5

1057 Words
Sial, Kenapa dunia jahat sekali pada Aldo. Revaldo Mahendra ini kan playboy nomor tiga di Angkasa Jaya, setelah posisi pertama diduduki oleh Dipta dan yang kedua oleh Rio. Aldo ini wakil ketua the Somplak Cs, kenapa harus mengikuti jejak sang ketua yang menikah muda. Mana nikahnya sama orang yang jelas-jelas Aldo nggak cinta lagi. Cengeng lagi, belum ngeselinnya. Nasib malang kapan ilang. Aldo pengen ngilang, jerit Aldo dalam hatinya. Hahahahaaa Suara tawa Dipta dan Rio memekakan telinganya. Sahabat macam apa yang bahagia diatas penderitaan temannya. Ya cuman mereka saja, makanya namanya somplak Cs. Padahal kan mereka bertiga ganteng-ganteng. Kenapa namanya nggak the handsome boy. Apa Arjunas, atau apa gitu yang lain yang kerenan dikit. Ya semua itu tidak terlepas dari somplaknya mereka. Bayangkan mana ada temen yang happy kalau temennya dapat musibah begini. Temen c*****t emang. “Diem deh lu pada. Gue suruh bayar nih makanan.” Maki Aldo yang mulai geram dengan sahabat-sahabatnya ini. Selepas mulut ember Dhanisa teman-temannya ini memang bergerak cepat mengorek semua informasi yang didapatkan Dhanisa. Belum si Dipta, katanya bisa ngamuk istrinya kalau nggak dapat kebenaran dari informasi Dhanisa. “Aelah, ambekan lo ah Do.” Rio menghentikan tawanya paksa. Dari pada disuruh bayar kan enakan kalau makan geratis. “Hahaha sorry deh. Lumayan kan, nggak dapet Dira dapetnya Dillia. Sama-sam D kan.” Kekeh Dipta. Sialan lo Ibab, gue sianida juga lo, biar si Dira beneran jadi janda. “Sialan. Serah lu lah. Gue mah apa sih. Cuman butiran detergen, yang kena angin aja meleelh.” kesal Aldo, percuma menanggapi sahabatnya. Mending mulutnya diam saja. Panas mulutnya lama-lama nanggepin dua manusia laknat macam Dipta sama Rio. “Lagian lu gila Onta. m***m banget. Mana ada kebawa suasana bisa sehari tiga kali begitu.” Aldo salah tingkah mendengar perkataan Dipta. Tahu bakalan diungkit mah, Aldo nggak cerita kronologi sesungguhnya ke dua sahabatnya itu “Di depan ortu lagi.” Oke, great! Lengkap sudah rasa malu Aldo dengan tambahan kata-kata Rio. “Gue mana tahu Mami-Papi gue liat, Nyet.” Kata Aldo mencoba santai sembari menyalakan rokoknya dengan korek, masa sama kompor gas sih. Niatnya sih mau nyalain korek pake kompor gas, tapi Aldo masih berpikir dua kali. Maklum masih perjaka tulen. Tubuh Aldo berjengit, kaget. Saat ada seseorang menepuk pundaknya. Korek ditangannya bahkan sampai terjatuh di meja. “Maaf Pak. Di kafe ini kan tidak boleh merokok jika di dalam. Kalau di area smoking area boleh PaK.” Njir Aldo ditegur. Demi apa?Gue yang bayar dia anjing! Pelayan tersebut pamit mundur. Sedangkan Aldo hanya bisa bengong saat Dipta dan Rio menyemburkan tawa mereka. Ini kafe loh, kafe punyanya Aldo sendiri dan bawahannya tadi menegur dirinya ketika mau merokok. Minta dipecat, weh! Wah, wah. Kok berasa nggak punya wibawa ya Aldo di mata karyawan-nya. “Njir, anak setan gue yang punya ni kafe. Serah gue lah.” Aldo berteriak kencang. Dipta dan Rio hanya tersenyum malu pada pengunjung yang mulai memperhatikan mereka. “Pokoknya lo pada dateng aja ke tunangan gue. Nih undangannya.” Kata Aldo lalu bangkit hendak naik ke kantornya yang berada di lantai dua di kafenya. Memang selain sekolah, sorenya Aldo akan berada dikafe miliknya sampai