6

1127 Words
Suara langkah sepatu terdengar tegas. Wibisono sudah berada di ruang makan menhampiri Windu yang sedng menikmati sarapannya. "Jadi, Namamu Windu? Kerja sebagi SPG produk kecantik di salah satu mall? Benar?" tanya Wibisono dengan tegas sambil berdiri menatap tajam ke arah Windu. Windu tertegun bercampur kaget dan meletakkan alat makan yang ada di tangannya di piring makannya. Ia hanya menunduk pasrah. Kontrak ini membuat dirinya malah sial. "Kenapa menunduk? Bukannya jawab pertanyaan saya? Niat kamu sebenarnya apa? Tiba -tiba datang dan kita bisa satu kamar? Kamu punya niat jelek apa? Kamu butuh uang berapa agar semua hutang keluargamu itu lunas?" tanya Wibisono semakin angkuh. Mata Windu mulai berair. Ia tak sedikit pun menginginkan uang atau harta kalau bukan keinginan Yasinta yang memaksanya untuk menerima tawaran pernikahan kontrak ini. Kepalanya pelan menggeleng. "Tidak Tuan. Saya sama sekali tidak tahu kenapa saya bisa ada di kamar Tuan. Saya ... Tadi malam hanya di ajak makan dengan seseorang, dan tiba -tiba saya pusing dan saya tak ingat apapun," ucap Windu dengan jujur. "Terus? Kamu tentu punya niat lain kan?" tanya Wibisono masih menyelidik. Baru saja, Wibisono mencari tahu tentang Windu. Tidak susah mencari tahu tentang Windu, gadis biasa yang tak memiliki kelebihan apapun itu. "Sama sekali tidak Tuan. Kalau Tuan merasa kehadiran saya ini mengganggu, maka saya akan pergi dari sini sekarang juga. Tapi tolong beri tahu saya arah pulang menuju rumah saya. Saya benar -benar tidak tahu saat ini sedang berada dimana," ucap Windu pelan. "Kau yakin? Kau tidak sedang berbohong dan tidak sedang membohongiku?" tanya Wibisono dengan lantang. "Sama sekali tidak Tuan." jawab Windu yang ketakutan. Wibisono pun duduk di salah satu kursi meja makan. Raut wajahnya di buat setenang mungkin agar tidak terus menerus menegang dan membenta agar Windu pun bisa lebih santai tidak ketakutan seperti ini. Jujur, Wibisono hanya luluh kepada Yasinta. Suara lembutnya hanya untuk Yasinta, tidak untuk yang lain. Wibisono lebih terkenal kejam dan tidak ada kata maaf untu siapa pun yang berbuat kesalahan. Ini semua ia lakukan untuk menutupi semua kekurangannya. Windu mengangkat wajahnya perlahan. Ia melihat ke arah Wibisono yang sejak tadi tak brkedip menatap Windu. "Sekarang jujur. Siapa yang menyuruhmu?" tanya Wibisono dnegan suara pelan dan selembut mungkin agar Windu lebih bisa tenang. Sikap arogan Wibisono terpaksa harus di tanggalkan dulu semnetara demi mendapatkan informasi penting. Windu adalah satu -satunya nara sumber penting. Windu terdiam. Ia tidak bisa menjawab. Pernikahan kontrak yang di janjikan Yasinta dengan balasan uang yang cukup banyak telah SAH untuk tidak di publikasikan alasannya. Windu sendiri tak pernah tahu alasan pastinya. Ia hanya menebak karena pertengkaran tadi pagi. "Tolong jawab Windu. aku hanya ingin memastikan, semoga ini semua bukan akal -akalan Yasinta saja," ucap Wibisono mulai merasakan kejanggalan. Sekejap windu mengangkat wajahnya menatap ke arah Wibisono. Bibirnya tetp terkunci rapat sebisa mungkin rahasia ini tak terbongkar. "Masih belum ingin buka suara? Aku akan membayar semua hutang -hutang kedua orang tuamu sekarang juga. Aku sudah mengutus ajudanku untuk membereskan semuanya. Lalu, pernikahan kita akan di laksanakan besok. Siang ini aku akan bertemu kepada kedua orang tuamu, aku akan minta kamu dnegan baik pada kedua orang tuamu. Asal kamu jawab pertanyaanku?" ucap wibisono tegas. Windu terdiam menimbang kembali permintaan Wibisono. Benar juga. Tidak mungkin ia menikah secara mendadak, apa alsannya nanti pada kedua orang tuanya. "Lita? Sini," panggil Wibisono. Lita pun langsung datang dan berdiri di dekat meja makan. "Kita dengarkan semua penjelasan Windu. Kamu tenang saja Windu, kami akan membantumu, kita sudah terjebak dalam jebakan yang sengaja menjebak kita," ucap Wibisono lirih. Wibisono jadi tak bisa mempercayai siapa pun termasuk istrinya kini. Pagi ini, entah Yasinta sudah pergi kemana. tadi di hubungi masih di rumah kayu, tapi ternyata sudah tidak ada. Mobil Yasinta tak pernah mau di beri pelacak. Ia selalu bilang, pergi dengan supir saja harus di lacak. "Coba jelaskan semuanya. Tak perlu takut, Windu," ucap Wibisono tegas. Windu mengangkat wajahnya. Sulit sekali mengutarakan semuanya. Satu tarikan napas panjang terlihat jelas di depan mata Wibisono. Windu tampak sangt gugup dan sedikit tak tenang. Ia mencoba membuat dirinya lebih santai agar tak terkesan tertekan. "Jadi, semua ini memang keinginan Nyonya Yasinta. Ia menawarkan saya kontrak pernikahan dengan Tuan. tapi saya tidak tahu, kalau caranya seperti ini. Seolah saya perempuan yang tak punya harga diri," ucap Windu terbata. Pelan sekali suaranya hingga Wibisono dan Lita harus benar -bnar memasangkan telinganya dengan benar agar bisa mendengar jelas apa yang sedang di ucapkan oleh Windu. "Yasinta? Jadi semua ini memang keinginan dia?" ucap Wibisono mulai mendidih. Jadi, benar selentingan yang ia dengar selama ini. Bahkan Wibisono tak pernah mau mendengar dan malah membela istri cantiknya itu. Ia malah marah kepada orang -orang yang bergosip tentang istrinya itu. Lita terdiam. Selama ini ia termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang menasehati Wibisono, namun Tuan Mudanya itu tak pernah menghiraukan apapun. Ia terlalu percaya dan terllau mencintai Yasinta. Ia pikir Yasinta wanita tulus yang menerima Wibisono dengan segala kekurangannya. Tapi, ia menikam dari belakang bahkan mencarikan wanita kedua yang di anggap perusak umah tangganya. "Apa yang terjadi sebenarnya Yas? Kamu sedang menutupi apa?" ucap Wibisono yang terlihat sangat kesal. Windu menunduk. Ia sama sekali tak berani menatap wajah Wibisono. Usia keduanya terpaut jauh sekitar lima belas tahun. "Jadi selama ini yang kau ucapkan itu benar Lita? Maaf, jika saya tak pernah percaya. Saya terlalu buta mencintai yasinta," ucap Wibisono yang mulai gusar. Kepalanya eperti mau pecah. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan Yasinta selama ini. "Belum ada kata terlambat untuk menyelidikinya, Tuan. Saya bisa bantu untuk ini," ucap LIta pelan. Lita adalah asisten yang bekerja sejak kecil. Lita dan Wibisono adalah teman kecil. Lita anak dari asisten kepercayaan keluarga Wibisono. Sudah tentu pengabdiannya tidak di ragukan lagi. Wibisono mengangguk pasrah. "Kita ke rumah orang tuamu. Saya akan menikahimu, Windu. Saya akan mengikuti sandiwara Yasinta. Kamu cukup turuti kata -katanya dan bilang padaku bila ada hal yang harus kamu lakukan. Satu lagi, kontrak pernikahan ini hanya satu tahun?" tanya Wibisono memastikan. Windu mengangguk pelan. "Benar Tuan. Nyonya Yasinta hanya menginginkan pernikahan ini berlangsung selama satu tahun. Entah bagaimana nanti cara perceraiannya. Tapi ...." ucapan Windu terhenti. Ia ragu untuk melanjutkan ucapannya. "Tapi apa?" tanya Wibisono dengan cepat. Ia penasaran, mungkin saja semua ucapan Windu kan mmebuka sedikit demi sedikit kelauan Yasnta selama ini. "Ekhemmm ... Jika aku berhasil hamil dalam waktu setahun itu. Aku di perbolehkan untuk selamanya menjadi istri, Tuan," ucap Windu lirih. Ia malu mengungkap semua itu. Sontak ucapan Windu pun membuat Wibisono tergelak tawa. Seperti ada lelucon drama komedi di sini. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kamu harus tahu, saya itu tidak bisa memberikan keturunan kepada semua wanita yang saya nikahi. Bukan itu saja, saya sibuk dengan pekerjaan saya, hingga saya tidak ada waktu untuk tidur bersama dengan istriku. Lagi pula, saya itu lemah syahwat," ucap Wibisono dengan lantang dan jujur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD