"Papah ..." Kedua bibir manis itu gemetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Ia melangkah perlahan dengan gontai. Seakan tenaganya habis terserap. "Syilaaaa ... Syilanya papa ..." Pradipta merenggangkan kedua tangannya. Dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Rasanya amat sangat rindu. Asyilanya, sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang mengagumkan. Melihat itu Asyila mulai melebarkan langkahnya, berlari menghampiri sang Ayah. Dengan kedua matanya yang basah. Kemudian di susul dengan isakan pilu yang begitu menyesakan. "Papah ..." Asyila mengabaikan semua wartawan yang mencuri wajah cantiknya. Ada juga yang merekam pergerakannya. Asyila tidak peduli. Ia ingin segera memeluk Papahnya, bercerita banyak padanya. Dan mengatakan pada dunia. Kalau Asyila tidak sendirian lagi. Kalau Asyila bukan pereb