kafe itu tutup. Maklum, jomblo-jomblo begitu Aldo termasuk jomblo yang sibuk, selain kesibukannya meratapi nasib Dira yang ditikung oleh sahabatnya. “Dih, dia ngambek ceritanya?” tanya Rio pada Dipta. Dipta mengedikkan bahunya. Sudah biasa Aldo seperti itu, jadi nggak bikin pusing kedua sahabatnya. Besok juga udah lengket lagi Aldo sama dua sahabatnya itu. Ketika Dipta dan Rio hendak pulang. Laki-laki yang tadi menegur Aldo agar tidak merokok menghampiri mereka. Membuat keduanya saling mengadu pandang. “Yo perasaan gue kok nggak enak itu anak curut kesini.” Kata Dipta pelan. “Sama Dip.” “Mas, Mas. Bayar dulu Mas.” Tagih pelayan tersebut sembari memberikan nampak kecil yang diatasnya terdapat sebuah kertas struk berwarna putih. Gila? Bayar biasanya juga nggak, batin mereka berdua. “Bayar Mas. Tadi Mas Aldo telepon dari lantai atas. Katanya nggak ada yang gratis, kalau mau geratis ngemis aja dilampu merah Mas.” Kata sang pelayan dengan nada sarkatis. “Aldoooooooooooooooooooo.” Teriak Rio dan Dipta bersamaan. Aldo yang berada di tangga kafe terbahak saat melihat kedua sahabatnya yang mengamuk itu. “Makanya, jangan suka resein gue. Enak kan lo, nyuci piring-nyuci piring deh lo berdua.” Kekeh Aldo lalu kembali ke dalam kantor. Lebih baik dia bersiap pulang ke rumah. ** Aldo memegangi kepalanya yang berdenyut kencang. Rumahnya terasa bagaikan neraka j*****m saat sang Mami terus saja membahas semua hal tentang acara lamaran yang akan dilaksanakan hari minggu yang akan datang. “Sialan, ini udah jumat.” Gerutu Aldo membuat Aldino yang tengah menonton film diponselnya menatap sang kakak lekat. “Bang, dilarang mengumpat.” Peringat Aldino. Aldo mengangguk, untung saja Mami dan Papinya masih sibuk membicarakan acara lamar-melamar dengan sang Abang; Araf. “Din, gantiin gue dong.” Ujar Aldo membuat Aldino kembali menghentikan acara menontonnya. “Dih, lo yang ena-ena kenapa jadi gue yang suruh gantiin. Ogah! Gue masih kecil. Tytyd aja gue masih bengkok.” Jawab Aldino membuat Aldo mendengus sebal. Emang dikira dia udah dewasa gitu? Sekolah aja dia baru mau ujian. Itu aja kalau dia lulus, kalau nggak ngulangin lagi setahun. Punya dia juga masih bengkok, belum lurus-lurus amat. “Pi, Pi kita pesen seragam, aja Pi. Biar bagus pas lamaran. Pasti keren banget deh kita.” His, ini lagi Mami pake acara seragam segala. Buang-buang duit aja. “Boleh sih Mi, Abang setuju.” Jawab sang Abang tahu jika adiknya pasti kesal. “Papi juga setuju.” Timpal sang Papi. Aldo mendengus sebal. Perasaan yang mau melamar itu dia, kenapa dia nggak ditanya coba. “Do, seragam aja ya. Pokoknya jangan bikin ulah. Mami cekek kamu sampai malu-maluin. Udah cukup kemaren kamu malu-maluin.” Peringat Mami Aldo. “Jangan ada adegan pegang-pegang lagi, Papi tebas kamu sampai kaya gitu.” Kali ini sang Papi yang memperingati Aldo. Aldino yang mendengar itu terkikik geli. “Pokoknya, Abang ikut aja Do. Abang ikut ajalah dari pada salah.” Kekeh Araf yang melihat tampang muram sanga adik. “Udah ah, Aldo mau tidur. Ngantuk!” kesal Aldo lalu beranjak pergi. Males juga dengerin orang tua ngomong kesana-kemari mending dia tidur aja. Siapa tahu bisa mimpi nikahin si Dira bukan Dillia yang oon. Kalau sampai jadi kenyataan kan, alhamdulilah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD