“Sebenarnya kamu ingin pulang tapi kamu bingung? Memangnya kamu ada di mana, Ra?” ucap Irma yang kemudian menunduk sedih. Hatinya remuk redam mendengar keluh kesah sang bungsu yang sampai merengek. Di lantai bawah sana, Intan dan Arden yang baru keluar dari kamar, tak sengaja mendengar ucapan Irma barusan. Mereka dapati, Irma yang tengah menunduk loyo sementara tangan kanan menempelkan ponsel ke telinga kanan. Sesekali, tangan kiri tampak menyeka sekitar mata, mempertegas kesedihan wanita paruh baya tersebut. Namun, bagi Arden keadaan sekarang benar-benar ancaman. Arden langsung menatap Intan penuh arti sekaligus penuh peringatan. “Kamu masuk, biar aku yang urus ini.” Meski berucap lirih, ia juga berusaha meyakinkan. Intan mengangguk paham. “Tapi aku pengin pastel dan lumpia yang masih