Mata bulat Syena terus menatap tajam secara bergantian dua kalung yang kini ada di hadapannya. Kini ia sedang berada di toko perhiasan sibuk tengah fokus memilih mana yang harus ia beli.
"Hm..., harusnya lebih mudah memilih untuk orang lain ketimbang diri sendiri. Tapi ini benar-benar pilihan yang sulit," Syena bergumam sambil menggaruk belakang telinganya bingung, entah sudah berapa lama ia menatap dua kalung itu.
"Udah tahu mau pilih yang mana mbak?" salah satu pegawai toko bertanya pada Syena.
"Saya pilih yang ini aja deh mbak, tolong di bungkus rapi ya mbak, soalnya untuk dijadiin hadiah spesial." ujar Syena akhirnya memutuskan salah satu walau sebenarnya ia masih bimbang.
Pegawai tersebut mengangguk seraya tersenyum ramah, "baik mbak tunggu sebentar, mbak silahkan duduk dulu."
Syena mengangguk dan duduk di salah satu kursi yang tersedia.
"Bukankah itu Bara??" Syena kaget mendapati seorang pria kini berjalan masuk ke dalam toko.
Disisi lain, langkah Bara terhenti menyadari kehadiran Syena yang kini melambai ke arahnya dengan senyum lebar, ia berusaha untuk tak peduli, tapi kini gadis itu sudah jelas-jelas memanggil namanya yang membuat Bara mau tak mau kini berjalan menghampiri gadis itu.
"Waaaah, bukankah kita benar-benar berjodoh? Bahkan kita bertemu lagi tanpa direncanakan." Syena bicara sambil menarik Bara untuk duduk di sebelahnya.
"Kenapa kamu juga kesini?" tanya Bara tampak tak senang dengan pertemuan mereka.
"Ya mau beli perhiasan lah."
"Kenapa tidak di tempat lain?"
Syena menarik sudut bibirnya menatap pria disampingnya itu dengan tatapan malas, "aku duluan yang kesini, bilang aja kamu ngikutin aku kan? Lagian kamu sendiri ngapain kesini?"
"Tentu aku juga mau beli perhiasan."
Syena mengerutkan dahinya, "untuk dirimu sendiri?"
"Tentu saja tidak, aku membeli untuk orang lain."
"Apa itu untukku?? Wah, aku tidak tahu kamu akan sebaik ini, kalau begitu silahkan pilihkan yang terbaik menurutmu, aku bukan tipe yang terlalu pemilih kok asal itu dari kamu."
Bara memutar bola matanya malas, "kamu pikir kenapa aku harus memberimu sesuatu? Lagipula kamu sendiri sudah beli perhiasan."
Syena dengan cepat menggeleng, "aku tidak membeli untuk diriku sendiri. Aku membeli kado ulang tahun untuk mamiku."
"Terserah saja, aku tidak peduli."
Ingin sekali Syena mencubit Bara, tapi ia harus mengambil pesanan miliknya sekaligus membayar.
Melihat Syena yang sudah beranjak pergi membayar, Bara pun mulai bergerak melihat lihat berbagai perhiasan yang mungkin akan ia beli nanti.
"Dia tidak begitu suka sesuatu yang terlalu menonjol, hanya butuh sesuatu yang sederhana dan manis," Bara mempersempit perhatiannya ke arah perhiasan yang tampak simple.
"Beli apa? Gelang??" tiba-tiba Syena sudah ada disamping Bara ikut melihat.
Bara hanya diam dan terus fokus melihat berbagai gelang yang terpampang.
"Kamu beli untuk siapa? Apa dalam waktu dekat mamamu juga akan ulang tahun? Kamu beli hadiah ulang tahun juga?" tanya Syena lagi ikut mencari sesuatu yang menarik, namun Bara tetap tidak menjawab apapun.
"Ini bagus, apa kamu tak tertarik?" Syena menunjuk salah satu gelang agar Bara juga ikut melihat dan mempertimbangkannya.
Bara melihat pilihan Syena kemudian dengan cepat menggeleng, "Alina tidak begitu suka perhiasan yang tampak glamour. Aku hanya butuh yang sederhana."
Kontan saja jawaban Bara membuat Syena kaget sampai membelalakkan mata menatap Bara, "kamu akan membelikan wanita itu!?"
"Aku ingin menemuinya malam ini dan memberikan sesuatu."
"Untuk apa!?"
"Apa aku perlu alasan? Aku hanya ingin," jawab Bara santai terus memperhatikan berbagai perhiasan.
"Bara!! Apa aku tidak memberi tahumu untuk memikirkan lagi perasaanmu itu pada Alina!?"
"Berapa kalipun aku memikirkannya, tidak akan ada yang berubah."
Syena yang mendadak merasa emosi tanpa aba-aba kini menarik Bara keluar dari toko perhiasan secara paksa.
"Kamu apa-apaansih?" Bara menarik tangannya agar lepas dari Syena.
"Kamu yang apa-apaan! Bisa nggak sih kamu itu sedikiiiiit aja bisa logis? Kamu harus tahu kalau kamu nggak akan bisa sama Alina!" Syena berusaha menyadarkan Bara.
"Syena, bisa nggak kamu itu berhenti melakukan hal yang nggak seharusnya kamu lakuin? Tahu apa kamu tentang ini semua?"Bara agaknya juga sudah mulai muak dengan Syena yang terus merecokinya.
Syena menarik napas dalam sambil menyisir sekilas rambut cokelatnya dengan jari-jemarinya, "Bara, aku udah usaha untuk nahan diri biar nggak ikut campur dalam hal ini. Tapi tampaknya aku harus sadarin kamu yang terlihat sangat menyedihkan."
"Apa!?"
Syena mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya lalu menunjukkan sebuah foto pada Bara, "aku udah coba nunggu sampai Alina sendiri yang bisa jelasin ini ke kamu, tapi tampaknya butuh waktu terlalu lama sedangkan aku sudah tidak tahan melihat tingkah kamu."
Bara membeku melihat layar ponsel Syena yang menunjukkan sebuah foto yang menampilkan Alina dengan seorang pria, "Sakya??" Bara bergumam pelan menyadari siapa yang sedang bersama Alina dalam foto itu.
"Kamu dapat foto ini darimana!?" tanya Bara kini begitu penasaran pada Syena.
"Aku lihat dengan kepalaku sendiri, dan ini terjadi saat kamu berada di Singapura."
"Jadi ternyata..."
Syena mengela napas panjang sembari menyimpan lagi ponsel miliknya itu, "aku tahu kamu secinta itu pada Alina. Tapi apa selama ini kamu merasa rasa itu memberikan timbal balik? Aku hanya geram melihat ini."
Bara hanya diam dengan raut wajah yang entah melambangkan apa, tapi yang pasti kini ada rasa kalut yang menyelimuti jiwa Bara.
Melihat itu Syena jujur saja merasa agak bersalah, namun disisi lain ia merasa lebih lega karena sudah tak perlu menahan diri lagi memberi tahu pasal masalah ini pada Bara. Apapun tindakan dan keputusan Bara setelah ia melihatkan ini semua, Syena tentu tidak bisa bertindak apa-apa lagi. Tapi yang jelas, Syena pasti akan marah besar jika Bara tak mengindahkan foto yang baru saja ia perlihatkan.
"Aku harus balik ke kantor sekarang," Bara tiba-tiba saja berlalu meninggalkan Syena.
"Bara!" Syena coba memanggil dan mengejar, namun melihat langkah Bara yang semakin besar dan kencang membuat Syena memilih untuk mengurungkan niatnya mengejar.
"Aku tidak melakukan hal yang salah kan? Lagipula salahnya Alina juga yang kelamaan ngomong ke Bara. Ngasih tahu Bara hal ini membuatku merasa bersalah saja," Syena ragu sambil kini coba meyakinkan diri kalau tindakannya tak salah sama sekali.
"Ah, tapi aku khawatir pada Bara. Apa dia akan baik-baik saja? Dia pasti sedih sekali, tapi dia tidak akan melakukan hal aneh kan?" Syena tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya terhadap Bara. Setelah melakukan hal barusan, Syena jadi merasa harus bertanggung jawab atas segalanya.
"Aku harus ikuti Bara sekarang!"