Dillia menatap Aldo lekat. Gadis itu menanti jawaban dari pernyataan yang tunangannya sebutkan tadi. Kosa kata yang ia memang benar-benar tidak mengerti apa artinya itu.
“Do.” Panggil Dillia sambil melambaikan tangan.
“Eh gimana ya. Susah dijelasin Dil.” Aldo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Masalahnya Aldo bingung mau jelasin dari mana dulu. Kalau langsung praktek bisa dia. Ya meski nggak pro sih. Kan amatir juga.
“Susah? Yang namanya ena berarti enak dong Do? Kalau ena-ena berarti enak banget?” Aldo menghampiri Dillia yang duduk di ranjang, anak laki-laki itu lalu ikut duduk disebelah gadis yang sungguh-sungguh, apa ya. Susah Aldo mau menjabarkan bagaimana sosok Dillianya ini. Takut salah sebut.
Eh- Dillianya? Aldo tersenyum sendiri dengan pemikirannya yang mengklaim bahwa Dillia adalah miliknya.
“Iya, bener rasanya enak banget Dil.” Aldo cengengesan sendiri jadinya. Gimana kalau beneran bisa ena-ena ya. Pasti sesuatu banget. Udah tunangan ini pikir Aldo, mengentengkan status yang udah direstuin sama keluarga besar mereka.
“Dillia mau dong yang enak banget.” kata Dillia menghadap Aldo yang matanya mulai berbinar cerah. Karena pikir Dillia, Aldo akan memberikannya coklat atau permen yang sangat ia sukai.
“Tapi janji nurut ya Dil.” Dillia mengangguk saat Aldo mendekatkan wajahnya ke wajah Dillia.
Cup... Bibir Aldo yang awalnya menempel, bergerak melumat bibir Dilla pelan. Dirasakan Dillia tidak membalas lumatannya, Aldo melepaskan bibir Dillia dari bibirnya.
“Bales ngelumat dong Dillia sayang. Dibuka mulutnya ya.” Dillia mengangguk patuh, seperti janjinya yang akan menurut pada Aldo.
Aldo kembali menempelkan bibirnya di bibir Dillia. Ketika Aldo mulai melumat, Dillia kemudian mengimbanginya.
“Ahhh.” Satu erangan berhasil lolos dari bibir mungil Dillia disela lumatan Aldo. Apa lagi saat tangan Aldo membuka resleting gaun Dillia yang memang berada di depan.
“Ahh Do.” Erang Dillia kembali saat Aldo mulai meremas payudar*nya dibalik Bra hitam yang ia kenakan.
“Iya sayang. Aku buka ya.” Dillia seakan terbawa suasana. Ada perasaan aneh yang menyusup di dalam dirinya, dan Dillia juga tidak ingin berhenti begitu saja. Hingga keduanya sudah masuk ke dalam selimut dan saling tidak memakai apapun, Dillia masih setia mengikuti instruksi dari Aldo.
“Ahhh Dill, kamu cantik.” erang Aldo yang semakin tidak ingin berhenti dari kegiatannya di atas tubuh Dillia.
“Ahh Do, nanti ketahuan.” Lirih Dillia diantara desahan yang keluar dari bibirnya. Dillia masih takut-takut jika nanti tiba-tiba Abangnya datang dan memergoki aksi mereka. Ini benar-benar mengkhawatirkan, begitulah pikiran Aldo. Namun sensasi ini, sensasi yang tidak pernah ia rasakan, Aldo ingin merasakannya bersama Dillia.
“Enggak bakalan Sayang. Tenang aja ya.” Bisik Aldo mencoba menyakinkan gadis dibawahnya.
Dillia yang sangat seksi hari ini membuat imannya tergoda. Sudah tunangan ini batin Aldo, jadi nggak papa kalau di duluin. Bakalan dinikahin juga kok akhirnya.
“Ahh, Dil. Kamu diem dong.” Kata Aldo.
“Kayak gini?” tanya Dillia polos. Aldo mengiyakan dengan mencium bibir Dillia.
“Buka dikit kakinya. Dilebarin.” Perintah Aldo.
“Segini cukup nggak Do?” Dillia masih saja bertanya pada Aldo. Aldo mengangguk, membuat Dillia juga mengangguk.
“Do sakit nggak?” tanya Dillia sambil memejamkan matanya karena Aldo kembali meremas bukit-bukitnya.
“Eh, gimana ya Di, katanya sih sakit. Tapi aku nggak tahu. Makanya kita coba aja ya.” Aldo sedikit berpikir untuk menjawab pertanyaan gadis dibawahnya ini. Jujur saja ini adalah kali pertama untuk Aldo. Selama ini hanya aneka merk sabun dan lotion yang menemani keinginannya.
“Boleh masukin ya Dil?” tanya Aldo lirih tidak sanggup lagi menahan gairahnya.
“Huum.” Jawab Dilliah, ikuta dengan suara yang lirih.
Baru juga batangan itu masuk ke hangatnya milik Dillia, pintu kamar Dillia terbuka dengan hempasan dan suara yang teramat keras.
Braakkk..
“Astaghfirullah kaliaaaaaaan.” Kekehan dan jeritan Dipta, membuat Aldo mengalihkan tatapannya pada asal suara. Suara anak setan, batin Aldo.
Mampus gue biangnya setan. Jengit Aldo saat melihat dibelakang Dipta ada sosok lain yang merupakan kakak kandung dari wanita yang saat berada dalam kekuasaan tubuhnya,
“Anjing lo. Bangun lo ikut gue ke bokap nyokap gue.” Geram Rizkan, menarik Aldo dari atas tubuh sang adik. “Astaga!” pekik Rizkan saat melihat ke-duanya yang telanjang bulat. Dipta yang sudah tahu dengan kejadian itu mengalihkan pandangannya sedari tadi Rizkan berjalan mendekat ke ranjang. Bukan muhrim, kekeh teman Aldo itu.
“Eh, eh.. Bang Razkin. Ehh.. Rizkan. Ko—kok, bisa masuk.”
Goblok! g****k! Gue lupa ngunci. Mati gue, mati. Cilaka dua belas. Jerit Aldo dalam hati. Bisa-bisanya dia lupa mengunci kamar Dillia tadi.
Aldo panas dingin, karena tatapan tajam Rizkan yang luar biasa menyayat. Aldo mendesah lirih atas kegagalannya, belum juga berhasil udah kepergok. Sial, sial! Kapan enaknya sih. Sial mulu perasaan Aldo. Gimana coba sekarang? Kabur aja gimana? Bisa nggak ya?
“Heh Onta!” teriak Rizkan kencang memanggil Aldo.
“Bang, Bang, sabar Bang. Baru juga nyelup Bang. Aelaaah Bang, belum dapet enak Bang. Belum nancep tadi Bang.” Adu Aldo, membuat Dipta terbahak karena kebodohan sahabat karibnya itu.
“Jadi menurut lo gue gerebeknya kalau lo udah selesai ena-ena gitu?” Aldo menggaruk tengkuknya saat mendapat pertanyaan dari Rizkan.
Harusnya ya gitu Bang, Jawab Aldo dalam hati. Bisa mati ditebas Rizkan dia kalau sampai jawab beneran.