Jangan Ganggu Aku

1155 Words
Kevia menghirup nafas dalam sebanyak-banyaknya. Ingin menjernihkan pikirannya pagi ini. Ini adalah hari pertama dia kembali masuk ke kantor. Dan ini berarti juga dia akan bertemu dengan Dito dan juga Amira. Dari kemarin Dito tidsak berhenti menghubungi Kevia. Karena begitu jengkelnya, Kevia sampai memblokir nomor ponsel Dito. Kevia tidak mau lagi mengenal pemuda itu selain hubungan kerja. Hubungan kerja? Kevia pun juga tidak yakin senegn hal ini. Apa dia masih mampu untuk bertemu dengan Dito dan amira di kantor. Dan bagaimana juga kalau nanti teman-temannya tahu dia telah dikhianati sang kekasih dengan rival kerjanya sendiri. “Ya Tuhan, aku harus gimana nanti kalo ketemu mereka berdua di kantor ya? Kenapa harus ama temen kantor sih? Apa aku ijin ga masuk kerja aja ya. Tapi Bu Silvia tau kalo aku udah dateng. Ah bodoh amat lah. Aku ga mau mikirin itu yang penting kerja.” Kevia membulatkan tekat untuk berangkat kerja. Dia tidak ingin terganggu dengan perasaan pribadi yang dia alami saat ini. Dia ingin tetap profesional saat ini. Setelah bersiap untuk berangkat ke kantor, Kevia segera keluar dari kamarnya. Dia melihat adiknya, Karin yang masih kuliah itu sedang sarapan di meja makan sambil melihat drama korea di pad miliknya. “Nonton aja mulu. Kapan kamu mau lulus kalo kaya gini ceritanya?” ucap Kevia sambil mentoyor kepala adiknya. “Aduuh apaan sih! Rese amat jadi orang. Mbak bagi duit donk, kuota tipis neeh.” “Ogah. Udah di kasih uang saku kok masih minta aja. Boros amat jadi orang.” “Yee kebutuhan anak kuliah itu penting tau ga?” “Kebutuhan apa? Nonton, jalan, shopping ato kuota buat liat drakor ga penting itu?” “Enak aja ga penting. Ini penting tau ga buat hiburan. Kalo aku stres karena belajar gimana coba? Yang susah kan nanti Mbak Kevia juga.” “Dih bodo amat aku sih. Lagian kalo aku yang stres karena mikirin kamu juga gimana? Ga mungkin juga kan kalo kamu bakal mau ngerti.” “kan ada Mas Dito. Eh ya, kemaren tuh Mbak nginep di mana sih? Mas Dito nyariin ke sini lho. Hayoo berantem lagi ya kalian?” “Dito ke sini?” “Iya ... Mas Dito ke sini malam-malam ama pagi sebelum Mbak Kevia pulang. Lagi berantem ya kalian?” “Anak kecil ga usah ikut campur. Tau apa ama urusan orang dewasa.” “Kebiasaan banget. Kesian tuh Mas Dito nyariin mulu.” “Bawel banget sih! Udah ah mau berangkat juga. Inget kalo kuliah yang bener. Jangan kelayapan aja!” “Siapa juga yang kelayapan. Mbak ... mana uang kuotanya?” Pinjem dulu. Bayar bulan depan.” “Yeee ... jurus apaan itu.” Kevia menghilang di balik pintu apartemen sederhananya. Dia ingin segera ke kantor untuk membuat laporan tugas luar kota yang dia lakukan minggu lalu. Kevia tinggal di Jakarta berdua dengan sang adik yang kini masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Sejak kematian kedua orang tuanya di kecelakaan pesawat 5 tahun lalu, Kevia memboyong adiknya pindah sekolah ke Jakarta dengan mengandalkan sedikit harta warisan orang tuanya. Kevia yang baru saja bekerja saat itu, langsung menjadi tulang punggung untuk menyekolahkan adiknya. Namun sejak dia dekat sampai dia berkencan dengan Dito, pemuda yang pernah dicintainya itu banyak membantu keuangannya. Dito sangat mencintai Kevia. Bahkan pemuda yang menjadi manajer di perusahaan tempat Kevia bekerja itu, sudah mengejar Kevia selama satu tahun sebelum Kevia menerima cintanya. Tapi entah apa alasan Dito sampai dia bisa menghabiskan malam bersama dengan Amira malam itu. Kevia segera melajukan honda HRV kebanggaannya itu menuju ke kantornya. Dia berharap agar hari ini dia tidak akan bertamu dengan Amira ato Dito. Meskipun kemungkinannya kecil, tapi dia masih tetap saja berharap. Kevia memarkir mobilnya di halaman belakang kantor. Dia menoleh ke kanan dan kiri dulu sebelum dia keluar dari mobilnya. Dia melihat malas kalau dia nanti harus bertemu dengan dua orang yang ingin dia hindari itu. Ting Pintu lift terbuka. Kevia segera melangkahkan kakinya menuju ke kantornya. Ada Mila sahabat baiknya di depan kantor. Mila memang seorang resepsionis di kantor tempat Kevia berangkat. “Eh tumben banget lu udah dateng? Ga kepagian lu, Kev?” sapa Mila. “Gw belum bikin laporan buat ke Bu Silvia. Gw mau kerjain dulu sebelum nanti gw di tagih.” “Hmmm pasti kebanyakan pacaran deh lu. Secara kan dua minggu lu ga ketemu ama Pak Dito. Kalian habisin weekend kalian bareng kan?” “Ih apaan sih. Ga usah bahas dia lagi,” raut wajah kevia berubah masam. Eh ... kenapa itu muka? Jangan bilang kalian berantem lagi. Kan jum’at kemaren ulang tahun Pak Dito.” “ceritanya panjang. Ntar deh kalo jam makan siang bakal gw ceritain. Gw masuk dulu ya,” ucap Kevia sambil melangkah masuk ke bagian dalam kantor. “Beneran cerita ya? Gw penasaran.” Kevia hanya mengangkat jempolnya saat dia menanggapi permintaan sahabatnya itu. Gadis yang sedikit tomboi itu segera masuk ke ruangan kerjanya. Di sana masih sepi, karena ini belum jam masuk kantor. Kevia meletakkan tasnya lalu segera menyalakan laptop kesayangannya. Memesan teh madu hangat adalah salah satu aktifitas pagi yang harus dia lakukan di kantor. Kevia segera fokus pada layar laptopnya. Dia membuat laporan tentang proyek yang dia tinjau kemarin saat dia keluar kota. Sapaan teman di runag kerjanya pun dia tanggapin seadanya. Mereka semua mengerti kalau Kevia gila kerja, jadi tidak salah kalau Kevia adalah salah satu karyawan terbaik di kantornya. “Kev, waktunya briefing pagi. Ayo ke sana dulu.” “Aduh tanggung neeh. Ijin boleh ga?” “Kalo di marahin Bu Silvia ga tau ya?” Kevia menyerah, dia akhirnya meninggalkan pekerjaannya terlebih dahulu. Dia berjalan bersama dengan teman-temannya menuju ke ruangan briefing. Sudah bisa di tebak kalau di ruangan itu dia pasti akan bertemu dengan Amira dan Dito. Oleh sebab itu Kevia memilih untuk duduk di barisan belakang saja. Dia malas kalau sampai moodnya rusak nanti. Dari depan, tampak Dito terus melihat ke arahnya. Kevia tidak nyaman dengan pandangan Dito padanya. Teman-teman kevia meledeknya sambil bisik-bisik. Hubungan antara Kevia dan Dito memang bukan rahasia lagi. Mereka di gadang-gadang akan segera melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. “Kevia ... ke ruangan saya sebentar,” ucap Dito sebelum dia meninggalkan ruangan. “Baik, Pak.” “Ciee ... langsung di panggil. Masih kangen kali ya, Kev.” “Pastinya, kan mereka ga ketemu dua minggu. Uda buruan sana Kev, keburu ga tahan ama kangennya nanti Pak Dito.” Kevia hanya tersenyum saja. Dengan langkah malas dia melangkah ke ruangan Dito. Dia mengetuk pintu ruangan itu dan setelah mendapatkan ijin masuk, Kevia membuka pintu ruangan itu. “Kevia ... kamu ke mana aja sih? Kenapa juga kamu blokir nomor aku. Aku mau jelaskan semuanya.” “Maaf Pak, ini jam kantor. Kalo ga ada urusannya ama kantor sebaiknya saya kembali kerja.” “Kevia ... jawab dulu pertanyaan saya.” “Saya ga berhak menjawab pertanyaan seperti ini, Pak. Maaf saya permisi.” “KEVIA!!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD