"Sultan, Ayah belum selesai ngomong, Nak." Sultan memutar bola matanya.
"Mau ngomong apa lagi Ayah? Ayah kan dari tadi udah ngomong sama Sultan."
"Yah maksud Ayah bukan kaya gitu. Ayah cuman pengen kamu pulang ke rumah, apa susahnya sih? Kenapa kamu milih tinggal sendirian disini? Terus kemarin maksudnya apa bawa anak gadis orang?" Sultan meringis mendengar ucapan Ayahnya.
Siapa yang berani melapor pada sang Raja? Kemarin memang dia membawa Ratu ke rumahnya, itu pun kan dia sembunyi-sembunyi tanpa ada yang tahu kecuali beberapa Art disini. Sultan pun slalu membungkam beberapa Art nya untuk tidak banyak berbicara pada Ayahnya mengenai apapun kelakuannya. Lalu siapa yang berani melapor?
"Ayah kata siapa Sultan bawa gadis orang?"
"Siapapun orangnya kamu nggak perlu tahu. Ayah kan udah bilang sama kamu Sultan, kenapa susah banget sih buat di denger."
"Bukan nggak denger Ayah, namanya juga anak remaja, yah pasti dong harus punya cewek."
"Kamu udah punya apa aja berani bawa anak gadis orang?" Sultan mengerutkan kening.
Punya apa? Dia bahkan tidak punya apa-apa. Memangnya salah jika dia bawa anak gadis orang kerumahnya? Tidak. Sultan tidak melakukan apapun selain membuat gadis itu kesal padanya. Ayahnya ini memang keterlaluan, memangnya kalau dia pergi dengan anak gadis orang harus punya apa-apa.
"Oke, inti dari pembicara ini apa Yah?"
"Ayah nggak suka kamu terlalu berdekatan sama perempuan."
"Ayah, ya kali Sultan ini biksu nggak boleh deket perempuan."
"Sultan Rajendra." Sultan menghela napas.
"Sultan bukan Abang dan Sultan punya cita-cita sendiri. Kalau emang Sultan di suruh kaya Abang yah mana bisa. Genre kita beda, Yah."
"Nggak ada bedanya, kalian berdua sama-sama anak Ayah." Sultan menggaruk kepala bingung.
Kenapa setiap berbicara dengan Ayahnya slalu saja membandingkannya dengan Abangnya, Raden. Raden yah Raden, Sultan yah Sultan tidak bisa Raden jadi Sultan dan Sultan jadi Raden. Mereka itu berbeda, bahkan jauh dari kata sama. Sultan memang takut dengan Raden tapi kan itu pun karena ada alasannya juga.
Rajendra heran kenapa anak bungsunya berbeda sekali dengan anak sulungnya. Sultan lebih bebal jika di beri tahu. Sultan slalu melanggar larangan apapun yang sudah dia berikan padanya. Rajendra sudah mencoba menarik semua fasilitasnya namun yang ada sudah lebih dari 9 bulan Sultan keluar dari rumahnya tidak kunjung pulang. Dan banyak sekali pemberitahuan dari orang-orangnya jika Sultan melakukan hal-hal yang membuatnya mendadak sakit jantung. Raden benar, Sultan jika di bebaskan akan lebih bebas dari sekarang. Terbukti 9 bulan tidak dia pantau kelakuannya sudah lebih parah dari sebelumnya.
"Sultan tahu. Ayah ini kenapa sih? Ini masih pagi, terus ngapain ngajak Sultan ribut? Sultan udah berbaik hati loh Yah keluar dari rumah karena nggak mau ribut sama Ayah. Terus sekarang ngapain Ayah nyari ribut sama Sultan? Kenapa Ayah nggak ngajak ribut Abang aja?"
Plak
"Aduhhhh." Sultan mengaduh saat belakang kepalanya di geplak oleh sebuah tangan.
"Apaan sih, Bang? Sakit tahu. Di kira kepala gua ini nggak sakit apa?" Sultan mendengus saat melihat Abangnya berdiri di samping Ayahnya.
"Kamu udah keterlaluan, Sultan."
"Keterlaluan apa lagi sih Bang?"
"King ngadu sama Abang kalau kemarin kamu bawa perempuan ke kamar. Maksudnya apa itu? Apa itu pantas Sultan?" Sultan yang sedang mengusap kepalanya diam.
Oh jadi bocah setan itu mengadu pada Ayah dan Abangnya. Oke, Sultan tidak akan pernah berbelas kasihan lagi pada bocah itu. Peduli iblis tuh bocah mau kayang sekalipun. Bagi Sultan pengkhianat mau siapapun itu tidak akan bisa di toleransi olehnya.
"Oh pantesan Abang sama Ayah dateng ke rumah ternyata ada yang ngadu. Dengerin nih, Sultan bawa tuh cewek karena pingsan jadi karena Sultan nggak tau dia rumahnya dimana akhirnya di bawa ke rumah ter—"
"Di rumah ini kamar bukan cuman satu Sultan. Banyak kamar yang kosong ngapain kamu bawa dia ke kamar kamu?" Sela Raden.
"Sultan belum selesai, Bang! Makanya dengerin dulu ngapa sih." Raden dan Rajendra terdiam melihat Sultan yang berkacak pinggang. Sultan lebih mengikuti gen Ibunya yang bar-bar, makanya mereka tak heran jika pria itu berkelakuan seenaknya.
"Sultan ngajak tuh cewek ke kamar karena Sultan tahu setiap King ada di kamar lagi ngapain. Selama ini Sultan diem aja kalau King ada di sini. Abang sama Ayah nggak tahu kan kalau itu bocah ngapain di kamar Sultan. Percaya nggak percaya kalian udah pernah liat kamar Sultan gimana dan harus kalian tau, bukan ngadu yah inget. Sultan ngusir tuh bocil keluar karena dia lagi Nonton pembunuhan. Bayangin dong masa anak sekecil itu udah berani nonton tentang Psikopat. Sultan aja dulu segede tuh main di lapangan bareng anak tetangga, lah tuh anak malah nonton pembunuhan. Inti dari cerita ini tuh biar King tahu kalau Omnya udah punya cemewew, biar dia segan sama tuh cewek. Eh tahunya dia malah tetep aja asik di kamar lanjutin nonton."
Aduh sumpah gua degdegan kalau ketauan bohong. Eh, beneran deh gua nggak bohong. Tuh bocah kemarin emang di kamar tapi lagi main games, lagian udah lama juga si King nggak nonton gara-gara gua bakar kaset koleksi gua. Ke paksa gua lakuin itu, mau gimana lagi, gua nggak mau keponakan gemoy gua jiwanya ke ganggu.
"Kamu jangan bohong Sultan." Raden menatap Sultan dengan tajam. