamu tahu? Tempat ini adalah tempat paporit Mikaila." Ucapan Ardian bagaikan petir di siang bolong. Seketika senyum Alana pudar begitu saja, ia mundur ke belakang. Jadi namanya Mikaila? Apa dia mantan kekasihnya? Entah kenapa hatinya begitu sakit? "Mikaila itu siapa?." Ardian tidak menjawab ia hanya menatap Alana dengan pandangan kosong. Ardian berlalu dari hadapannya. Alana mengejar Ardian yang berjalan semakin jauh. Baru saja ia merasakan kehangatan yang diberikan Ardian tapi semuanya lenyap saat Ardian menyebut nama perempuan lain. Alana mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Ardian. Ia semakin mempercepat langkahnya saat Ardian semakin jauh. Alana merenggut kesal saat Ardian tidak menoleh kearanya. "Ardian,"teriaknya membuat banyak pasang mata menatap kearahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD