Pertemuan Sesaat

1245 Words
Gadis itu menerjap-nerjapkan kedua bola matanya, sosok Eric Middleton-lah yang membuatnya tidak dapat berkutik. Tatapan itu lurus pada pria yang tengah berbicara dengan wajahnya yang tampan. Beberapa detik selanjutnya tatapan sosok bagaikan Dewa Yunani itu beralih padanya. Veronika merasakan napasnya sulit ia tarik, ia tercekat, begitu indahnya wajah rupawannya, kedua bola mata yang berwarna cokelat-kebiruan yang menatap dengan teduh, bibir tipis yang pink sedikit terbuka menampilkan sosok santainya nan seksi, rahang yang tegas itu tercetak sempurna di wajahnya yang indah, jakunnya yang terlihat menggoda di leher kokohnya membuat jantung Veronika berdebar dua kali lebih cepat. Tangan yang cukup besar itu sedikit terangkat, mengodekan untuk memanggil. P-pria itu memanggilku? Veronika salah tingkah, ia berusaha tetap tenang dan melangkah santai. Namun, langkah yang mendahuluinya membuatnya tersadar bahwa bukan ia-lah yang dipanggil. Veronika memutar kedua bola matanya sebal bersamaan menghela napas. Segera ia melanjutkan langkah kaki menuju pintu keluar. Tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah pria dewasa itu untuk mengetahui apa yang tengah dikerjakannya. Tanpa sadar ia menyeruput kopi yang ia pegang beberapa kali. “Astaga!” Sadar atas kebodohannya, Veronika memukul keningnya, ia memutar tubuhnya dan kembali membeli kopi Esspreso Shot yang telah ia minum tadi. Setelah memesan, gadis itu melirik sosok yang membuatnya sulit untuk berpaling, tubuh kokoh itu, kerahnya yang sedikit terbuka, rahang tegasnya yang menggoda, bibirnya yang sexy, dan jangan lupakan tatapan matanya yang dingin, teduh, dan menenangkan yang dapat membuat siapa saja enggan untuk berpaling. Drrt... Drrt... Drrt... Ponsel Veronika bergetar, ia tersadar dari lamunannya, ia segera membayar kopi dan membawanya bersamaan ia mengangkat telepon. “Sebentar, Veronika di jalan!” Setelah mendengar omelan singkat dari ayahnya, ia kembali memutuskan sambungan dan bergegas menuju kantor dengan langkah anggun nan dewasanya. Di sisi lain, tatapan Eric lurus pada calon targetnya, tersenyum miring menandakan bahwa ia telah merencanakan sesuatu. “Mr. Middleton?” Tatapan Eric beralih, ia kembali tersadar ke dunia nyata yang ada di hadapannya. Ia bersama pria tua yang tidak ada habis-habisnya berbicara dengannya. “Aku pikir kau mendengarkanku.” Eric mengedarkan pandangannya sekilas kemudian menatap kembali pria tua itu. “Where is Logan?” *** “Mr. Eric Middleton batalkan pertemuan.” Perkataan Surya membuat Veronika tercengang, baru saja ia menyerahkan kopi pada ayahnya dan bertemu sosok yang tengah dibicarakan itu, pria itu sudah membatalkan janji. “Atur ulang jadwalnya, dia bilang sama bapak kalau dia sibuk mungkin besok lusa, kamu konfirmasi lagi!” Veronika mengangguk dan segera keluar untuk kembali mengerjakan pekerjaannya, struk kopi itu ia arsipkan ke kas keluar yang ia tangani. Tangannya kembali mengetik di depan komputer namun Surya keluar dan memerintahkannya untuk ikut ke lapangan bersamanya. Veronika menghela napas gusar dan segera mengikuti ayahnya. Suasana di dalam mobil hening, Surya mengutak-atik ponselnya sama seperti Veronika. Sampainya mereka di lokasi, segera mereka mengganti sepatu, pakaian, dan memakai topi. Hal itu tentu sebagai pakaian keselamatan pekerja sekaligus untuk melindungi dari cuaca begitu terik sehingga dapat menyengat kulit. “Aku dengar orang bule yang beli batu kita?” Saat Veronika sedang asyik-asyiknya memerhatikan ayahnya dari kejauhan, Ridho menyenggol bahunya. Ridho adalah temannya saat ia menempuh perguruan tinggi di Universitas Mulawarman. “Seberapa banyak ia beli? Apa gajihku akan naik? Oh ya, aku dengar ia suka main perempuan? Kalau tidak salah namanya Erick Middleton, benar?” Veronika memutar kedua bola matanya malas. “Lebih baik kamu kerja atau ayahku akan memotong gajihmu!” Ridho langsung menaruh keempat jarinya di samping keningnya tanda hormat. “Siap, Bos!” Veronika tertawa melihat temannya yang langsung pergi itu namun jauh di lubuk hatinya ia penasaran dengan sosok yang mampu membuatnya sulit untuk bernapas, sulit untuk mengontrol diri. Apa benar dia suka main perempuan? Dari mana Ridho tahu? Untuk apa ia peduli? Karena ia menyukai playboy! Entahlah, menurut Veronika seorang Playboy mempunyai sesuatu yang lebih menarik. Ia menggelengkan kepalanya, otaknya harus diperiksa sepertinya. Veronika kembali menatap ayahnya yang tengah berbicara dengan para pegawai sambil mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi Logan Si Tangan Kanan Eric Middleton untuk mengkonfirmasikan jadwal pertemuan. “Hallo, with Mr. Logan Williams? I'm Veronika Zura, Mr. Suryawan secretary's. This is about our meeting.” “...” “Thank you for that!” “...” “Okay, have a nice day and see you soon.” Tiba-tiba saja Veronika merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, ia menjadi ingin segera bertemu sosok itu. Pikirannya terus meyakinkan bahwa itu tidak boleh namun hatinya mengabaikan setiap peringatan otaknya. Bibir tipis Veronika terus berucap tidak boleh berkali-kali dengan mata tertutup berusaha fokus untuk memberitahu hatinya. “Apa yang kamu lakukan? Ayo kembali ke kantor!” Perkataan Surya membuat Veronika sontak membuka kedua bola matanya dan mengekor. Di dalam mobil, pikiran Veronika kembali berkerja. Sungguh luar biasa aura pria itu mampu membuat Veronika terpana dalam sekejap, biasanya ia butuh beberapa tahun untuk bisa tertarik pada seseorang. Tidak! Ia tidak boleh! Apalagi Eric Middleton adalah rekan kerja ayahnya yang sekaligus menjadi bosnya. Dan ayahnya itu sangat menuntut keprofesionalan semua pekerja! Bagaimana jika ia tahu bahwa Veronika tertarik pada Eric Middleton? Tidak! Itu tidak boleh! *** Eric merebahkan tubuhnya ke king size, menatap kamar hotel yang paling berkelas di kota itu. Calon targetnya benar-benar luar biasa, dalam sesaat mampu membuatnya terpana. Meski banyak gadis yang sudah ia kencani, ini pertama kalinya ia merasakan bahwa kali ini ia butuh perjuangan yang sulit dalam menjalin hubungan dengan seorang gadis. Tentu saja hal itu membuat Eric tertantang meski ia tahu tidak ada gadis yang mampu menolaknya tapi ia sangat yakin bahwa hubungan kali ini cukup sulit. Tiba-tiba saja otaknya berpikir cepat dan timbullah rasa percaya diri itu entah dari sifat Eric atau faktanya, gadis itu terlihat terpukau padanya jadi ia tidak mungkin mengalami kesulitan, begitu pikirnya. Lagi pula gadis mana yang tahan denganku, huh? Eric menyunggingkan senyum miringnya otaknya kembali berpikir, di mana ia bisa menemukan gadis itu lagi? Bahkan namanya saja Eric tidak tahu, bukan tipenya jika harus mengejar perempuan. Dan ia sengaja mengabaikan tatapan terpukau dari gadis itu memancing agar gadis itu menggodanya lebih dulu namun tidak, gadis berpakaian formal tadi sama sekali tidak menggodanya. Interesting.... “Mengapa meeting-nya dibatalkan? Bukankah kau kosong hari ini dan besok? Aku bahkan sampai harus berbohong pada sekretaris Mr. Suryawan.” Suara Logan membuyarkan lamunan Eric, pria itu menatap sosok yang tengah menutup pintu. Logan menatap tajam bos sekaligus sepupu jauhnya itu. “Jangan bilang kau memburu gadis lagi!” perkataan Logan dihadiahi seringai tipis dari Eric, pria itu kembali berdecak, “Ingatlah bahwa kita di Negara lain, bisa kau hormati Negara ini? Lagi pula di semua Negara tidak diperkenankan untuk-“ “Bisa tutup mulutmu? Aku bosmu, aku yang mengaturmu bukan kau yang mengaturku!” Eric berucap sinis sambil memincingkan tatapan tajamnya. Perlahan tatapan itu kembali datar dan menatap pemandangan langit-langit. “Apa kau lihat gadis di Starbucks tadi? Ia menarik.” Logan memutar kedua bola matanya malas. “Gadis yang mana? Semua gadis cantik, sexy, dan rapi itu menarik ketika mood-mu bagus.” Eric menatap sepupu jauhnya sekilas lantaran tidak setuju dengan ucapan pria itu. “Bukan bodoh! Gadis itu benar-benar menarik dengan gaya elegannya serta sikap dewasanya dan kulihat ia memakai pakaian formal pasti ia pegawai perusahaan.” Logan menghela napas. “Jangan katakan kau ingin mencari tahu dan memakai alasan ingin berkerjasama dengan perusahaan itu untuk menaklukannya!” tebakan Logan sukses membuat Eric menahan tawa, ia benar-benar kenal sepupu jauhnya. “Ingatlah bahwa kekayaanmu seperempatnya adalah warisan keluarga dan harus ada yang diwariskan untuk keturunanmu nanti, jika kau terus bermain-main seperti ini bagaimana jadinya?” “Berhentilah menasihatiku, Sialan!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD