Malam ini Bara sedang berdiri di depan cermin melihat sekilas dirinya yang kini sudah bersiap hendak pergi keluar. Ia bergaya lebih santai dari biasanya, mengenakan celana jeans dan kaos oblong yang dilampisi jaket hitam. Seperti janjinya kemarin, ia akan datang ke apartemen Syena.
"Wiih, keren nih." tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkan Bara.
"Ya ampun, bikin kaget aja, Ma." Bara melihat mamanya kini masuk ke dalam kamar dan duduk di sudut ranjang memperhatikan dirinya, "kenapa ma?"
"Enggak ada apa-apa, cuma lihat kamu aja."
Bara mengerutkan dahinya sambil kini merapikan beberapa barang yang ada di atas meja kerja yang ada di dalam kamarnya ini, "aku mau keluar bentar ya ma."
"Iya, lama juga nggak papa kok."
"Eh?"
Mama tampak tersenyum-senyum melihat putra semata wayangnya itu, "titip salam untuk Syena ya."
Bara terkejut, "lah kok mama tahu aku mau ketemu Syena?"
"Syena sendiri yang ngomong sama mama."
Bara makin terbelalak, "apa?? Ngapain??"
"Ya Syena ngasih tahu aja, sekalian dia nanya kamu sukanya apa karena dia mau masakin kamu makan malam. Duuh, manis banget ya Syena itu? Mama juga pengen dimasakin Syena. Syena itu hebat masak kan?"
Bara benar-benar tidak menyangka kalau Syena akan menghubungi mamanya, "manis apanya? Yang ada sih sepet."
"Husss Bara nggak boleh ngomong gitu."
"Lah emang iya kok."
"Walaupun begitu kamu tetep suka kan?" goda mama begitu senang. Setidaknya mama Bara merasa lebih lega akhirnya Bara tidak terus hanya bersama Alina.
"Ya ampun mama, jangan salah paham dulu tentang aku dan Syena. Aku dan Syena nggak ada apa-apa sama sekali."
"Gimana mama nggak salah paham kalau kamu aja mau main ke apartemennya Syena. Oh iya Bara, mama ingetin nanti disana kamu jangan aneh-aneh ya, ingat pesan mama kalau kamu tetap harus jaga diri dan nama baik keluarga kita."
"Apaansih ma? Emang aku mau ngapain? Aku ketemu Syena hanya karena ngebahas hal penting, Syena nya aja yang lebay, jadi mama nggak usah mikir macam-macam."
Bara diam sejenak memperhatikan Bara sambil memasang wajah berpikir, "emang kamu nggak tertarik sama Syena?"
"Enggak."
"Kenapa?"
"Ya karena nggak suka aja."
"Tapi kan Syena itu cantik."
Bara menghela napas panjang, "cantik doang buat apa sih ma? Lagian Syena juga nggak cantik cantik banget tuh."
"Tapi dia juga baik loh anaknya Bara." Mama terus memuji sambil penasaran kenapa Bara tak menyukai sosok Syena.
"Mama nggak tahu sifat aslinya dia, di depan mama aja baik, nyatanya aku lebih tahu gimana Syena itu. Dari semua wanita yang mama dan papa kenalin ke aku, kalau ada peringkat Syena itu ada di paling akhir."
Mama mengerutkan dahi mendapati Bara terus mengucapkan penilaian buruk pada Syena, "kalau memang begitu, kenapa dari semua perempuan cuma Syena yang kontakannya cukup lama sama kamu? Yang lain baru satu kali ketemu langsung hilang."
"Itu karena sebelumnya kami udah saling kenal dan dia itu wanita yang aneh."
"Lah urusannya apa?" mama tak mengerti dengan maksud ucapan Bara.
Bara menggaruk sekilas belakang kepalanya yang tak gatal karena bingung, "duh susah dijelasin dengan kata-kata. Intinya mama jangan salah paham dengan hubungan aku dan Syena. Kalaupun mama ingin tahu, hubungan kami lebih seperti rival."
"Hah??"
"Udah ya ma, aku mau jalan dulu."
"Hati-hati di jalan ya nak, nggak pulang juga nggak papa."
"Astaga mamaaa!?"
*
Bara berjalan santai menelusuri lorong apartemen coba mencari mana apartemen milik Syena. Setelah memastikan ia sudah berada di pintu yang benar, Bara menekan bel.
Beberapa kali Bara menekan bel hingga akhirnya pintu terbuka menunjukkan Syena yang tersenyum lebar.
"Kamu sudah sampai? Ayo masuk," ajak wanita yang masih memakai apron tersebut.
"Kamu belum selesai memasak?" tanya Bara mengikuti Syena yang langsung mengarah ke ruang makan.
"Udah kok, cuma tinggal nyajiin aja. Kamu duduk disini ya." Syena mempersilahkan Bara untuk duduk dan ia bergerak ke dapur.
Bara duduk sambil memperhatikan meja yang sudah di tata sangat rapi sebelumnya, ia beralih memperhatikan Syena yang datang dengan membawa beberapa makanan di tangannya, "kamu masak banyak?"
"Enggak kok, biasa aja." jawab Syena terus bolak balik mempersiapkan semuanya.
"Kamu masak dengan rambut dibiarkan tergerai seperti itu?" tanya Bara penasaran karena ia selalu melihat Syena dengan rambut dibiarkan tergerai bebas bahkan saat masak sekalipun.
"Memangnya kenapa? Itu tidak menggangguku sama sekali." Syena malah balik bertanya sambil melepaskan apron dan ikut duduk di hadapan Bara.
"Aku tidak berpikir kalau kamu akan menelpon orang tuaku."
Syena tertawa, "tentu aku harus menelpon mamamu untuk memastikan kalau aku tidak salah memberi makan anaknya."
"Terlalu berlebihan."
"Ternyata kamu nggak ribet ya soal makanan. Kata Tante Manda kamu bisa makan semuanya tanpa ada pantangan sama sekali."
"Selagi itu bisa dimakan, kenapa harus banyak aturan?" jawab Bara santai membenarkan pernyataan mamanya.
"Baguslah, aku menyukai orang seperti itu karena bisa aku beri makanan apapun."
"Kamu sendiri banyak masalah dengan makanan."
Syena mengerutkan dahinya mendengar penuturan Bara, "hah??"
"Saat di bandara waktu itu kamu mengeluh dengan rasa makanan yang tidak enak. Aku rasa kamu juga ribet dalam banyak hal dan aku tidak menyukai orang seperti itu."
Syena tersenyum, "walau ucapanmu agak tak menyenangkan tapi setidaknya aku senang kamu memperhatikan dan mengingat sesuatu tentangku. Tapi sebenarnya aku hanya kritis dalam hal makanan, dan aku bukanlah tipe yang ribet kok. Kamu akan menyukaiku."
Bara hanya diam berusaha tak peduli dengan ucapan Syena.
"Baiklah ayo silahkan di makan. Tante Manda bilang kamu suka olahan daging, aku persiapkan ini dengan sangat baik." Syena kini mempersilahkan Bara untuk memakan makanan yang sudah ia siapkan di hadapannya.
"Kamu tidak masukkan sesuatu seperti racun atau apapun kan?" Bara sudah memegang sendok, namun ia langsung menghentikan gerak tangannya karena curiga.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu pada seseorang yang sudah berusaha mempersiapkan dengan sepenuh hati hidangan untukmu. Lagipula aku tidak akan merusak makananku dengan hal tak berguna seperti itu."
Bara pun berusaha mengusir rasa curiganya dengan minum seteguk air dulu dan lanjut menyantap makanan utama.
Syena masih diam karena menunggu Bara menyantap makanannya dan menunggu respon pria itu tak sabar, "bagaimana? Kamu menyukainya?"
Bara yang sudah menikmati suapan pertama kini terdiam menatap makanan di piringnya dan Syena secara bergantian, ia tidak menyangka kalau akan seenak ini, bahkan ia merasa ini adalah makanan terenak yang pernah masuk ke dalam mulutnya.
"Hm...," Bara hanya mendeham kecil, ia merasa aneh untuk memuji Syena, namun lidahnya benar-benar tak bisa berbohong.
Syena tertawa melihat respon Bara dan melahap makanan miliknya lalu menunjukkan wajah terkejut, "wuah, bahkan aku sendiri terkejut dengan rasa makananku sendiri, aku memang hebat."
Bara kembali melahap makanan dengan semangat, bahkan nafsu makannya yang beberapa hari ini menurun langsung terbangkitkan seketika, "aku rasa kamu memang tidak berbohong saat kamu mengatakan kamu adalah seorang chef."
"Tentu saja. Kamu sangat menyukainya bukan? Wajahmu tak bisa berbohong."
Bara hanya mengangkat alisnya dan lanjut untuk makan.
*
"Kamu menikmatinya?" tanya Syena saat kini mereka sudah selesai dengan makanan utama.
"Terima kasih, apa perlu aku bantu bereskan?" Bara ikut bergerak hendak merapikan melihat Syena sudah berdiri dan mengumpulkan piring kotor.
"Eits tidak tidak tidak, duduk saja dan tunggu makanan selanjutnya." Syena menahan Bara untuk tidak ikut bergerak.
Bara mengerutkan dahinya, "makanan selanjutnya??"
"Tentu harus ada makanan penutup dong."
Bara tertawa, "aku merasa sedang berada di pelayanan restoran."
"Ini lebih istimewa karena kamu langsung dilayani chef vvip. Lain kali kamu juga harus datang ke restoranku," ujar Syena lancar kini sibuk membersihkan bekas makanan dan kini menggantinya dengan sebuah hidangan penutup.
"Kamu mempersiapkan sebegitunya?" jujur saja pelayanan Syena jauh diatas ekspektasi Bara. Ia pikir Syena hanya akan menyiapkan makan malam sekedarnya, tapi ternyata Syena sangat memperhatikan setiap detailnya.
"Karena kamu mempertanyakan kemampuan masakku, tentu aku harus lakukan sebagaimana biasanya aku sebagai chef. Maaf aku tadi tidak menyiapkan makanan pembuka, lain kali aku akan lebih baik menyiapkan segalanya." Syena kini kembali duduk sembari sedikit merapikan rambutnya.
"Bahkan ini sudah berlebihan untukku."
"Ayo makan hidangan penutupnya. Kalau boleh aku beritahu, aku sangat bisa membanggakan diri untuk hidangan dessert."
"Benarkah??" Bara bertanya sambil kini bersiap memegang sendok hendak menyantap makanan yang bertemakan buah-buahan itu. Setelah memakan menu utama yang sangat enak, tentunya kini Bara memiliki ekspesktasi tinggi dan tak sabar terhadap makanan yang Syena banggakan.
"Bagaimana??" tanya Syena saat sesuap dessert masuk ke mulut Bara.
Bara tidak bisa menahan senyumnya saat merasakan sensasi unik di mulutnya, "untuk kali ini aku terima ucapan sombongmu."
"Tentu saja, aku dipuji banyak orang dan memiliki gelar The Queen of Dessert. Bahkan aku sangat cantik dan manis seperti dessert yang kubuat."
"Walau ingin sekali mengumpat atas ucapanmu, tapi aku tidak akan menyangkal bagian awal kalimatmu."
"Bara, kamu tahu kenapa aku bikin ini nggak?"
"Kenapa??" Bara diam sebentar dan memperhatikan dessert miliknya.
"Pisang, kiwi, blueberry, apel, aku memilih buah-buahan yang bagus untuk pembentukan otot," Syena tersenyum aneh sambil mengedipkan matanya pada Bara.
Bara menghela napas panjang, "kamu sedang berusaha menggodaku lagi?"
Syena tertawa, "ini karena aku menyukai ototmu yang pemalu itu."
"Bisa kita bicarakan sekarang?"
"Eh??"
"Tentu kamu ingat kenapa aku datang kesini kan?"
"Eum, untuk mencoba makananku?"
Bara memutar bola matanya malas, "jangan berlagak lupa Nona Syena."
"Okey okeyyy, aku akan bicara sekarang."