“Sekretaris kantor Hans, Ma. Hans izin angkat telepon dulu.” Tanpa menunggu jawaban kedua orang tuanya, Hans beranjak dan menepi sedikit jauh dari ruang keluarga. Yasmin tahu, pastinya Davina-lah yang menelepon. Gerak-gerik mata suaminya terlihat gelisah dan ia bisa melihatnya walau dari kejauhan. “Yasmin, kalau Hans macam-macam, jangan sungkan bicara sama Mama, ya. Mama bakal jadi garda terdepan buat bela kamu.” Yasmin mengangguk. “Iya, Ma. Mas Hans selalu bersikap baik, kok.” Mau bagaimanapun, ia harus menutupi keburukan suaminya. Entah terbuat dari apa hatinya sampai mampu bersikap sabar sejauh ini. “Kamu pinter banget buat kue, Yasmin. Masakan juga sangat enak. Kenapa tidak buka usaha saja, Nak?” Kali ini Hanggara yang memberi pertanyaan. Ia memang tipe pria yang selektif dengan

