Satu

1158 Words
 Perempuan cantik yang mengenakan sweater putih yang dipadukan dengan celana jeans tengah menyusuri jalanan kota yang nampak sepi yang hanya diterangi oleh sinar rembulan dan beberapa lampu jalan. Perempuan itu adalah---Alana Liora Amora. Alana kaget saat melihat dua bayangan seseorang yang melintas. Ia mencoba untuk mempokuskan kedua matanya pada laki-laki yang tengah berlari begitu kencang diikuti laki-laki misterius yang berada dibelakangnya. Alana yang sangat ingin mengetahui segala hal membuat kakinya melangkah untuk mengikuti ke dua laki-laki itu. Setelah Alana sampai di sebuah gang yang sepi dan sempit. Ia mendengar suara jeritan seseorang meminta tolong. Namun, suara itu tidak berlangsung lama. Alana yang tidak dapat melihat apapun karena penerangan yang cukup minimpun lantas memutuskan untuk pulang. Ketika Alana hendak membalikan badan. Seseorang memukulnya dari arah belakang. "Akhhh" Dalam sekejap Alana pingsan di tempat. "Mangsa baru" Ucap laki - laki misterius itu seraya membalik kan badan Alana. Laki-laki itu mulai melihat kartu identitas Alana yang tergantung di lehernya. Ia tersenyum dan menggumamkan nama "Alana". Laki-laki yang menutupi wajahnya menggunakan topeng itu mulai membopong tubuh Alana. Ia memasukan Alana ke dalam mobil. Selang beberapa menit mereka berdua tiba dirumah besar dan mewah. Laki-laki itu membawa Alana masuk kedalam ruangan yang sempit, di dalam ruangan hanya ada lemari beserta kasur. Ia mulai mengikat tangan, kaki, serta menutup mulut Alana menggunakan kain. Alana membuka ke-dua kelopak matanya. Ia menatap sekeliling ruangan yang gelap karena tidak ada penerangan. "Akhirnya kamu bangun juga." Ucap laki - laki yang ada di balkon kamar. Ia melangkah menuju Alana dan membuka penutup mulut Alana. "Siapa kamu?." Ucap Alana dengan nafas yang tidak beraturan. "Apa kamu tidak mengenaliku," Tanya laki - laki yang duduk di kursi sembari memainkan pisaunya. "Tidak," Jawab Alana cepat. Laki-laki misterius itu menyalakan lampu ruang, membuat Alana diam seketika saat mengetahui siapa laki-laki itu. "Ar--Ardian." Ucap Alana takut saat Ardian mendekatinya dengan pisau yang berada ditangannya. Ardian memainkan pisau itu di wajah Alana membuat Alana semakin ketakutan. "Tepat sekali, aku adalah Ardian teman satu kampus kamu." Alana merintih kesakitan saat pisau itu mulai menggores pipinya "Akhhh!! Apa kamu sudah gila."Alana mencoba menahan perih. Ardian tertawa dengan begitu keras, "Aku bukan hanya gila tapi melebihi itu semua." "Lepaskan aku Ardian!." Teriak Alana sambil meronta-ronta. "Tidak akan! Karena kamu akan aku buat menderita sama seperti orang-orang yang pernah aku bunuh." Mata Alana membulat penuh saat mendengar kata "bunuh". Ardian mendekati Alana. Ia menatapnya dari atas hingga bawah. Matanya jatuh pada kedua bola mata Alana yang begitu indah. Ardian menjauh dari hadapan Alana. Astaga! Mata itu mengingatkannya pada seorang gadis yang sangat ia rindukan. Ardian kembali mendekati Alana, "Aku ada penawaran bagus untuk kamu." Ardian memegang bahu Alana dari arah belakang. "Apa?." Alana ingin segera bebas dari Ardian si manusia iblis. "Aku tidak akan membunuhmu asalkan--- "Asalkan apa?," Potong Alana. "Aslkan kamu menjadi kekasih ku." "Tidak akan," Ardian menatap tajam Alana. Ia menampar Alana berulang kali membuat darah segar dari lubang hidung Alana keluar. Ardian kembali menggoreskan luka ditangan Alana, membuat Alana merintih kesakitan. "Dasar tidak tahu di untung. Masih baik aku memberikan penawaran." Ardian menjambak rambut Alana. Air mata sudah membanjiri pipi Alana. Ya tuhan! Apakah ini sebuah cobaan atau penderitaan," Batin Alana Ardian menghentikan aksinya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya untuk meredakan emosi." Aku hanya ingin kamu menjadi kekasihku! Ya atau tidak." Alana menganggukan kepala. Ia lebih memilih menjadi kekasih Ardian daripada harus dibunuh dengan cara yang mengenaskan. Kamu benar-benar seorang iblis Ardian. *** Alana terbangun dari tidurnya ketika ia mendengar bunyi alaram yang berada di atas nakas. Ia meraba pipi sebelah kanannya, walaupun sudah di obati, rasa perihnya masih ada. Alana beranjak dari tempat tidurnya menuju kedalam kamar mandi. Setelah selesai dengan penampilannya Alan bergegas keluar dari dalam Apartemen. Semoga belum telat. Alana sampai di depan kelasnya. Ia membuka pintu membuat dirinya menjadi bahan sorotan. Dosen menatap Alana dengan garang. "Telat 10 menit." Ucap dosennya tegas. "Kamu tahukan kalau saya tidak suka melihat siswa saya telat? Walaupun hanya 1 menit." Sambung dosen itu dengan menatap Alana tajam. Alana menunduk tidak berani menatap dosen nya. "Maaf Mr. saya tidak akan mengulanginya lagi." Balas Alana. Jantungnya berdetak cepat. "Kali ini saya maaf kan. Masuk!." Alana melangkah menuju tempat duduknya. Sudah beberapa jam ia hanya duduk termenung di bangkunya dan sesekali memainkan ponsel miliknya. Alana melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Al...tangan kamu kenapa?." Violet duduk disebelah bangkunya. Ia memperhatikan pergelangan tangan Alana yang dipenuhi dengan perban. "Itu...anu---aku ke toilet dulu," Alana bergegas membereskan buku dan melenggang pergi. "Tunggu." Violet mengejar Alana yang berjalan dengan tergesa - gesa. Belum sempat Violet mencegah Alana. Seorang laki-laki sudah lebih dulu berada dihadapan Alana. " Ikut aku sekarang." Laki - laki itu mencekal pergelangan tangan Alana dengan kuat. "Heyy...kamu mau membawa Alana kemana?." Sosor Violet dan menghempaskan tangan laki - laki itu dari tangan Alana. Ardian membisikan sesuatu di telinga Alana," Suruh teman kamu yang cerewet ini untuk tidak ikut campur atau dia yang akan aku bunuh." Mata Alana melotot mendengar perkataan Ardian. " Hmm...Vi, aku pergi dulu ya." " Kemana?." Tanya Violet. Alana melirik ke arah Ardian yang nampak santai. Aku harus menjawab apa? Ardian yang tidak bisa sabaran lantas menarik tangan Alana untuk mengikuti dirinya. "Kenapa sikap Alana begitu aneh?Dan kenapa Alana bisa dekat dengan Ardian." Gumam Violet sambil menatap punggung kedua orang itu hingga menghilang dari tatapannya. "Tidak kasar bisa kan?." Bentak Alana setelah masuk kedalam mobil milik Ardian. "Diam! Kamu ini cerewet sekali sama seperti teman mu." Ardian balik membentak Alana. "Tenang saja aku tidak akan membunuh kamu disini."Ucapnya santai. Alana mulai masuka kedalam mobil diikuti Ardian yang mulai menancap gas dan pergi dari area kampus. Alana bingung saat Ardian belok ke arah kanan bukan ke arah kiri. Setahu Alana rumah Ardian belok ke kiri. "Sebenar nya kita mau kemana?." Tanya Alana hati - hati. Keringat nya sudah bercucuran. Ia takut Ardian akan membunuhnya. Membayangkannya saja sudah membuatnya merinding. "Ketempat aku akan membunuhmu." Alana meneguk salivanya dengan susah payah. Apa yang dia pikirkan benar. Ardian melirik Alana yang mulai ketakutan dan badan nya gemetaran. "Aku bercanda, Al." Ardian tertawa membuat Alana menoleh. "Ternyata kamu bisa tertawa juga?."Ia melongo saat Ardian tertawa membuat laki-laki ini berdehem dan mulai memasang wajah sangarnya kembali.  Tiba-tiba rasa takut didalam dirinya mulai menghilang. Alana terus memperhatikannya. Ada perasaan senang saat mendengar tawa itu. Ardian menghentikan mobilnya diparkiran. Ia menggandeng tangan Alana seraya mengajak nya turun. Dahi alana mengernyit," Untuk apa kita kemari?." Alana memperhatikan orang - orang yang berpakaian minim. Ardian membawa Alana ke club malam. Tempat yang sangat Alana hindari. "Untuk bersenang - senang." Ia menatap Alana dengan senyum miring. Alan membalik kan badan ingin pergi dari tempat ini. Ardian langsung mencekal pergelangan tangan Alana dan menekan kan luka yang ia buat kemarin. Membuat Alana merintih ke sakitan. "Sakit, Ar." Air mata Alana tumpah. Ia berusaha melepaskan pegangan tangan Ardian membuat Ardian semakin gencar untuk melukainya. Ia menyeret Alana untuk kembali masuk kedalam mobil. Seleranya untuk bersenang-senang hilang. Ardian melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata - rata. Alana hanya menutup mata dan merapalkan doa. Semoga mereka selamat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD