2. Dia

653 Words
Raka merasa, ia tidak bisa terus terpuruk. Ia harus bangkit dan membuktikan pada semua orang, terutama Ara, bahwa ia juga bisa seperti Rama. Raka tidak habis pikir, kenapa kekasih dan kakaknya begitu tega? Dua bulan lalu hubungan Raka dan Ara masih baik-baik saja. Semua berjalan seperti biasa. Tetapi baru dua bulan berlalu, kabar buruk pun datang. 'Mungkinkah mereka sudah lama mengkhianatiku?' Itulah yang ada di dalam benak Raka sekarang. "Move on, Bro. Move on ...." Tepukan Farel di pundak Raka mengagetkannya. Farel adalah sahabat Raka. Satu-satunya orang yang tahu segala hal tentang Raka. "Nggak segampang itu." "Gue tahu, seenggaknya buka hati lo!" "Gue nggak tahu, apa masih bisa gue buka hati gue." "Jangan ngomong gitu, masa iya gara-gara patah hati lo bakalan jomblo seumur hidup lo." "Ya nggak gitu juga." "Ya, terus?" "Gue butuh waktu." "Bisa dicoba tuh sama cewek berkacamata itu?" ucap Farel. Raka mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Farel. Gadis itu tampak menunduk. Sepertinya dia salah tingkah. "Emang siapa dia?" "Kalo nggak salah namanya Alysa. Dari Indonesia juga." "Terus?" "Lo nggak nyadar?" "Nyadar apaan?" "Udah lama kali dia suka merhatiin lo." "Merhatiin gue?" "Iya." "Dari mana lo tahu?" "Di mana ada lo, dia suka nyuri pandang sama lo. Lo lihat dia kan, dari tadi dia merhatiin lo. Tapi sekarang, coba liat! Dia nunduk kayak salting." "Masa, sih?" "Ye elo, dari kemaren fokus lo cuma sama Ara, sih." Raka memperhatikan gadis itu. Gadis berkacamata, yang tetap terlihat modis. Akhirnya Raka berkenalan dengan Alysa. Mereka menjadi teman. Bagi Raka, Alysa adalah teman yang enak diajak ngobrol. Mereka menjadi sering bersama. Farel pun sepertinya sengaja memberikan waktu untuk mereka agar lebih dekat. Setidaknya, sekarang Raka bisa mengalihkan rasa sakit hatinya. Sedikit melupakan Ara. *** Hai, namaku Alysa. Aku berasal dari Indonesia. Sudah lama aku mengagumi Raka. Memperhatikannya secara diam-diam. Selalu mencuri pandang padanya. Bisa dibilang, aku mengidolakan pria. Entah apa yang membuatku begitu mengaguminya. Tanpa diduga, dia mengajakku berkenalan. Aku pun tak menyia-nyiakannya. Sampai akhirnya kami menjadi dekat. Perlakuannya begitu manis padaku. Banyak yang mengira kami pacaran. Meskipun pada kenyataannya tidak. Tetapi aku cukup nyaman dengan keadaan itu. Selain dengan Raka, aku juga berteman dengan Farel. Tentu karena sekarang aku berteman dengan Raka, otomatis aku juga berteman dengan Farel. Di kampus tempatku kuliah, sudah biasa adanya pemandangan di mana seorang mahasiswa memeluk, merangkul bahkan mencium teman wanitanya. Itu juga yang dilakukan Raka padaku. Meskipun hanya sekadar merangkul dan memeluk. Tetapi cukup membuatku panas dingin. "Hayoo ngelamunin jorok ya?!" sentak Raka padaku yang sedang melamunkannya di pojok meja kantin kampus. "Ye ... enak aja, emang lo!" "Emang. Gue emang selalu gitu kalo deket sama lo," ucap Raka tanpa dosa, kemudian menyeruput jus jerukku. Sudah terbiasa bagi kami untuk berbagi minuman dan makanan. "Jangan mulai deh, Ka ...," pintaku. Karena ucapannya yang seperti itu, selalu membuatku salah tingkah. "Kenapa? Baper, ya?" goda Raka sambil tersenyum mengejekku. "Siapa juga yang baper?!" "Elo lah, masa gue." "Nyebelin, lo," ucapku sambil berdiri berniat pergi dari hadapan Raka. Namun, Raka menarikku hingga aku terduduk di pangkuannya. "Kenapa sih, Ka?" Aku berniat berdiri lagi, tetapi Raka menahanku. Hingga tak sengaja aku merasakan sesuatu yang mengeras di bawahku. "Ka ...," panggilku nyaris berbisik. "Gue nggak bohong, lo bisa kan ngerasainnya?" ucap Raka dengan berbisik juga. Aku terdiam. Wajahnya semakin mendekat ke arahku. Hingga bibirnya menempel di bibirku. Aku kaget. Ini pertama kalinya Raka melakukannya. Pertama kali juga untukku berciuman dengan seorang pria. Aku masih diam tak merespons ciuman Raka. Sampai Raka menggigit bibirku hingga aku melakukan apa yang Raka lakukan. Ciuman kami akhiri, saat napas kami mulai terengah. Raka mengusap bibirku dengan ibu jarinya. "Manis ...." Aku tertunduk malu mendengar ucapan Raka. "Lo kenapa, sih, udah kuliah juga, masa dicium aja muka lo udah kayak gitu ...," ledek Raka. "Udah ah, gue mau ke kelas." Aku turun dari pangkuan Raka. Meninggalkannya. Namun, Raka mengejarku kemudian merangkul pinggangku posesif, seolah aku kekasihnya. 'Hhhhhh, seandainya kita bisa lebih dari teman,' batinku. TBC. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD