Malam ini adalah malam pertama bagi Windu dan Wibisono sebagai pengantin baru. Acara resepsi yang begitu meriah namun tetap privasi.
Yasinta dan Windu berada di dalam kamar pengantin. Yasinta membantu Windu untuk melepaskan hiasan ronce kembang yang ada di kepala Windu dan ingin sedikit memberikan nasihat kepada Windu. Paling tidak Yasinta harus bersikap profesional dalam hal ini. Ia yang menyuruh Windu untuk menikah dnegan suaminya. Yasinta perlu bermain drama sedikit. Ia memberikan pakaian jaring laba -laba untuk malam pertama Windu.
"Malam pertama, Kamu harus pakai ini. Agar Mas Wibisono tergoda," ucap Yasinta lembut.
Windu hanya menatap pakaian tipis dan berlubang mirip dengan sarang nyamuk yang a pakai untuk menutup angin -angin dinding.
"Ambilah lalu pakai. Jangan malu, kalian kan sudah menikah. Pasangan suami istri, tidak perlu malu. Mungkin awal -awal kalian belum biasa, tapi lama kelamaan pasti terbiasa," ucap Yasinta pelan.
Belasan tahun, Yasinta harus bertahan dalam ikatan pernikahan yang tak di inginkan. Ia harus menikah dengan lelaki yang memiliki masa lalu buruk dan tak hanya itu saja, ia harus rela bersama dengan suami yang lemah syahwat.
"Nyonya yakin? Aku harus tidur saturanjang dengan suami Nyonya?" tanya Windu yang mulai ragu dengan semua drama ini.
"Yakin sekali, dan aku yakin seyakin -yakinnya. Aku sudah membuang banyak uang untuk melunasi hutang kedua orang tuamu, belum lagi pengobatan ayahmu. Eumm ... Tidak hanya itu saja, bahkan aku sedang menyiapkan rumah yang layak untuk di tinggali oleh kedua orang tuamu dan adik laki -lakimu, belum lagi biaya hidup yang aku tanggung selama pernikahan ini masih terus berlangsung," ucap Yasinta tegas mengingatkan..
"Iya Baiklah. Secepatnya aku berusaha untuk memberikan anak," ucap Windu yang merasa tidak yakin. Windu melihat Wibisono tidak ada ketertarikan sama sekali dengan dirinya.
Malam itu Windu tinggal satu atap dnegan Yasinta di rumah megah milik Wibisono dan Yasinta. Yasinta sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Semua rencananya pun haru sberjalan dengan lancar.
"Yas ... Kamu yakin? Dia gadis polos lho. Kasihan," ucap Wibisono pelan.
"Mas ... Kalau tidak kamu coba, mana mungkin kamu bisa tahu hasilnya kan?" jawab Yasinta santai.
"Pernikahan kita sudah lama. Kita tidak pernah ada masalah apapun. Dengan mudahnya kamu menyuruhku untuk menikah kembalikarena sudah belasan tahun kita tak memiliki keturunan? Begitu Yas? Bukankah kamu tahu akar permasalahannya ada di aku? Aku yang tak bisa memiliki anak. Aku yang tak bisa b*******h setiap bercinta," ucap Wibisono kembali mencoba mengingatkan Yasinta.
Yasinta mengangguk kecil mengiyakan setiap celoteh Wibisono. Ia hanya tersenyum simpul dan tak mencoba menjawab. Ia biarkan suaminya mengungkap semua isi hatinya.
"Yas? Kenapa kamu diam?" tanya Wibisono dengan kesal.
"Mas ... Jangan biarkan Windu menunggu. MAsuklah ke kamr pengantinmu, buatlah seolah memang tidak ada masalah apapun. Aku pikir, bisa jadi dengan ku, kamu tidak b*******h mungkin dengan wanita lain kamu bisa b*******h?" ucap Yasinta dengan jawaban bijaknya.
"Aku tak habis pikir dengan pemikiran kamu, Yas? Mau kamu itu sebenarnya apa?" kesal Wibisono yang merasa dirinya terdzolimi.
"Coba saja dulu. Jangan banyak bicara. Lakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Aku ikhlas Mas," ucap Yasinta pelan.
Yasinta mendorong Wibisono untuk masuk ke kamar pengantin. Yasinta sudah memastikan Windu telah mengganti pakaiannya dengan pakaian dinas malam pertama.
Wibisono masuk ke dalam kamar pengantin. Ia melihat Windu dengan pakaian yang begitu tipis sekali sehingga seluruh lekuk tubuhnya jelas terlihat. ubuh yang sintal dan padat, jelas hanya di miliki oleh seorang gadis yang sedang tumbuh. Windu yang cemas dan canggung pun hanya menyisir rambutnya yang panjang untuk mengurangi rasa gugupnya. Ia bisa melihat jelas wajah Wibisono yang kini menjadi suaminya melalui pantulan cermin kaca rias yang juga sedang memantulkan wajahnya yang cantik.
"Kamu belum tidur?" tanya Wibisono yang kaku dengan sikap dingin.
"Be -belum. Windu menunggu Mas. Ini Windu buatkan kopi untuk Mas," ucap Windu pelan sambi menunjukkan kopi hitam buatannya di atas meja rias.
Wibisono tidak menjawab dan hanya menatap sekilas ke arah meja rias itu. Wibisono langsung menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan piyama tidur.
Windu hanya menahan hatinya untuk tidak kesal. Bukan kah hal ini memang pantas untuk dirinya? Ia pantas di perlakukan seperti ini. Tentu, Windu hanya di anggap benalu dan sama seperti perempuan murah lainnya yang hanya menginginkan keuntungan untuk pribadinya.
Kopi hitam itu ia pindahkan ke nakas dekat ranjang pengantin. Windu niak ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di kasur sebelah. Windu mencoba menumpuk bantal dan gulingnya lalu bersandar di sandaran ranjang. Ia masih mencoba menunggu Wibisono keluar dari kamar mandi dan masih mencoba untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
Tak lama Wibisono keluar dari kamar mandi. Wibisono sudah memakai piyama tidur yang tipis. Wibisono pun mematikan lampu amar tidur itu dan menatap sekilas kopi hitam yang sudah ada di nakas. Wibisono mengabaikan begitu saja dan naik ke atas ranjang tanpa memperdulikan Windu smaa sekali.
Selimut tebal langsung di tarik Wibisono dan menutup seluruh tubuhnya.
Windu hanya menatap Wibisono. Ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Ia mencoba memberanikan diri untuk bertanya lebih lanjut.
"Mas?" tanya Windu pelan.
"Hem ...." jawab Wibisono hanya berdehem saja.
"Ini malam pertama kita. Apa kamu tidak ingin menyentuhku? Atau aku kurang menarik?" tanya Windu pelan dengan sopan. Ia mencoba bicara se -pelan mungkin agar tidak merusak suasana dan tidak membuat Wibisono tak suka dengan keberadaan Windu.
"Memang penting dengan malam pertama?" tanya Wibisono masih dengan ketus kepada Windu. Sampai kapan pun Wibisono tidak bisa menerima keberadaan Wndu dan tidak akan menggantikan posisi Yasinta, istrinya.
"Bukan kah tugasku di sini untuk memberikan Mas keturunan? Lalu, Jika Mas tidak menyentuhku, bagaimana aku bisa mengandung?" tanya Windu dengan suara lembut.
Windu hanya ingin mencoba bis abicara dari hati ke hati. Ia juga tak mau di salahkan atas kontrak pernikahan ini.
"Diamlah. Kamu hanya di bayar istriku untuk menikahiku, bukan? Bukan untuk menceramahiku dan menasihatiku? Jangan pernah mimpi kamu bisa menjadi Nyonya besar di sini, menggantikan posisi Yasinta. Aku tidak pernah bisa melepaskan Yasinta yang begitu mencintaiku, ia bertahan karena kekuranganku. Dan kamu? Kamu hanya wanita bayaran untuk mencoba, bukan? Tidak ada bedanya kamu dengan wanita bayaran di kafe? Jadi jangan pernah berpikir untuk bisa mendapatkan aku," tegas Wibisono dengan kesal.
Wibisno pun terbangun dan bangkit dari ranjnagnya menuju keluar kamar. Malam ini dan malm -malam berikutnya lebih baik ia berada satu kamar dengan Yasinta. Wanita yang selama ini menjadi istrinya.