Seketika Windu menatap ke arah Wibisono. Bukan karena Windu kaget dengan ucapan Wibisono tapi lebih tepatnya Windu tak percaya Wibisono bisa jujur seperti itu.
"Kenapa? Kamu kaget?" tanya Wibisono dengan kedua mata menatap tajam ke arah Windu.
"Tidak Tuan," jawab Windu dengan perasaan tidak enak. Windu langsung menundukkan kepalanya. Windu hanya tidak ingin Wibisono tersinggung dengan tatapannya tadi.
"Kamu sudah tahu? Dari Yasinta?" tanya Wibisono kemudian.
"TIdak Tuan. Maaf, perdebatan tadi pagi mengungkap semua yang ada di diri Tuan," ucap Windu pelan.
"Oh ... Ya. Maafkan saya soal tadi pagi. Jadi kita ke tempat orang tuamu sekarang?" pinta Wibisono pelan.
"Ya Pak. Rumah saya di Jalan Abadi," jawab Windu pelan.
"Saya sudah tahu," jawab Wibisono pelan sambil merapikan jas dan mengancingkan kancing -kancingnya.
Windu hanya mengulum senyum. Tidak ada perasaan apapun kepada Wibisono saat ini. Windu hanya merasa kasihan denagn lelaki yang semakin berumur itu.
"Lita. Kamu ikut. Bantu saya persiapkan pernikahan lusa. Kita adakan di rumah kayu saja. Biarkan setelah ini Windu tinggal di sini," ucap Wibisono pelan kepada Lita.
Lita mengangguk pelan, mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh Wibisono.
Wibisono, Windu dan Lita pun pergi meninggalkan rumah kayu. Tujuan pertama mereka adalah ke rumah orang tua Windu. Setelah mengungkap keinginan Wibisono yang akan menikahi Windu kepada orang tua Windu. Mereka akan melanjutkan mengurus semua persiapan pernikahan mereka yang akan di laksanakan lusa.
Selama dalam perjalanan di mobil. Ketiganya hanya diam membisu. Tak ada yang membuka percakapan.
"Itu rumahku," ucap Windu pelan saat mobil sudah memasuki salah satu gang pemukiman daerah pinggiran.
Tanpa ada yang menjawab. Mobil Wibisono pun di pinggirkan dan berhenti.
"Turunlah. Lita temani Windu. Ambil uang di belakang yang ada di dalam tas. Kita selesaikan semua permasalahan hutang piutang keluarganya. Saya tak mau di permalukan hanya karena masalah kecil ini," ucap Wibisono ketus.
"Bukankah ini tugas Nyonya Yasinta?" tanya Windu pelan.
Wibisono menatap tajam ke arah Windu.
"Kamu ini tidak bisa membaca situasi? Atau memang bodoh? Yasinta itu istriku. Ia menuduhku berselingkuh denganmu dan dia hanya mengirimkan data dirimu dn seolah ia mengetahui semua tentang kamu. Jika Saya menolak menikahimu, maka ia menyebarluaskan berita gak jelas ini dan akhirnya? Orang kan tahu kekuranganku dan lebih parahnya aku benar -benar di tuduh selingkuh," suara tegas Wibisono menggema di mobil hingga membuat Windu ketakutan.
"Ayo, Non windu. Kita turun lebih dulu. Biar aku yang bicara kepada kedua orang tuamu," ucap Lita pelan sambil membuka pintu mobil.
Windu dan LIta sudah turun terlebih dahulu dan berjalan menuju teras rumah Windu.
Windu berhenti tepat di depan pintu rumah yang terlihat kusam. Bentuk pintunya pun sudah banyak yang berlubang karena rayap.
Lita nampak memandangi seluruh bentuk bangunan rumah Windu yang tak beraturan itu.
"Ini rumahmu? Benar?" tanya Lita yang sedikit tak percaya. Melihat penampilan Windu yang rapih, bersih dan cantik, sepertinya tidak mungkin tinggal di rumah yangbutut seperti ini.
Windu hanya tersenyum malu. Iatak menjawab pertanyaan Lita hingga Wibisono pun datang menghampiri.
"Kenapa diam saja? Hanya berdiri di depan pintu? Memangnya tidak ada orang?" tanya Wibisono dengan suara yang ketus dan dingin.
Dengan cepat Windu pun mengetuk pintu rumahnya.
"Bu ... Ibu ..." panggil Windu pelan sambil mengetuk keras pintu rumahnya agar Sang Ibu pun mendengar ketukannya.
Tidak lama Sang Ibu pun membuak pintu rumah dan menyembulkan tubuhnya keluar.
"Windu? kemana saja kamu? Semalaman kamu tak pulang? Ibu sangat khawatir, tapi Ibu tak tahu harus mencarimu kemana? Bapakmu sejak tadi kambuh lagi karena tahu kamu tak pulang tadi malam," ucap Ibu Windu denagn cemas.
Sejak tadi Ibu Windu sibuk mengurus suaminya yang sakit. Belum lagi para penagih hutang yang terus menerus menagih sambil meneror keluarganya. Ibu Windu hanya takut terjadi hal -hal yang tidak di inginkan di jalanan. Secara Windu bekerja d kota besar dari pagi hingga larut malam.
Windu menampilkan senyum terbaiknya agar kecemasan Sang Ibu pun bisa menghilang dan Ibi bisa lebih tenang lagi.
"Windu tidak apa -apa Bu. Windu menginap di rumah teman Windu. Ini namanya Kakak Lita, ia juga satu pekrjaan dengan Windu. Iya kan Kak Lita?" ucap Windu pelan sambil menatap Lita berharap wanita itu bisa membantunya untuk menghilangkan keresahan Sang Ibu yang menunggu kabar Windu.
"Benar. Tadi malam Windu menginap di rumah saya, Bu. Kebetulan hari ini aa yang ingin kami bicarakan dnegan Bapak dan Ibu selaku orang tua Windu. Boleh kami masuk ke daam dan kita bicarakan di dalam," tanay Lita pelan. Ia mencoba bersikap lembut dan sopan kepada Ibu Windu.
Ibu Windu nampak tenang tapi malah terlihat tambah bingung. Ia menatap ke arah Lita, lalu ke arah Wibisono yang rapi sekali berdiri di belakang Lita dan Windu secara bergantian.
"Ada apa ini? Apakah Windu mencari masalah?" tanya Ibu Windu sedikit tergagap karena takut.
"Tidak Bu. Ini bukan masalah itu. Ada hal yang lebih penting lagi yang perlu Ibu dan Bapak Windu ketahui," ucap Lita yang terkesan menakut -nakuti.
"Hal yang lebih penting? Kamu tidak sedang dalam maslah kan Windu? Jangan sampai kamu bermasalah dengan orang lain. Kamu tahu, Kita ini orang susah, dan sudah biasa kalau orang susah itu di injak -injak, tidak di hargai, dan di abaikan. Kita yang harus paham, tidak prlu cari pembelaan atau pun pembenaran. Karena semuanya juga akan sia -sia. Karena orang kaya akan menutup kedua matanya. Ia lebih percaya dengan orang -orang se -levelnya yang malahan menikam mereka dari belakang, bahkan mencari keuntungan dari temannya sendiri," ucap Ibu Windu menasehati.
"Bukan Bu. Windu tak melakukan apapun. Windu tak membuat masalah. Coba Ibu suruh kita masuk dulu dan dengarkan kita sebentar saja," ucap Windu lembut.
"Ibu jangan panik. Kami tidak ingin berbuat jahat atau berbuat macam -macam. Niat kedatangan kami kemari pun baik untuk bersilaturahmi," ucap Lita membuat suasana menghangat kembali.
Jujur, Ibu Windu sempat oanik dan tegang. Ia masih trauma dengan kejadian yang baru -baru ini di alamai. Tidak di hargai, tidak di dengar dan di abaikan karena memang bukan dari golongan orang berada.
"Begini Bu. Kedatangan kami kesini untuk melamar Windu. Saya datang untuk meminta Windu menjadi istri saya. Maka dari itu, saya wajib untuk meminta ijin kepada Ibu dan Bapak selaku orang tua kandung Windu," ucap Wibisono dengan suara lantang.
Ucapannya membuat Ibu Windu terhenyak kaget. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Windu akan di lamar oleh lelaki mapan seperti Wibisono. Selama ini Windu hanya sibuk bekerja, bahkan tak smepat untuk berkenalan dengan lelaki apalagi untuk berkencan.