Zeff sedang duduk di ruang kerjanya yang luas, memandangi layar laptopnya tanpa benar-benar membaca laporan yang ditampilkan di sana. Hatinya terasa berat, pikirannya tak pernah lepas dari Kaia sejak malam itu. Lalu, suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Scott, tangan kanan Zeff yang setia, masuk dengan langkah tegas dan ekspresi serius. "Ada yang perlu Anda ketahui, Tuan," kata Scott dengan nada hati-hati. Zeff memandangnya tanpa ekspresi. "Apa itu?" "Kaia mengajukan pengunduran diri kemarin," jawab Scott pelan, seolah takut reaksinya akan membuat ruangan itu meledak. Zeff terdiam, matanya sedikit melebar. Namun, wajahnya tetap datar, tidak menunjukkan emosi apa pun. Tapi di dalam, hatinya seperti dihantam oleh palu godam. ‘Kaia berhenti?’ batinnya. Ia meneguk n