Bab 8. Nikahin Aku, Pak!

1153 Words
Setelah sempat terlibat perkelahian dengan Alex, akhirnya Kevin berhasil mengusir pria yang hampir melecehkan Rissa. Alex pergi dengan wajah yang babak belur karena Kevin menghajarnya tanpa ampun, benar-benar meluapkan perasaan marahnya walau tidak sampai tuntas. Kini Kevin duduk di sebelah Rissa yang sudah mengenakan pakaian tertutup. Kevin memang sempat melihat tubuh bagian atas Rissa yang naked begitu berhasil masuk ke kosannya, tetapi Kevin yang datang benar-benar untuk menyelamatkan Rissa dari nafsu b***t Alex sama sekali tidak fokus akan hal itu. Saat ini keduanya duduk di tepi ranjang. Tubuh Rissa masih gemetar ketakutan, kejadian tadi membuatnya trauma, matanya merah, dan dibasahi bulir-bulir bening penuh sesal karena tidak pernah mau mendengarkan apa yang ayahnya bilang tentang Alex. "Rissa, kamu aman sekarang. Saya ada di sini," ucap Kevin dengan suara lembut, mencoba menenangkan wanita itu. Ia pun meraih tangan Rissa dan menggenggamnya erat, memberikan rasa aman yang sangat dibutuhkan Rissa saat ini. Rissa mengangguk pelan, tetapi masih terlihat ketakutan. "Saya … saya nggak tau apa yang akan terjadi kalau Bapak nggak datang," lirihnya dengan suara bergetar. Kevin menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan amarahnya terhadap Alex. "Yang penting sekarang kamu aman. Alex nggak akan mengganggumu lagi. Saya akan pastikan itu." Rissa menatap Kevin dengan tatapan sendu. "Terima kasih, Pak Kevin. Bapak sudah menyelamatkan saya." Kevin mengangguk, merasa lega bahwa ia bisa membantu Rissa tepat waktu. "Sama-sama. Rissa. Saya akan selalu ada untukmu. Jangan pernah ragu untuk menghubungi saya kalau kamu butuh bantuan." "Jadi apa yang sebenarnya mau Bapak bilang waktu di mobil tadi, soal kejadian malam itu? Maaf, kalau dari awal saya selalu menolak penjelasan dari Bapak, padahal seharusnya saya dengar apa yang mau Bapak bilang, biar saya tau apa yang sebenarnya terjadi." "Mungkin ini saat yang tepat buat saya jelasin apa yang terjadi. Sebenarnya malam itu saya lihat Alex masukin obat perangsang ke minuman kamu waktu di bar. Saya berusaha menyelamatkan kamu dari aksi b***t Alex karena saya nggak tega biarin kamu dimanfaatin sama dia. Maaf kalau saya lancang karena malah bawa kamu ke apartemen saya, tapi saya berani bersumpah kalau niat saya benar-benar cuma mau lindungin kamu. Tapi, malam itu sepertinya kamu udah nggak sadar dan mungkin pengaruh obat itu udah melumpuhkan akal sehat kamu. Saya udah berusaha sekuat tenaga buat mencegah semuanya supaya nggak terjadi, tapi saya nggak tega waktu kamu minta tolong berkali-kali, minta saya bantu kamu buat hilangin panas yang kamu rasain." Kepala Rissa tertunduk dalam, pandangannya kosong menatap lantai. Hatinya terasa berat, seolah ada beban yang menekan dadanya. Air mata perlahan mengalir di pipinya, membasahi wajah yang tampak pucat. Penjelasan Kevin terngiang memenuhi isi kepala tentang kesalahpahaman yang telah terjadi. Setiap kata yang keluar dari mulut Kevin seperti pisau yang menusuk perasaannya, membuat rasa bersalah semakin dalam. Ruangan itu terasa sunyi, hanya terdengar suara napas Rissa yang terisak. "Rissa, jangan menangis." Kevin bertutur dengan lembut, mengulurkan sebelah tangan untuk mengusap punggung Rissa yang bergetar karena menangis. "Maafin saya Pak, sejak kita terlibat kejadian malam itu saya selalu menganggap kalau Bapak itu laki-laki b******n, laki-laki m***m, dan penjahat kelamin yang udah menghancurkan masa depan saya. Saya malah menyalahkan Pak Kevin atas apa yang terjadi, padahal semua salah saya. Nggak! Semua itu gara-gara Alex dan niatnya yang licik." Dengan terisak-isak, Rissa meluapkan rasa bersalahnya karena sudah menuduh Kevin yang tidak bersalah. "Nggak apa-apa, Rissa. Saya paham kalau kamu marah dan benci sama saya karena belum dengar penjelasan tentang apa yang terjadi. Sekarang kamu jangan nangis lagi ya, jangan sesali apa yang udah terjadi. Sekarang hal yang perlu kamu pikirkan adalah menyembuhkan diri kamu sendiri atas trauma yang kamu alami. Saya tau ini berat untuk kamu, kejadian malam itu aja mungkin masih membekas di ingatan kamu, dan hari ini kamu hampir dilecehkan sama Alex." "Saya nyesel banget, Pak. Andai saya percaya sama kata-kata ayah kalau Alex itu bukan laki-laki baik, pasti saya nggak akan mengalami kejadian malam ini, dan seandainya aja saya tau dari awal kalau Alex yang udah jebak saya malam itu sampai akhirnya saya bikin Bapak terlibat, pasti saya langsung putusin hubungan sama dia!" ucap Rissa seraya menghapus air mata di pipinya. "Kalau kamu menyesal, datanglah ke ayahmu dan minta maaf sama dia. Kalau kamu mau, besok saya akan antar kamu pulang buat ketemu orang tuamu." Kevin coba memberi saran agar Rissa tidak dihantui perasaan menyesal atas keputusannya yang salah. Rissa menatap Kevin sekilas, lalu ia mengangguk. Mengiyakan kata-kata Kevin yang ada benarnya karena rasa sesal yang dirasakannya kini membuatnya ingin menangis dan meminta maaf pada orang tuanya yang sejak awal sudah melarangnya menjalin hubungan dengan Alex. "Bukannya besok kita mau survey lokasi ke Cibiru, Pak?" tanya Rissa yang ingat akan jadwal atasannya itu dan ia harus ikut mendampingi Kevin. "Kamu keberatan nggak kalau kita ke rumahmu setelah pulang survey lokasi dari Cibiru?" Kevin balik bertanya karena ia sempat melupakan jadwalnya di hari Minggu. "Nggak kok, Pak. Justru saya nggak enak malah ganggu waktu Bapak, seharusnya saya nggak ngerepotin Pak Kevin karena masalah seperti ini." "Kan saya yang nawarin buat antar kamu, kok kamu malah mikir ngerepotin saya sih?" Kevin mengakhiri kalimatnya seraya tersenyum, membuat Rissa ikut menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum tipis. "Akhirnya saya bisa lihat senyuman kamu lagi!" ucap Kevin yang merasa sedikit lebih lega, lalu ia bangkit dari posisi duduknya, dan menepuk salah satu bantal yang ada di atas ranjang. "Sekarang kamu tidur ya, ini udah malam," lanjut pria itu seraya tersenyum. Malam itu Kevin memutuskan untuk menginap di kosan Rissa, memastikan bahwa wanita itu benar-benar merasa aman dan tidak sendirian. Mereka sudah berbincang hingga larut malam dan perlahan-lahan, ketakutan Rissa mulai mereda, digantikan oleh rasa aman dan nyaman karena kehadiran Kevin. "Terus Bapak gimana?" tanya Rissa yang takut karena berpikir Kevin akan pulang dan meninggalkannya sendirian di kosan. "Saya jagain kamu dari sofa ya." "Bapak nggak mau tidur?" "Saya nggak tenang kalau ninggalin kamu tidur." "Terus Bapak mau begadang sampai pagi?" tanya Rissa sekali lagi. "Iya, nggak apa-apa kok. Jangan pikirin saya, sebaiknya kamu tidur biar pikiranmu jauh lebih tenang." Tanpa sadar, Kevin mengusap pucuk kepala Rissa dengan lembut. Tidak bermaksud kurang ajar sama sekali dan ia langsung menarik tangannya saat tersadar. "Ini selimut buat Bapak biar nggak kedinginan!" ucap Rissa yang bangkit dari atas ranjang dan membuka lemari plastik khusus selimut. Lalu menyodorkan selimut bersih pada Kevin. "Makasih ya." Kevin berucap dan memeluk selimut itu, lalu membawanya ke sofa. Ia duduk dan menghadap ke arah ranjang, memperhatikan Rissa yang sudah merebahkan diri di atas ranjang dan mulai menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya. Kevin mengulas senyuman saat ia menyaksikan mata indah Rissa mulai terpejam. "Tidur yang nyenyak ya. Aku harap kamu bisa lupain masalah yang terjadi malam ini, Rissa," bisik Kevin yang memutuskan menghampiri Rissa untuk menarik selimut agar menutupi tubuh wanita itu sampai leher, memastikan Rissa tetap merasa hangat di tengah suasana malam yang semakin dingin. Saat Kevin hendak kembali ke sofa, tiba-tiba Rissa menahan pergelangan tangan Kevin. "Pak Kevin, tolong nikahi saya untuk mempertanggungjawabkan kesalahan kita malam itu," ucap Rissa dengan mata yang terpejam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD