Sudah satu minggu berlalu sejak pertengkaran hebat mereka. Brenda dan Rio menjalankan hari-hari mereka seperti biasa dengan Brenda yang lagi-lagi harus kembali menelan kekecewaannya pada Rio. Laki-laki itu dengan mudah bertingkah seperti biasa, seolah-olah permasalahan kemarin adalah hal yang lumrah dan itu justru membuat hati Brenda semakin tercabik karena ketidak-pekaan Rio pada kondisi batinnya yang hancur.
“Yang.. Pakaiin dasi Gue.” Pinta Rio sembari menyerahkan dasi Angkasa Jaya nya pada Brenda.
Ingin memaki, namun Brenda lelah membuang tenaganya yang rasanya pasti hanya akan terbuang secara percuma.
“Mana, sini cepet. Ntar Gue telat.” Sungut Brenda.
“Kenapa? Jatah tadi pagi kurang? Pengen nambah kok ketus gitu.” Goda Rio menarik pinggang Brenda agar tubuh keduanya melekat.
Brenda menggeliat kecil membuat Rio terkekeh, gemas.
“Nggak usah sekolah aja gimana? Gue masih kangen lo.” Bisik Rio ditelinga Brenda.
Please, tolak Bren. Ujar Rio dalam hati, berharap cemas. Ia tidak ingin Brenda mengiyakan karena sejujurnya ia sudah ada janji dengan seseorang.
“Gue ada responsi. Cepetan Yo, nanti telat.” Tolak Brenda membuat senyum dibibir Rio mengembang.
“Iya Sayang. Sekolah yang rajin, biar bisa Gue banggain.”
Rio dengan senyum yang merekah terus menatap Brenda lekat, tangannya mengusap rambut panjang Brenda penuh sayang.
“Jangan pulang naik taksi, nanti sebelum Gue latihan basket Gue anterin Lo pulang dulu." Brenda mendengus sebal. Mau tidak mau, wanita itu menganggukkan kepalanya, menuruti perintah Rio.
“Yakin mau jemput? Nanti kaya kemaren, lo ngabarin nggak bisanya pas Gue udah nunggu lama.” Sindir Brenda. Jangan pikir Brenda tidak tahu apa yang Rio lakukan di belakangnya. Ia cukup sabar dengan kebohongan yang Rio lakukan selama satu minggu ini.
“Bisa, nanti Gue jemput. Gue nggak suka lo berduaan sama supir taksi.”
“Hem..” jawab Brenda sekenanya.
Over protective, mungkin itu satu kata yang pantas Brenda jelaskan tentang bagaimana cara Rio menahannya. Keposesifan itulah yang membuat hati Brenda terluka, karena bagaimana cara Rio memperlakukannya, nyatanya Brenda tidak bisa menerapkan hal yang sama pada laki-laki itu.
“Stok kangen Sayang.” Bisik Rio menahan lengan Brenda ketika wanita itu membalikkan tubuhnya.
Rio mengecup kening Brenda lama. Menghirup aroma tubuh sang kekasih hati guna menyiapkan stok rasa rindu kala mereka dipisahkan oleh berjam-jamnya waktu untuk menimba ilmu di sekolah mereka masing-masing.
Rio tak akan pernah bisa jauh dari Brenda adalah kenyataan yang tidak akan bisa hati kecil laki-laki itu elak. Baginya Brenda adalah sumber kehidupan meski adanya banyak perempuan yang kapan saja siap melempar dirinya pada Rio. Karena sebanyak apapun wanita dalam hidupnya, hanya Brendalah tempat dia akhirnya akan pulang dan kembali. Itulah alasan mengapa Rio tidak akan pernah melepaskan Brenda. Karena Brenda adalah nyawanya.
“Pindah ke Angkasa, gue nggak sanggup kalau setiap pagi harus pisah sama lo Bren.” Ujar Rio yang kini memeluk Brenda.
“Yo.. Jangan mulai.”
“Gue nggak kuat kalau setiap pagi harus pisahan gini.” Ujar Rio dengan wajah memelasnya. Brenda memutar matanya malas. Mulai lagi Rio membujuknya untuk pindah ke sekolah milik Dipta itu.
Dibalik wajah memelas Rio itu, sebenarnya laki-laki itu tengah tersenyum karena penolakan yang dilakukan oleh Brenda. Banyak hal yang ingin ia tutupi agar hubungannya dengan Brenda tidak berada pada ujung tanduk.
Ya Sayang, tolak aja. Gapapa lebih baik kamu nolak Bren. Biar aman.
“Sayang..” panggil Rio.
“Hemmm..”
“Bedaknya ketebelan Bren, hapus.”
“Ya, nanti dihapus.” Jawab Brenda sembari memasang tali sepatunya. Ia malas jika harus berdebat untuk sesuatu yang sebenarnya tidak penting, jadi lebih baik dituruti saja kemauan laki-laki satu itu.
"Kalau nanti ada cowok deketin, bilang udah punya cowok Bren." Kata Rio penuh penegasan melepaskan pelukkan Brenda agar wanita itu bisa mengambil tas sekolahnya.
Brenda yang sudah menyampirkan tas punggungnya berbalik, menjawab perintah Rio yang sama sekali tidak masuk diakal itu.
"Aku jomblo Yo, dan semua tahu itu." Rio mendelik tajam. Rahangnya mengeras, mendengar penuturan Brenda kali ini padahal sedari tadi Brenda menuruti keinginannya.
"Kamu punya aku Bren, kamu nggak jomblo."
Brenda menundukkan kepalanya. Selalu saja egois seperti itu, batin Brenda.
Laki-laki yang sebenarnya belum genap berusia 16 tahun itu adalah lelaki tegas yang siap untuk menumbangkan siapa saja yang mendekati Brenda dan Brenda tidak suka hal itu. Brenda juga ingin merasakan masa mudanya. Tidak dikekang seperti apa yang Rio lakukan padanya selama ini, toh selama ini ia juga membebaskan apa yang Rio lakukan di luaran sana.
Status pernikahan mereka?
Jelas semua itu ditutupi oleh pihak keluarga Rio agar ke duanya bisa sekolah. Lagipula untuk menikahkan mereka saja keluar Rio harus menghabiskan banyak biaya guna menutupi usia mereka yang masih terlalu muda kala itu.
"Ngerti?" tanya Rio mencoba menekan Brenda agar mau mengikuti perintahnya. Brenda mengangguk pasrah. Lagi-lagi Brenda harus kembali mengalah.
“Yaudah yuk..” ajak Rio menggandeng lengan Brenda untuk keluar dari kamar. Mereka berjalan beriringan menuruni tangga.
"Nggak sarapan?” tanya Hannah saat keduanya melewati meja makan, Rio menggeleng, lalu kembali melanjutkan langkah kakinya. Dia harus segera sampai di sekolah.
Dengan telaten Rio memakaikan helm ke kepala Brenda. Bibirnya tersenyum melihat raut wajah Brenda yang cemberut.
“Senyum atau Gue cium disini biar Mang Sali liat kegiatan panas kita.” Ujar Rio sembari mengedipkan matanya.
“Naik Sayang.” Titah Rio menyuruh Brenda naik ke motor sportnya setelah melihat senyum yang Brenda tampakkan di bibirnya.
Sesampainya disekolah Brenda, mata Rio menyisir setiap anak-anak yang menjadi siswa di sekolah tersebut. Matanya menatap tajam kearah para pemuda yang tengah memperhatikan Brenda, "Sini Bren." Kata Rio, membuat Brenda mendekat lebih dekat ke arah Rio setelah menuruni kuda besi Rio.
Cup
Rio mengecup bibir Brenda sekilas, lalu mengacak rambut wanitanya itu. Membuat Brenda menahan nafas karena sebenarnya wanita itu geram dengan ulah laki-laki yang mengatasnamakan dirinya suami ini.
"Sekolah yang bener. Inget pesen Gue, jauhin setiap cowok." Brenda lagi-lagi mengangguk pasrah, meski kedua tangannya terkepal erat menandakan bahwa ia cukup keberatan dengan permintaan laki-laki itu.
Rio mengedipkan mata kanannya genit pada Brenda, lalu menutup kaca helm full face berwarna hitam miliknya. Dengan kencang Rio melajukan motornya meninggalkan Brenda yang masih berdiri didepan gerbang sekolahnya.
“Breeendaaaa.”
“Bay..” panggil Brenda dengan senyum merekah pada laki-laki yang kini tengah menunggunya di dalam gerbang sekolahnya.
Brenda berlari kecil ke arah Bayu. Setidaknya ada Bayu. Sahabatnya yang tidak akan menyakitinya seperti apa yang Rio lakukan padanya.
***
"Wey sob, abis anter Brenda?" tanya Dipta saat melihat Rio yang berjalan ke arahnya.
Brukk…
“Ibab! Kurang ajar lo.” Maki Dipta saat Rio melemparkan tas punggung pada Dipta. Sedangkan Aldo terbahak melihat kekesalan cucu pemilik sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan itu.
“Nitip, Gue mau jemput Dira di depan pintu gerbang dulu.”
Dipta dan Aldo saling berpandangan kala sahabat laki-laki mereka itu berjalan meninggalkan mereka yang masih setia berdiri di depan kelas.
“Dira? Dira anak kelas kita?” tanya Aldo pada Dipta.
Dipta mengedikkan bahunya pura-pura tidak peduli. Padahal dalam hatinya anak lelaki bernama lengkap Pradipta Darmawan itu mengutuk keras kelakuan sahabat laki-lakinya itu.
“Terus Bebeb Brenda gimana Dip?” Tanya Aldo, dramatis mengingat sahabat wanitanya yang menjadi tawanan Rio itu.
Siapa yang tidak tahu hubungan antara Rio dan Brenda Nathania? Seluruh teman masa SMP mereka pasti tahu dengan kisah dua manusia berbeda jenis kelamin itu. Bahkan banyak laki-laki yang putus asa mendekati Brenda dulu hanya karena keposesifan Rio yang selalu saja mengatasnamakan dirinya sahabat dari wanita cantik bernama Brenda Nathania itu. Padahal alasan itu jelas tidak kuat untuk menjadi alasan mengapa semua laki-laki harus pergi jauh dari hidup Brenda.
“Mana Gue tahu, bukannya mereka sahabatan.” Jawab Dipta.
Iya, gimana Brenda? Kasihan dia, ucap Dipta dalam hati.
“Gila! Playboy kampak. Kalau dia mau punya pacar setidaknya biarin Brenda punya juga. Kasihan tuh cewek diakusisi, disabotase kebebasannya tapi statusnya aja nggak dinaikin. Sahabat aja sahabat.” Kesal Aldo.
“Nggak usah ikut campur Onta! Tahu sendiri Rio gimana.”
“Alah, pengen Gue sikat si Brenda. Cantik gitu disia-siain. Kurang apa coba.”
Dipta yang gemas menoyor kepala Aldo keras. Laki-laki bernama Revaldo Mahendra itu memang besar di mulut. Coba saja dia berani bicara di depan Rio, pasti akan Dipta sawer dengan sempol ayam krispi sebanyak-banyaknya untuk menghargai keberanian sahabatnya itu.
“Ibab lo Dip!” maki Aldo keras. Sedangkan Dipta hanya tertawa melihat kekesalan Aldo.
Tawa Dipta terhenti saat melihat Rio yang berjalan ke arah mereka dengan jari yang tertaut dengan jemari Dira. Ardira Maesaty nama lengkap wanita itu. Wanita itu memang gadis tercantik di Angkasa Jaya, wajar jika Rio membidik teman seangkatannya itu. Gosip yang beredar bahkan menyebutkan jika Rio sudah mengincar anak semata wayang Maesaty itu sejak Masa Orientasi Sekolah.
“Cewek Gue.. Jangan Lo liatin kaya gitu.” Hardik Rio keras saat melihat pandangan nanar Dipta pada Dira.
“Aku ke kelas dulu ya, udah ditunggu Dillia sama Dhanisa.” Ujar Dira yang di angguki oleh Rio.
“Iya, nanti Aku nyusul.” Jawab Rio sembari menyerahkan tas punggung Dira pada pemiliknya.
“Cewek Gue. Jadi jauh-jauh dari dia para Ibab.” Kata Rio memperingatkan ke dua sahabatnya.
“Brenda gimana?” Tanya Dipta spontan. Laki-laki itu tahu betul kelemahan Rio. Wanita itu adalah kelemahan sahabatnya dan nama itu selalu sukses membuat Rio bungkam.
“Maksud lo?’ Tanya Rio balik tidak mengerti.
“After empat bulan Lo gak jalan sama cewek dan setia sahabat hubungan persahabatan intim Lo sama Brenda. Terus sekarang Brenda gimana kalau Lo udah punya cewek baru?”
Rahang Rio mengeras. Apa coba maksud Dipta membawa-bawa nama Brenda nya.
“Weh! Weh! Cumi!” ujar Aldo antusias. Laki-laki itu menunjukkan layar ponselnya pada Rio dan Dipta.
“Mujur banget nih si Brenda. Baru kita omongin Angel kita ini. Si Bayu pantang menyerah banget ya. Liat nih story Instagramnya. Sarapan bareng Brenda Cuy. ”
“Aaaaa Gue juga mau sarapan sama Beb…”
Brakkk…
“Hp Gue Setan!” amuk Aldo karena Rio menarik ponselnya kilat lalu membantingnya keras.
“Gue kirim Hp baru ke kafe lo ntar sore Onta.”
Rio berjalan tergesa meninggalkan Dipta dan Aldo. Dipta yang melihat itu tersenyum sinis.
“Liat kan.. Mau sejauh apa cunguk itu nyakitin Brenda. Dia sendiri yang bakal sakit kalau Brenda banting stir.” Ujar Dipta pada Aldo.
“Bodo.. Bodo amat.. Hp Gue Ibab. Hp Gueeee..” teriak Aldo jengkel.