15. Your Way

1158 Words
Setelah sampai di suatu tempat yang sebelumnya Syena inginkan, kini Bara dan Syena duduk saling berhadapan dengan makanan yang terhidang di hadapan masing-masing. "Apa kamu sudah makan malam sebelumnya?" tanya Bara pada Syena saat menyadari lagi-lagi wanita itu banyak melamun saat makan, ia makan dengan tidak bersemangat. "Ouh, belum kok. Kenapa memangnya?" Syena mengangkat kepalanya melihat Bara. "Lalu kenapa kamu makan dengan sangat lambat dan lesu? Apa kamu tak menyukai makanannya? Tapi kamu sendiri yang minta ke sini kan?" Syena menarik sudut bibirnya melihat piring milik Bara yang hanya menyisakan sedikit lagi makanan, "apa seharian ini kamu belum makan? Kenapa makannya cepat sekali?" "Kamu yang terlalu lambat." Syena tidak menjawab dan coba fokus untuk menghabiskan makanannya dengan cepat. "Tadi aku melihatmu bicara dengan seseorang di depan apartemen." Bara membuka pembicaraan karena ia masih penasaran dengan siapa tadi Syena bersitegang. "Tadi??" "Iya, seorang pria. Saat aku menghampirimu pria itu sudah pergi." jelas Bara. "Ouh, dengan Kak Tristan." "Tristan? Ah, aku baru sadar kalau kalian bersaudara." Syena memutar bola matanya malas, "kamu memang tidak tahu apapun tentang aku." "Setidaknya aku sudah ingat nama lengkapku." "Benarkah??" Syena menatap dengan ragu sekaligus ingin memastikan. "Kamila Syena Belvina," Bara menjawab dengan sangat yakin dan bangga. Syena tersenyum, "dari mana kamu tahu?" "Kamu tidak perlu tahu itu." "Kalau begitu tolong folback, aku sudah mengikutimu di instagram." "Oh ya? Sejak kapan?" "Benar-benar tidak ada perhatian," Syena geleng kepala. "Aku tidak begitu sering bermain social media," Bara memberikan pembelaan, "jadi tadi kamu bertengkar dengan kakakmu?" Syena menghembuskan napas pendek, "sudah biasa. Kakak beradik memang sering bertengkar kan? Ah, kamu kan anak tunggal, mana paham." "Apa yang kalian ributkan?" Syena angkat bahu, "apa kamu kenal Tristan? Kamu tidak perlu bertanya jika kamu tahu siapa dia." Bara mengerutkan dahinya karena ia hanya kenal sosok kakak dari Syena itu sekedarnya saja, "masalah apa yang membuat kalian sampai bertengkar di depan umum seperti itu? Tidak bisakah membicarakannya secara baik-baik?" Syena terdiam sejenak hingga akhirnya ia tersenyum kecil, "memalukan sekali ya? Aku berharap juga merupakan anak tunggal sepertimu." "Kamu tidak seharusnya bicara seperti itu, memiliki saudara adalah hal yang harus kamu syukuri, seburuk apapun saudaramu setidaknya kamu tidak sendirian." Syena terkekeh pelan, "sendirian jauh lebih baik daripada memiliki saudara seperti Tristan." Bara menatap Syena heran sekaligus penasaran, bagaimana bisa Syena bicara seperti itu? Apa memang seburuk itu hubungannya dengan kakaknya? Atau saat ini Syena hanya sedang terbawa emosi karena baru saja ribut dengan Tristan. "Aku selalu mendengar orang mengatakan kalau seorang perempuan sangat beruntung jika memiliki kakak laki-laki, tapi aku rasa itu tak berlaku pada semua kasus," Syena memberi tahu dengan wajah tertawa merasa itu adalah hal lucu, namun Bara sadar kalau Syena merasa sangat tidak baik-baik saja dengan itu semua. Untuk saat ini Bara memilih untuk tidak membahas hal ini lebih lanjut karena sepertinya Syena merasa tak nyaman dengan pembahasan ini. "Jadi kapan kamu mau ke apartemenku hm?" Syena kini berubah semangat saat kini membuka topik pembicaraan baru. "Kenapa aku harus ke apartemenmu?" "Hei, bukankah kita sudah menyepakatinya??" "Sepertinya kamu salah paham." Syena mengerutkan dahinya, "apanya yang salah paham?" "Kita sepakat untuk membahas alasan kamu terus menggangguku, bukannya kesepakatan bertemu di apartemenmu." Bara menjelaskan demi meluruskan pola pikir Syena yang sudah salah. "No! Kalau nggak gitu aku nggak mau." "Lah kok gitu sih!?" "Ya harus gitu. Hm, kalau gini aja gimana?" Syena mulai merancang kesepakatan baru. "Apa lagi?" Bara sudah merasa yakin kalau ini tidak akan lebih baik. "Kamu bilang aja deh kapan kamu bisa, aku bisa kapan aja kok. Aku bisa sesuain waktu dan keadaan