18

1046 Words
malam semakin larut. Winisono masih sibuk di ruang kerjanya dan belum kembali ke kamar. Sesuai perjanjian, selama satu minggu ini Wibisono akan tidur bersama Windu, setelah itu tiap sehari sekali Wibisono akan tidur secara bergantian antara di kamar Windu dn Yasinta. Seperti malam sebelumnya sudah pukul sebelas malam, asinta juga belum pulang. Wibsisono pun tak pernah mencarinya, karean terlalu percaya pada alasan istrinya yang sellau berkumpul dengan teman -teman sosialitnya. Windu sendiri sejak tadi sibuk telepon dengan mantan Bos tempat ia bekerja dulu. Windu meminta tips untuk membuka usaha, dan dengan senang hati mantan Bosnya itu menjelaskan detail dan mau membatu Windu hingga Windu bisa membuka tokonya sendiri. "Sudah mau tengah malam. Mas Wib belumjuga kembali. Apa kerjaannya belum elesai?" batin Windu pelan. Windu keluar dari kamar dan menuju dapur. Ia membuatkan kopi untuk suaminya dan cemilan berupa sosis dan kentang goreng. Windu berjalan menuju ruangan kerja Wibisono. Tok ... tok .. tok ... "Mas ...." panggil Windu pelan. "Masuk Ndu," jawab Wibisono pelan. Windu pun membuka pintu ruangan kerja dan tersenyum kepada Wibisono. Ia meletakkan nampan berisi kopi dan sepiring sosis serta kentang goreng. "Ini untuk kamu, Mas. Semoga bisa menemani kamu lembur. Windu keluar dulu ya, karena tidak mau mengganggu Mas Wib," ucap Windu pelan. "Tunggu Windu. Duduklah. Temani Mas di sini. Terima kasih kopi dan cemilannya," ucap Wibisono pelan. Ia pun mulai menyeruput kopi hitamnya dan mencicipi sosis goreng yang membuat perutnya seketika lapar. Windu berbalik dan duduk berhadapan dengan Wibisono. Bahagia meliha apa yang kita buat di hargai dnean cara di minum dan makan hingga habis. Kedua mata Windu brkeliling ke arah ruang kerja itu. Semuanya tertata dengan rapi. "Kalau kamu mau baca buku atau apapun, boleh datang kesini tanpa ada mas," ucap Wibisono pelan. Windu menggelengkan kepalanya pelan. "Gak Mas. Windu gak akan masuk kesini kalau Mas tidak sedang ada disini. Ini ruang kerja, tentu akan ada banyak hal penting dan rahasia. Windu takut di salahkan," ucap Windu pelan. Wibisono menganggu pelan dan paham. "Kamu tidak tidur? Takutnya capek. Bukannya besok harus order untuk mengisi toko baru?" tanya Wibisono pelan. "Windu mau lihat tempatnya dlu. Kalau masalah barang. hari ini pesan langsung di kirim ke toko. Tidak ada masalah," ucap Windu menjelaskan. "Oke. Ini enak banget. Boleh di habiskan?" tanya Wibisono pelan. "Habiskan saja. Memang untuk Mas semua. Mbak Yasinta belum pulang?" tanya Windu pelan. "Belum. Dia sudah biasa pulang malam. Paling juga main sama teman -teman sosialitanya," ucap Wibisono cuek. "Setiap hari Mas?" tanya Windu penasraan. 'Ya. Hampir setiap hari dan sellau pulang malam. Kadang mas berangkat kerja dia masih tidur, dan nanti datang ke kantor bilang mau arisan atau belanja, atau kemana mau jalan -jan. Kadang ke luarkota atau bahkan ke luar negeri," ucap Wibisono dengan entengnya menjawab. "Mas gak marah?" tanya Windu pelan. "Untuk apa marah? Mas juga sibuk. Tidak bisa setiap hari menemani dia, mungkin dia butuh teman, biar gak stres di rumah kan?" bela Wibisono. Windu hanya merasa aneh. Cinta macam apa ini. pernikahan seperti apa yang mereka jalani berthaun -tahun dengan keadaan yang seperti ini. Suaminya membebaskan karena ia terus menerus meraa bersalah karena trauma dan kekurangannya. Sedangkan si Istri malah memanfaatkan waktu, keadaan dan kondisi untuk berfoya -foya dan bersenang -senang. "Mas jarang ngobrol sam aMbk Yasinta dari hati ke hati?" tanya Windu pelan. "Kita gak ada waktu Windu. Dia sibuk di saat Mas gak sibuk. Dan dia gak sibuk di saat Mas sibuk. Mas gak bisa melarang dia menentukan hidupnya. Mas takut kehialngan Yasinta," ucap Wibisono pelan. Wibisono selalu beralasan dan membela posisi Yasinyta sebagai istri baik dan setia. Yasinat yang selalu lembut dan tidak pernah marah -marah atau menuntut sesuatu hal dan yang terpenting setia. "Menurut mas? Tolak ukur seseorang mencinta dan menyayangi itu sepeti apa?" tanya Windu pelan. "Ya, tidak menuntut, menghargai, tidak marah -marah gak jelas. Itu orang sayang. satu lagi, berusaha membahagikan pasangannya," ucap Wibisono mantap. "Lalu tolak ukur setia? Seperti apa?" tanya Windu kembali. "Kalau Mas itu simple. Selama dia pulang ke rumah, untuk apa curiga. Kalau pergi dengan alasan tepat juga Mas tidak mau ambil pusing," ucap Wibisono pelan. Windu tersenyum. Lelaki dewasa di depannya inii begitu baik dan pengertian. Cintanya sudah sangat mentok pada Yasinta. Tidak ada ruang atau ceah untuk Windu. Tapi, sebisa mungkin Windu akan tetap melayani Wibisono dengan wajar sesuai takaran Windu sebagai istri. Masalah Wibisono mencintai dan meyayangi kembali itu tak jadi soal. Yang utama dan terpenting itu pengabdian. "Sabar banget ya Mas?" celetuk Windu sangat kagum dengan sikap Wibisono. "Mas pernah kehilangan. Nyesel banget. Makanya Mas gak mau kehilangan orang yang Mas sayang, yang menemani Mas, yang setia bersama Mas dengan kekurangan Mas yang tak bisa memuaskan gairahnya," ucap Wibisono pelan. "Lalu? Selama ini Mas sama sekali gak belajar untuk bis amenyenangkan Mbak Yasinta?" tanya Windu penasaran. Dengan begini juga Windu bisa dapat infodan akan di teliti lagi. "Ya cuma begitu. Hanya mencium, menyentuh, mereas, atau membantu dia mencapai puncak kenikmatan. Melihat dia puas, Mas sudah senang," ucap Wibisono sendu. Hoamm ... Windu sengaja menguap lebar. Waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Di dalam ruangan ini, tidak bisa mendengar keadaan di laura. Ruangan ini kedap suara. "Sudah lelah? Mau tidur?" tanya Wibisiono yang sudah selesai bekerja juga. Ia menyeruput sisa kopi terakhir dan menutup laptopnya. "Sudah Mas. Sudah jam dua. Mas juga butuh istirahat," ucap Windu pelan. "Iya," jawab Wibisono pelan. Keduanya keluar dari ruanga kerja menuju kamar tidur mereka. tentu akan melewati kamar tidur Yasinta yang di anggap belum datang. Suara itu ... Suara yang di dengar Windu kemarin. Terulang kembali. Entah Wibisono dengar atau tidak atau pura -pura tak mendengar. Suara sedang emnikmati sesuatu yang tak bisa di katakan dengan kata -kata. Windu sengaja memelankan langkahnya. Begitu juga dengan Wibisono. Windu menunduk dan tak berani menoleh ke arah Wibisono. Ia takut Wibisono malu atau bagaimana. Jelas wajah Wibisono memerah. Ia berusaha menahan amarahnya dan tidak tersulut emosi. Suara Yasinta jelas terdengar sedang mengerang dan mendesah berkali -kali tanpa ada rasa bersalah. Sampai di kamar Windu. Wibisono diam tidak bicara dan langsung tidur di kasur. Windu tahu, Wibisono tentu kecewa. Pelan Windu berjalan ke balkon Ia melihat balkon kamar Yasinta memenag terbuka. Dari tempat ia berdiir jelas sekali usara nikmat itu nberkali -kali lolos dari bibir Yasinta, hingga puncak erangan terkahir lolos dari bibir seoarng pria yang memanggil nama Yasinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD