Alasya mengerang seraya merentangkan kedua tangannya ke atas saat terbangun dari tidur untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku. Setelahnya, ia pun mengubah posisinya menjadi duduk dengan mata yang masih terpejam. Mencoba untuk mengumpulkan kembali nyawa yang sempat keluar ketika ia tertidur.
Setelah merasa jiwanya sudah pulih, Alasya pun membuka mata dan langsung terpana melihat matahari terbit melalui dinding kaca di kamarnya. Ia lantas mengulas senyum untuk pemandangan indah itu.
“Sudah lama aku tidak tidur senyenyak ini,” gumam Alasya dengan suara seraknya.
“Kalau diingat-ingat, kapan terakhir kali aku tidur selama berjam-jam tanpa gangguan seperti sekarang?” gumamnya.
“Lalu, kenapa kalau seperti itu? Sekarang pun aku tidak punya kegiatan,” gerutu Alasya yang kemudian hanya duduk termenung di atas kasur dengan wajah cemberut.
Namun di tengah-tengah lamunannya, Alasya tiba-tiba teringat oleh pria yang ia lihat semalam. Pria muda yang berdiri di tengah-tengah para pejabat koruptor itu.
“Kenapa sepertinya aku pernah melihat pria itu? Wajahnya terlihat tidak asing,” gumam Alasya.
“Tapi, di mana, ya? Aku benar-benar merasa pernah melihatnya di suatu tempat,” gumamnya lagi dengan kening mengerut. Ia lantas mencoba menggali ingatannya tentang pria yang ia lihat semalam seraya mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.
“Kenapa aku tidak bisa mengingatnya? Mungkin dia orang pelit, jadi sulit diingat,” decak Alasya.
Masih belum putus asa, Alasya bergegas berjalan menuju laptop yang berada tak jauh darinya. Tanpa menunggu lama, ia menyalakan laptop tersebut. Jari-jarinya lalu menari dengan lincah di atas keyborad untuk mengakses cctv gedung pesta semalam dan mencari pria itu.
“Ketemu!” seru Alasya ketika menemukan pria itu tengah berdiri menghadap ke arah cctv, hingga wajahnya dapat terlihat dengan jelas.
Tanpa aba-aba, jari-jari Alasya kembali menari di atas keyboard untuk mencari tahu identitas tersebut. Mata Alasya tampak tajam menatap layar komputernya seolah menunjukkan bahwa seluruh dunia adalah miliknya dan ia bisa menemukan apa pun yang ia inginkan. Termasuk pria yang tengah ia cari saat ini.
Alasya lantas menyeringai setelah berhasil menemukan identitas lengkap pria itu hanya dalam hitungan detik. Tanpa membuang waktu, ia segera membaca identitas pria itu dengan teliti.
“Jadi, namanya Aldebaran. Aldebaran Leovard Denasha,” gumam Alasya sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hm. Kalau dilihat-lihat lagi, ternyata dia cukup tampan juga.”
Setelah membaca semua data-data tentang Aldebaran, Alasya sontak mendengus kesal. Pasalnya, identitas yang terima itu hanya informasi formal yang bisa diakses oleh semua orang. Pertanyaan mengenai di mana ia bertemu dengan pria itu masih belum terjawab.
“Hah! Jangan pikir aku sudah menyerah. Aku tidak akan berhenti mencari tahu sampai aku mengingatmu,” tukas Alasya.
Sekali lagi, jari Alasya menari-nari di atas keyboard lebih cepat dari sebelumnya. Tak berapa lama kemudian, beberapa data dan foto muncul di layar laptop-nya.
Alasya lalu membaca data-data tersebut dengan cermat. Tak hanya itu, ia juga melihat beberapa foto Aldebaran. Baik yang lama, maupun yang baru.
“Savannah?” gumam Alasya dengan sebelah alis yang naik ketika melihat foto Aldebaran bersama Savannah, istri sahabatnya.
“Kenapa mereka berdua bisa foto bersama? Dan sepertinya, ini merupakan foto lama,” tanyanya.
“AH!” seru Alasya ketika akhirnya ingatannya kembali.
“Pria ini! Aku pernah melihatnya di pesta pernikahan Danish dan Savannah! Pria ini adalah sahabat Savannah!”
“Ya, ampun! Bagaimana aku bisa melupakannya? Padahal waktu itu kami bersebelahan saat foto bersama Danish dan Savannah.”
“Astaga! Aku benar-benar pelupa,” rutuk Alasya pada dirinya sendiri.
“Tapi, apa yang dia lakukan di pesta semalam? Seingatku, pria ini buka pejabat. Namanya juga tidak ada di dalam daftar itu.”
“Sebagai penerjemah? Benar. Bisa jadi dia di sana sebagai penerjemah. Kalau aku tidak salah ingat, Savannah pernah mengatakan kalau mereka teman sekelas sejak SMA sampai kuliah. Itu artinya, dia juga bekerja sebagai penerjemah.”
“Dia benar-benar sangat beruntung, karena bisa menyaksikan momen langka itu,” gumam Alasya seraya mengulas senyum.
Alasya lalu kembali melihat-lihat foto Aldebaran. Baik yang sendiri, maupun saat bersama teman-temannya. Namun, di antara foto-foto itu, Aldebaran lebih banyak memiliki foto bersama Savannah.
“Yah. Wajar kalau mereka memiliki banyak foto bersama. Mereka berdua sudah lama saling kenal. Dan lagi, mereka adalah sahabat. Sudah pasti mereka sering foto bersama,” gumam Alasya.
Setelahnya, Alasya menghela napas panjang kemudian menutup laptop-nya kembali. “Sudahlah. Untuk apa aku melihat-lihat fotonya?”
Kruyuuuk...
“Lapar,” lirih Alasya seraya mengelus perutnya yang terasa lapar.
“Tunggu. Semalam aku tidur tanpa mengganti baju?” tanyanya dengan kening mengerut.
“Ah! Benar juga. Semalam aku sangat lelah dan memutuskan untuk tidur dengan baju ini,” rutuknya.
Alasya lalu menghela napas panjang sembari memasang wajah cemberut. Baru bangun, ia sudah merasa lapar. Kalau dipikir-pikir, sepanjang hari ia hanya makan, makan, dan makan.
“Benar! Bukankah sekarang aku punya kegiatan?” seru Alasya antusias.
Tanpa menunggu lama, Alasya menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya kemudian beranjak dari kasur menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan menyikat gigi. Setelahnya, Alasya kembali melangkahkan kaki menuju walk in closet untuk mengganti pakaian.
Selesai mengganti pakaian dengan satu set jaket dan celana jersey hitam, serta topi dengan warna senada, Alasya bergegas turun ke basement.
Sesampainya di basement, Alasya menekan tombol pada remot kunci mobilnya lalu masuk ke dalam. Tanpa berlama-berlama, ia pun langsung menancapkan gas keluar dari area basement menuju supermarket terdekat.
Ya. Alasya memutuskan berbelanja bahan makanan untuk sarapan dan makan siangnya. Walaupun selama ini ia jarang masak, tapi bukan berarti ia tak bisa memasak. Alasya hanya malas melakukannya, karena seringkali mendapat job bertubi-tubi dan membuatnya jarang memiliki waktu istirahat.
Tapi, karena hari ini Alasya tak memiliki pekerjaan lain, ia pun memutuskan untuk pergi berbelanja. Kapan lagi ia memiliki waktu luang untuk belanja selain hari ini?
Tak berapa lama kemudian, akhirnya Alasya tiba di sebuah supermarket yang lumayan besar. Seusai memarkir mobilnya, Alasya bergegas keluar dari mobil lalu masuk ke dalam supermarket setelah mengambil sebuah troli belanja yang berada tak jauh dari pintu masuk.
Alasya pun mulai melangkahkan kakinya menuju tempat bahan makanan berada lalu mulai memilih bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk membuat sarapan dan makan siang.
“Apa aku beli sekalian untuk makan malam, ya?” gumam Alasya.
“Benar. Sekalian saja,” putusnya kemudian mengambil beberapa bahan makanan lagi yang menurutnya masih segar untuk nanti malam.
Seusai mengambil bahan makanan, Alasya pun langsung melangkahkan kakinya menuju kasir. Akan tetapi, langkahnya tertahan saat ia hendak melewati rak camilan yang membuatnya tergugah untuk mengambil beberapa camilan.
“Mumpung berada di sini. Kenapa aku tidak sekalian membeli camilan juga?” ujar Alasya seraya mengulas senyum.
Tanpa menunggu lama, Alasya pun melangkahkan kakinya menuju rak camilan lalu mengambil beberapa snack yang bisa ia makanan saat senggang dan perutnya tiba-tiba merasa lapar.
Tak hanya itu, Alasya juga memutuskan untuk menjelajahi seisi supermarket tersebut dan membeli beberapa barang yang menurutnya akan ia gunakan. Walaupun ia tak yakin akan hal itu. Intinya, saat ini Alasya hanya ingin berbelanja. Hingga tanpa sadar, troli belanjanya sudah penuh dengan berbagai jenis barang di dalamnya.
Setelah puas berbelanja, barulah Alasya bisa berjalan menuju kasir dengan langkah ringan dan senyum lebar yang terulas di bibirnya.
Sembari menunggu petugas kasir menghitung belanjaannya, Alasya hanya bisa berdiri sembari memandangi sang petugas kasir yang bergerak dengan cukup cepat. Seperti orang yang benar-benar telah terlatih.
“Semuanya 101.9 dolar,” ujar sang kasir setelah mengutak-atik komputernya beberapa saat.
“Baik,” ucap Alasya kemudian mengeluarkan dompet dari dalam saku jersey-nya.
Tidak. Itu hanya niat awal Alasya. Karena, tiba-tiba saja ia tak bisa menemukan dompetnya di dalam saku. Berkali-kali ia mencari dompetnya, namun ia tetap tak bisa menemukannya di mana pun.
Sementara itu, sang petugas kasir yang melihat Alasya tengah mencari-cari dompet mulai terlihat kesal karena Alasya yang terlalu lama.
‘Gawat! Aku lupa membawa dompet,’ batin Alasya merutuk.
“Tunggu sebentar,” ucap Alasya pada petugas kasir yang tak memberikan jawaban.
‘Bagaimana ini? Aku bahkan tidak membawa uang sepeser pun. Petugas kasirnya juga sudah melihatku dengan tatapan tajam sejak tadi,’ batin Alasya mulai panik.
‘Ah! Sudahlah. Aku batalkan saja. ‘Toh, aku juga tidak bisa membawa belanjaanku pulang, karena tidak bisa membayar. Dan lagi, biar petugas kasirnya semakin kesal,’ batin Alasya.
“Aku-” Ucapan Alasya seketika terhenti ketika seseorang memegang lengannya. Sontak, mata Alasya membulat saat menoleh dan melihat orang yang memegang lengannya tersebut.
“Kau!” seru Alasya.
-------
Love you guys~