demi kamu." "Udahlah, ngomong sekarang aja. Ayo cepat!" "Aduuuh Bara, kan udah bilang kalau ini adalah hal yang sangaaaaat rahasia. Sangat serius dan gak boleh ada yang tahu." "Aku yakin kamu hanya mengada-ada dan mengulur waktu, benar kan?" Bara sudah sangat curiga dengan gelagat Syena. "Aku udah bilang aku bisa kapan aja loh." "Emangnya kamu nggak punya kesibukan? Kenapa kamu betah banget sih nyediain waktu untuk main-main denganku?" Bara kini mulai terus terang mengenai hal yang membingungkan untuknya mengenai Syena yang bahkan bisa saja muncul tiba-tiba di depan dirinya. "Ini nih, karena kamu nggak tahu apa-apa tentang aku jadinya kamu bingung sendiri kan? Yaudah gimana kalau agenda kita hari ini adalah kamu harus mempelajari seorang Syena. Okey?" Dengan cepat Bara menggeleng tak setuju, "kenapa aku harus melakukan itu? Nggak, terima kasih." Syena menarik napas dalam menenangkan diri berusaha tetap meladeni Bara penuh senyum, "kita nggak bisa saling berhubungan kalau ada ketimpangan di antara kita. Pengetahuan kamu yang cuma sampai tahu nama lengkap aku aja, nggak sebanding dengan seberapa banyak pengetahuanku tentang kamu." "Siapa memangnya yang ingin terus berhubungan denganmu?" "Okey kita mulai sekarang," seolah tak mendengar perlawanan Bara, Syena kini melanjutkan agenda yang sudah ia putuskan, "saat menyelesaikan program sarjana, Bara melanjutkan kuliahnya di Amerika untuk program S2, lalu apa yang dilakukan oleh Syena?" "Mana aku tahu, tak peduli," jawab Bara tak tertarik. "Disaat itu, Syena memutuskan untuk pulang ke Indonesia untuk mengurus restoran sambil meningkatkan kemampuan memasak." Syena menjelaskan dengan sederhana tanpa peduli apa Bara menunjukkan perhatiannya atau tidak. "Bara terus fokus dengan program S2 sambil coba masuk ke dalam pengurusan perusahaan otomotif milik keluarganya yang pastinya nanti mau tak mau benar-benar akan ia urus sepenuhnya. Di sisi lain Syena juga terus berjuang meniti karier dalam hal bisnis makanan, hingga akhirnya aku bisa mengatur tentang restoran keluarga yang hampir tutup dan mengembangkannya." Syena melanjutkan penjelasannya. "Jadi kamu sekarang mengurus restoran dan pandai memasak?" Bara memastikan. Walau awalnya menunjukkan kalau ia tak tertarik dengan penjelasan Syena, namun nyatanya ia juga penasaran. Syena menaikkan alisnya bangga, "kamu sekarang sedang berhadapan dengan seorang chef cantik, Tuan Adibara." Bara menggeleng, "kamu tak terlihat seperti itu. Kamu sedang membohongiku?" Untuk kali ini Syena sedikit kesal dengan aksi penolakan fakta oleh Bara, ia bergerak menunjukkan kedua telapak tangannya pada Bara, "apa tanganku tidak bisa menjelaskannya padamu? Aku sudah menghabiskan banyak waktuku di dapur sejak masih sangat muda." Bara hanya melihat tangan Syena sekilas dan memiringkan kepala, ia tidak mungkin bisa membaca seseorang hanya dari tangannya. "Aku bahkan sudah bergerak untuk menjadi celebrity chef," Syena kembali menarik tangannya. "Oh ya??" "Tapi aku mundur dan tak ingin melanjutkannya." "Kenapa??" Syena diam sebentar kemudian angkat bahu, "aku rasa aku tidak akan nyaman walaupun wajahku sudah sangat mendukung untuk selalu muncul di public." "Kamu benar-benar sangat percaya diri." Syena tertawa, "aku tahu kamu juga tak akan bisa memungkiri itu. Nah karena sekarang keadaan restoran sedang sangat baik, makanya aku bisa lebih bebas untuk nyesuain diri untuk kamu. Sekarang paham? Kamu selalu menanyakan apa aku tidak punya kesibukan, itulah jawabannya. Aku bisa kesampingkan banyak hal kalau untuk kamu." "Entah kenapa aku merasa tidak bahagia dengan itu." "Sebentar lagi kamu akan sangat sadar betapa beruntungnya kamu." Bara memilih untuk tidak meladeni Syena lagi, karena ia pasti tidak akan ada habisnya. "Baiklah, aku akan ikuti caramu. Besok malam aku akan ke apartemenmu dan kamu harus jelaskan semuanya, sekaligus kamu buktikan kalau kamu memang seorang chef seperti yang kamu ceritakan." Bara menarik kesimpulan. "Nah dari kamerin dooong!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD