Tok ... Tok ...
ceklek ...
"Mas?" panggil Yasinta lembut sekali.
Wibisono mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Yasinta yang baru masuk ke dalam ruangannya. Senyum Wibisono sellau terbit untuk istri tercinta.
Langkah kaki Yasinta begitu pelan dengan sepatu hak tinggi yang menyentuh lantai keramik dan menimbulkan bunyi itu mmeberikan kesan elegan.
Yasinta langsung menghmpiri Wibisono dan duduk di pangkuan lelaki yang telah beasan tahun ia nikahi ini. Sambil mengecup kedua pipi lelaki itu dan bibir tebal milik suaminya agar suaminya terlihat di cintai tulus olehnya.
"Tumben sekali? Sudah rapi? Mau kemana?" tanya Wibisono pelan.
"Hemmm ... Gimana ngomongnya ya. Aku takut kamu marah, Mas," cicit Yasinta pelan. Tangannya mengalungkan ke arah pundak Wibisono dan kepala Yasinta sengaj di letakkan pada bahu kekar dan besra itu.
"Apa? Bicaralah. Apapun permintaan kamu kan, Mas selalu turuti. Jadi gak perlu sungkan," ucap Wibisono pelan.
"Hari ini aku di telepon sama Misye, dan kita kan berlibur ke Korea. Dadakan sih, dan aku mau ikut. Secara aku belum pernah ke Korea. Mungkin tiga hari atau seminggu di sana," ucap Yasinta manja sambil mengusap pipi Wibisono.
"Tadi pagi bilang mau ke Bali? Kenapa rencana berubah? Sekarng malah mau ke Korea? Sebenarnya mau kemana?" tanya Wibisono dengan lembut.
"Tadinya memang mau ke Bali. Tapi, beberapa orang maunya ke Korea, karena ke Bali kan sudah pernah, Mas. Gitu lho," ucap Yasinta lembut mencari alasan yang tepat.
Yasinta memang perempuan paling pintar untuk menggoda suaminya agar luluh dan mengiyakan setiap permintaannya.
"Oke. Nanti Mas transfer uang untuk kamu. Mas pastikan kamu bahagia di sana dan bisa belanja semua barang yang kamu inginkan. Tidak hanya itu saja, Mas pastikasn kamu tidak kekurangan di sana," ucap Wibisono sambil menoel hidung Yasinta.
"Eumhh ... Kamu itu memang suami terbaik, sempurna dan sanget pengertian," ucap Yasinta lembut.
Lagi -lagi ia mencium Wibisono. Lalu berdiri dan duduk di kursi yang ada di depan Wibisono.
"Berapa lama?" tanya Wibisono pelan sambil mengutak -atik ponselnya untuk mentransfer sebagian uang kepada Yasinta.
"Minimal tiga hari Mas, maksimalnya satu minggu," ucap Yasinta pelan ia pun ikut mengecek saldo rekeningnya sudah bertambah atau belum.
"Baiklah, selamat bersenang -senang," ucap Wibisono menyemangati.
"Makasih ya Mas," jawab Yasinta tersenyum.
"Cukup segitu?" tanya Wibisono pelan.
"Kalau kurang aku tinggal hubungin kamu, Mas," jawab Yasinta pelan.
"Ya, Nanti Mas kirim lagi," ucap Wibisono pelan.
Wibisosno melanjutkan pekerjaannya dengan mengecek semua berkas dan menanda tanganinya sebelum rapat akan berlangsung setelah jam makan siang nanti.
"Mas sibuk ya? Aku berangkat sekarang aja ya. Mau langsung ke bandara, karena kita kumpul di restoran bandara," ucap Yasinta pelan.
"Memang sudah beli tiket?" tanya Wibisono pelan.
"Sudah di pesankan oleh Misye. Kita berangkat kan ada lima belas orang, kita tinggal bayar ke Misye aja," ucap Yasinta berbohong.
Yasinta masih sibuk dengan ponselnya. Ia sedang berkomunikasi denagn Yoga dan meminta untuk di jemput di ujung jalan dekat kantor Wibisono.
"Oh oke," jawab Wibisono singkat.
Yasinta bangkit berdiri dari duduknya dan berpamitan pada Wibisono.
"Aku berangkat dulu ya, Mas," ucap Yasinta pelan dan melambaikan tangannya kepada Wibisono.
Wibisono hanya membalas dengan senyuman saja. Ia menatap jam yang ada di meja nya. Baru pukul sepuluh pagi. Ia melanjutkan pekerjaannya. Wibisono tidak pernah mau tahu urusan Yasinta dengan teman -teman sosialitanya. Ia hanya tahu beberapa temannya saja, karena berkenalan saat teman -teman Yasinta main ke rumah.
Yasinta keluar dari ruangan kerja Wibisono dan turun melalui lift menuju lobby. Ia sangat terburu -buru karena Yoga sudah menunggunya di ujung jalan.
"Hah ... Aku capek tahu," ucap Yasinta pelan sambil terengah -engah memasuki taksi yang sudah menunggunya di ujung jalan.
Yoga melebarkan senyumnya. Ia sangat senang bisa mengenal Yasinta dan bisa menikmati liburan gratis ke luar kota, ke luar negeri tanpa harus mengeluarkan biaya sedikit pun. Ada juga, semua permintaan dan kebutuhannya akan di penuhi semua oleh Yasinta.
"Ke Bandara Pak," ucap Yoga kepada sang supir taksi.
Yoga langsung merangkul Yasinta dan mengusap peluh yang bercucuran membasahi dahi dan sekitar wajah cantik wanita paruh baya itu.
"Uhhh ... Keringetan ya?" tanay yoga sambil mengecup pipi Yasinta lembut.
"Gak lihat sampai ngos -ngosan begini?" ucap Yasinta dengan napas yang masih memburu.
"Panas? Bukannya sudah sering keringatan?" goda Yoga sambil merapatkan pinggang Yasinta ke arahnya. Keduanya sedamg di kelilingi oleh nafsu. Gairah dan hasrat keduanya masih memuncak dan selalu ingin bersama.
Yasinta langsung mencubit perut Yoga dengan gemas dan kesal. Seharusnya hal seperti itu tidak perlu di ungkapkan malah akan membuat masalah baru jika di dengar oleh orang.
"Sakit Yas ...." teriak Yoga dengan suara sedikit keras.
Skip ...
Windu berjalan ke arah gedung kantor Wibisono. Jujur, ia begitu takjub melihat gedung yang tinggi dengan semua fasilitas yang begitu mewah.
Ia masuk ke dalam gedung kantor dan bertanya kepaa satpam.
"Siang, mau bertemu dengan Pak Wibisono?" tanya Windu sopan.
"Sudah ada janji?" tanya satpam itu pelan.
"Sudah ada tadi pagi," ucap Windu pelan.
"Sebentar. Dari mana? Biar saya sampaikan kepada Pak Wibisono," tanya satpam itu dengan suara lantang.
"Bilang saja Windu," ucap Windu pelan.
"Baiklah," jawab satpam itu langsung berjalan menuju meja resepsionis dan menghubungi pimpinan perusahaan.
Windu menunggu di kursi tunggu yang ada di lobby. Kedua matanya begitu terpana melihat gedung sebesar itu. Dalam hatinya berkata bahwa suatu hari nanti ia akan bisa membesarkan usahanya ini menjadid usaha yang sangat besar.
"Bu Windu, silahkan naik ke lift. Biar saya antarkan ke ruangan kerja Pak Wibisono," ucap Satpam itu dengan sopan.
Windu mengangguk kecil lalau berdiri mengikuti arahan satpam menuju ruang kerja suaminya.
Di dalam lift, satpam itu meirik ke arah Windu dan ke arah tetengan yang di bawa oleh Windu. Dari dalam tentengan itu memang mengeluarkan aroma yang begitu harum dari masakan yang ia buat.
"Kenapa Pak?" tanya Windu yang memergoki satpam itu sejak tadi melirik ke arahnya.
"Gak apa -apa. Cuma wangi saja, saya jadi lapar," ucap stapam itu jujur.
"Oh ini buat Pak Wibisono," jawab Windu tersenyum manis.
Ting ... Pintu lift itu sudah terbuka.
Satpam itu berjalan lebih dulu dan mengetuk pintu salah satu ruangan di sana. Memang ruangan itu terlihat berbeda dengan ruangan yang lain. Ruangan itu nampak besar dan terlihat lebih bagus di bandingkan sebelahnya.
"Silahkan masuk Bu Windu," ucap satpam itu mempersilahkan.
"Terima kasih Pak," jawab Windu dengan sopan.
Windu pun masuk ke dalam ruangan. Ia melihat Wibisono sedang serius dengan pekerjaannya. Ia menghampiri Wibisono untuk mencium punggung tangan lelaki itu dan kembali lagi duduk di sofa.
"Mas ... MAu di siapkan makan siang sekrang di meja?" tanya Windu pelan.
Wibisono menatap Windu. IA mencium aroma wangi di ruanganny dan membuat perut buncitnya meronta -ronta untuk segera mencicipi semua makanan yang di bawa Windu.
"Iya siapkan. Mas selesaikan ini dulu sebentar lagi," ucap Wibisono pelan.