Rena membuka matanya perlahan, kepalanya sedikit terasa pusing, reflek ia memijat pelipisnya, satu hal yang ia sadari adalah ia tak memakai hijabnya, matanya langsung terbuka lebar kala menyadari bahwa kini ia tidak berada di kamarnya, bahkan ini bukan bagian dari rumahnya.
Ya Tuhan, dimana dirinya saat ini? Tangisnya tak terbendung, banyak hal negatif yang berseliweran di otaknya.
Wanita cantik yang nampak sedikit sembab itu menundukan dirinya dan bersandar pada kepala ranjang, kini dirinya juga sadar kalau tubuhnya hanya tertutup oleh baju tidur yang sangat menerawang dann sexy, reflek tangan Renata langsung menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya.
Kini pikiran Renata tertuju pada Cakra! Matanya semakin memanas, pikiran buruk tentang Cakra kini memenuhi otaknya.
Semoga putranya baik-baik saja Ya Tuhan. Renata tak bisa tinggal diam jika menyangkut tentang putranya, ia harus berindak.
Dengan tergesa-gesa ia mengambil jubah mandi yang masih terasa sedikit basah, entah milik siapa, lalu memakainya, Rena segera membuka pintu kamar itu, namun sayangnya pintu itu terkunci.
Rena menggedor-gedor pintu kayu besar itu dengan kuat.
"Lepaskan saya!!"
"Dimana anak saya!!"
Tangis Renata kembali luruh, ia begitu ketakutan putra semata wayangnya disakiti oleh orang jahat, namun disisi lain otaknya, mengapa orang jahat itu meletakan dirinya di kamar yang begitu mewah? Apakah ini perdagangan manusia berkelas internasional?
Ceklek..
Rena mengalihkan pandangannya ke arah pintu kala mendengar suara handel pintu terbuka.
Mata hitam Renata menggelap seketika kala melihat pria masa lalunya sedang bersender pada kusen pintu, dan menatapnya dengan senyuman iblis yang begitu merendahkan.
"Sudah bangun rupanya, apa tidurmu nyenyak honey?" tanya pria itu, layaknya orang tanpa dosa.
Rena tak menjawab, ia membuang mukanya ke lain arah,.rasanya terlalu enggan berdekatan dengan mantan suaminya.
Rena merasakan seseorang duduk di sebelahnya, namun dirinya tak bergeming.
"Dimana anakku?" tanya Renata dengan menahan isakannya.
"Oh.. Bocah tampan itu sedang tidur di kamarnya," jawab Nick sekenanya. Kini padangannya fokus pada belahan d**a Renata yang nampak menggoda, Renata yang menyadari itu langsung mengeratkan jubah mandi itu pada tubuhnya.
“Jaga mata mu Tuan Sialan! Atau akan kupastikan mata itu keluar dari sarangnya saat ini juga!” Bentak Renata, justru membuat Nick tertawa, tawa yang begitu renyah seolah lelaki itu mendengar candaan yang sangat lucu.
Nick mengusap bahu Renata lembut namun langsung ditepis oleh Renata.
“Jangan terlalu garang, itu membuatku semakin bernafsu padamu saying.”
“Gila!” desis Renata
"Kembalikan pakaianku, dan biarkan aku pulang bersama putra ku." pinta Renata tanpa berniat melirik Nick barang sebentar saja.
"Apa kau pikir aku akan melepaskan dirimu semudah itu hmm?? Setelah kerja kerasku membawa dirimu kemari? Kurasa kita bisa bermain sebentar. Dua atau tiga ronde mungkin cukup." Senyuman iblis Nick tercetak sempurna di bibir tipisnya, tangannya mulai lancang membalikan posisi Rena hingga kini Renata berada di pangkuannya.
Plakk!!
Suara tamparan terdengar begitu nyaring. Renata berdiri dari pangkuan Nick dengan mata merah yang memancarkan kemarahan.
"b******n!"
"k*****t!!"
"AKU BERSUMPAH SAMPAI KAU BERANI MEMEGANG DIRIKU BARANG SEUJUNG KUKU AKU AKAN MEMBUNUHMU!!" teriak Renata dengan membahana, ia marah, benar-benar marah.
Sedangkan Nick terlihat sedang tersenyum mengejek ke arah Renata.
"Oh benarkah?? Atau tarif tubuhmu itu kini naik?" tanya Nick dengan nada mengejek. Renata semakin meradang, perkataan itu benar-benar melukai hatinya.
Tak berniat membalas ucapan Nick, Renata beringsut menjauh. Ia terlalu takut untuk kembali terluka karena pria itu, selama ini ia sudah menguburnya baik-baik, ia tak sanggup jika harus kembali mengorek apalagi menambahnya.
Nick mencekal dan menarik tangan Renata dengan kuat saat Renata hendak keluar dari kamarnya, “aku akan bayar sepuluh kali lipat dari harga pertama yang dulu aku bayarkan padamu.” Uajr Nick serius dengan tatapan membara.
Renata bungkam, berusaha memberontak dengan air mata yang mulai menganak sungai. Ia tak ingin tampak lemah, namun ia bisa apa, tenaganya tak sebanding.
Dengan menggebu-gebu Nick menjatuhkan tubuh Renata di kasur king size miliknya, dan mulai menindihi Renata.
Wanita meronta dengan kuat, namun sayang kedua tangannya kini terikat oleh simpul dasi Nick, Renata menangis tak bersuara karena dengan cekatan Nick menyumpal mulut Renata dengan sapu tangan yang ada di sakunya.
Nick membuka simpul tali pada jubah mandinya yang dikenakan Renata. Ia membukanya dengan gerakan perlahan, dan terpampang lah pemandangan yang membuat juniornya menegang seketika.
"s**t!" maki Nick
Dirinya sudah tak tahan lagi, ia mulai menciumi leher dan d**a Renata, sambil sesekali memberi tanda disana, membuat air mata Renata semakin deras.
Krekkk!!!
Nick menyobek gaun tidur tipis yang Renata kenakan, dan dengan lihai ia mencumbu setiap jengkal tubuh Renata dengan bibir sexy miliknya. Nick mendengar lengguhan Renata yang tersamarkan oleh sapu tangannya, dirinya menatap Renata penuh nafsu.
Ia menarik sapu tangan itu keluar dari mulut Renata,
"Menikmatinya hmm??" tanya Nick dengan nada mengejek (lagi)
"Lepaskan aku, kumohon.. Jangan seperti ini, hikss.. Kasiani aku.." tangis Renata terdengar makin keras.
Wanita itu nampak begitu lemah, rapuh dan ketakutan, hal itu membuat sisi hatii Nick tercubit. Ia seperti merasa de javu, ingatannya kembali pada beberapa tahun lalu saat ia Renata berlutut dan bersujud di kakinya, meminta agar ia tetap tinggal, mengiba untuk dikasihain atas kehamilannya.
Nick menyugar rambutnya kasar dan mengusap wajahnya frustasi. "Tidurlah!" Titah Nick dengan nada dingin, ia segera beranjak dari kasur dan hendak melangkah masuk ke kamar mandi.
"Dimana anakku? Katakan.” Lirih Renata dengan tangis sedikit reda.
"Tenanglah, sebentar lagi pengawalku akan mengantarkan Cakra kemari, pakailah kembali pakaianmu." ucap Nick panjang lebar.
"Mommy.. Ale you OK?" Tanya Cakra saat dirinya baru saja tiba di kamar Nick dan mendapati Mommy-nya sedang menangis di depan meja dandan.
Renata memeluk putranya dengan begitu erat. "Sayang, apa abang baik-baik saja?”
Cakra mengangguk semangat diiringi dengan senyuman yang menunjukan bahwa bocah tampan itu begitu bahagia.
"Mom, dimana Daddy?" Tanya Cakra sambil menengok ke kanan dan kiri mencari pria bermata hijau serupa dengan miliknya.
"Daddy??" beo Renata tak mengerti.
"Hai Son! Are you happy today?" Tanya Nick tiba-tiba saat ia baru saja keluar dari kamar mandi, dengan lilitan handuk yang menutupi sebatas pusar hingga lututnya.
"Yes Daddy." Jawab Cakra dengan semangat menunjukan deretan gigi rapih miliknya dan dihadiahi sebuah kecupan oleh Nick dipuncak kepala Cakra
Renata nampak syok atas apa yang ia saksikan saat ini. Otak cerdas Renata langsung menebak kalau Nick sudah tau semuanya. Ia tau betul Nick adalah orang yang ambisius dan nekat. Tiba-tiba ia merasakan tangan mungil Cakra memeluk dirinya, disusul dengan isakan kecil dari mulut Cakra.
“Sayang? Abang kenapa nak?” Tanya Renata panic.
"Mom, makacih ya sudah bawa abang ke lumah daddy, abang sayang sama daddy mom.. Abang mau sama daddy.." ucapan tulus Cakra membuat Renata mencelos seketika, ia tak mengira anak yang 9 bulan ia kandung, dan 5 tahun ia besarkan dengan cinta kini sudah tak ingin lagi tinggal dengannya.
Renata menatap Cakra dengan tatapan terluka, "abang nggak mau tinggal sama mom lagi?"
Cakra menggeleng seketika, "abang mau sama mom juga sama daddy. Abang mau bobok sama mom sama daddy. Setiap hali!" ujar Cakra dengan lantang dan begitu polos.
Wanita melemah seketika, padangannya bersirobok dengan Nick, ada segenap tanya, keraguan, dan rasa enggan yang kuat terpancar dari netra Renata, namun Nick tak peduli.
Lelaki itu ingin anaknya, disisa hidupnya ia ingin ia habiskan dengan Cakra.
Tentu saja dengan Renata, tapi apakah wanita itu masih sudi? Nick sendiri tak yakin. Tapi ia akan berusaha, baik dengan senang hati Renata menerima atau dengan sedikit paksaan.