9

553 Words
Keesokkan harinya. Sesuai perjanjian pun Windu menjadi pengantin perempuan bagi Wibisono. Yasinta telah mempersiapkan semuanya. Semua hutang orang tua Windu terlunasi dan Bapak Windu pun mendapatkan pengobatan secara rutin setelah ini. Sebenarnya keluarga besar kedua belah pihak antara keluarga besar Yasinta dan keluarga besar Wibisono tidak mendukung keputusan Yasinta. Tapi, Yasinta begitu bisa meyakinkan bhwa ia akan baik -baik saja dan ia tidak akan cemburu atau marah, bahkan Yasinta legowo dan ikhlas atas pernikahan kedua ini. Awalnya Wibisono dan Yasinta berdebat masalah ini. Wibisono menolak untuk menikah kembali. Karena semua jelas, dokter telah menvonis dirinya yang mandul, bukan Yasinta. Tapi, Yasinta tetap ingin meyakinkan Wibisono agar ia mendapatkn nama baik di keluarganya. "Kita bersama sudah lama. Tentu ingin memiliki keturunan adalah sebuah impian dan harapan setiap keluarga. Lalu, Kalau kita seperti ini terus, apa iya kamu bekerja mati -matian hanya untuk drimu sendiri?" tanya Yasinta keras. Wibisono begitu terkejut dengan ucapan Yasinta. Belum pernah ia mendengar Yasinta yang begitu keras berteriak mengungkapkan sesuatu yang menjadi keinginannya. "Terserah kamu lah Yas. Aku cuma tak habis pikir saja dengan jalan pikiranmu," ucap Wibisono kesal. Wibisono pergi begitu saja. Ia sudah rapih dengan setelan jas hitam untu melakukan akad nikah. Yasinta menyiapkan semuanya dengan sempurna. Aula besar yang telah di sewa oleh Yasinta pun sudah di sulap cantik sebagai tempat berlangsungnya akad nikah yang di lanjutkan dengan acara prasmanan. "Windu ... Ingat, kontrak nikah ini hanya satu tahun saja. Bila kamu bisa mengandung dengan suamiku. Kamu akan tetap menjadi istri muda, suamiku. Tapi ... Bila kamu gagal, satu tahun kamu harus menggugat cerai suamiku." tegas Yasinta kepada Windu. Yasinta sebenarnya tidak ikhlas juga Wibisono bersama Windu, tapi ini semua akal -akalannya dan hal yang telah di rencanakannya. "Iya Bu." jawab Windu lirih. Windu hanya terdiam. Di dalam kepalanya banyak memikirkan hal -hal yang tidak seharusnya ia pikirkan sekarang. Windu hanya takut, ia tidak bis adi terima di keluarga Wibisono dan di katakan sebagai pelakor. Bisa saja semua terjai kan. Waktu sudah menunjukkan tepat pukul delapan pagi. Sebentar lagi akad nikah akan segera berlangsung. Wibisono sudah duduk di meja akad. Tidak hanya Wibisono, penghulu pun sudah duduk di sana. Yasinta menuju aula sambil menggandeng Windu. Kedua orang tua Windu pun sudah duduk di tempat yang telah di sediakan. "Kamu sudah siap kan? Jangan gugup Windu," nasihat Yasinta. Yasinta itu seperti wanita dengan dua karakter. Terkadang ia baik, ramah dan lembut. Tapi di sisi lain, ia bisa menjadi galak, tegas dan sinis. "Siap Bu." jawab Windu pelan. Jujur, degup jantungnya tak beraturan berdetak. Windu sudah duduk di sebelah Wibisono. Keduanya tidak saling menatap. Pernikahan yang di paksakan bukan di dasari rasa cinta dan rasa suka. Pengucapan janji ijab kabul pun di mulai. Wibisono tidak nampak gugup sedikit pun. Tidak ada beban di hatinya. Berbeda dengan Yasinta yang nampak cemas. "Bisa kita mulai? Apa benar pernikahan ini sudah di ijinkan oleh Yasinta sebagai istri pertama?" tanya penghulu itu ke arah Wibisono dan Yasinta. Yasinta mengangguk kecil dan tersenyum. "Saya sangat mengijinkan. Restu itu benar -benar saya berikan kepada Windu dan Mas Wibisono," ucap Yasinta dengan bijak dan dewasa. Setelah mendapatkan restu dan persetujuan. Acara akad nikah pun di lanjutkan dengan sangat khusyuk, hingga seluruh tamu undangan itu mengucap kata SAH secara serempak. Itu tandanya pernikahan kdua Wibisono dengan Windu telah SAH di lakukan. Kini keduanya menjadi pasangan suami istri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD