Wibisono dan Windu sedang menikmati makan siangnya di ruang kerja. Setelah makan siang, Wibisono ada rapat penting dan Windu akan survei tempat untuk usaha barunya.
"Masakan kamu selalu enak. Kenapa kamu tidak membuat bisnis kuliner, seperti restoran gitu?" ucap Wibisono menyarankan.
Saran Wibisono cukup membuat Windu terinspirasi. Bisa juga bisni restauran, maka ia akan mneggandengan Ibunya sebagai orang kepercayaan di dapur. Atau bisa di bilang Koki Handal.
"Boleh juga idenya. Tapi, Windu mau fokus sama usaha ini dulu. Kalau masalah usaha kuliner mungkin Windu akan bicarakan dengan Ibu," ucap Windu pelan.
"Ekhemmm ... Kamu mau bulan madu?" tanya Wibisono tiba -tiba kepada Windu.
"Bulan madu? Mas ada waktu? Terus Mbak Yasinta gimana?" tanya Windu pelan.
"Ya. Memang belum ada waktunya. Tapi, Mas akan cari waktu yang tepat untuk kita pergi," ucap Wibisono pelan. Lelaki kekar itu mulai bisa menerima sosok Windu.
Pernikahan yang sebenarnya tak pernah di harapakan oleh keduanya. Tapi, kebersamaan bisa merubah semuanya yang kadang hasilnya di luar dugaan kita.
"Kalau Mas memang mau bulan madu. Windu siap saja, akpan Mas ajak. Asal tidak menganggu pekerjaan Mas," ucap Windu pelan.
"Windu ... Sebenarnya ada hal lain yang ingin Mas bicarakan kepadamu," ucap Wibisono pelan. Ia sudah menyimpan banyak beban hidup dalam pundaknay. Tapi mengenal Windu seolah Wibisono akan mendapatkan solusi yang baik. Walaupun Windu masih sangat muda, tapi jalan pikirannya begitu dewasa sekali.
"Apa itu Mas?" tanya Windu pelan.
"Apa penyakit Mas ini bisa di sembuhkan? Mas ingin menjadi lelaki normal seperti dulu lagi," ucap Wibisono pelan. Ia agak ragu dan malu membicaakan ini. Tapi, entah kenapa, saat ini keinginannya untuk sembuh sangatlah besar.
"Bisa Mas. Bisa banget. Windu pasti akan bantu Mas. Percaya sama Windu," ucap Windu meyakinkan Wibisono. Ia berusaha memberikan semangat pada Wibisono.
"Kamu mau buln madu kemana?" tanya Wibisono pelan.
Baginya kini, hanay Windu yang bisa mengerti dirinya. Perhatian Windu meluluhkan hati Wibisono. Kehangatan keluarga Windu dan penerimaan yang baik dari keluarga Windu membuat Wibisono measa di hargai dan di hormati. Windu sendiri sellau membuat Wibisono selalu ia butuhkan dan yang terpenting selalu membuat Wibisono menjadi tenang.
Pernikahannya yang baru beberapa hari saja, sudah mmapu membuat perubahan baik bagi Wibisono. Perlahan ketakutannya selama ini berangsur hilang. Rasa tidak percaya dirinya pun mulai mereda begitu saja. Setiap hari Windu selalu mengajak ibadah bersama dan menyemangati Wibisono untuk selalu yakin bahwa semuanya akan baik -baik saja.
Pertanyaan Wibisono membuat Windu sedikit berpikir. Ada suatu kota yang selalu ia impikan sejak remaja.
"Kok diam? Mau kemana?" tanya Wibisono kemudian. Tatapannya begitu lekat namun tetap terlihat lembut dan ramah.
"Trocadero. Windu ingin sekali ke kota Trocadero," jawab Windu dengan kedua mata berbinar.
"Paris?" tanya Wibisono memastikan.
"Ya. Di sana sangat indah sepengetauan Windu membaca di buku. Bukan hanya indah saja, tapi cocok untuk bulan madu. Windu berharap perjalanan bulan madunya tidak sia -sia dan Windu bisa benar -benar hamil," ucap Windu bahagia.
"Mas akan coba. Bantu Mas, Windu," ucap Wibisono memohon.
"Pasti Mas," jawab Windu pelan.
Windu sangat senang sekali. Wibisono sudah bisa mengembalikan kepercayaan dirinya. Mungkin setelah ini, Windu akan mencoba dengan aromaterapy yang bisa membangkitkan suasana romantis dan beergairah.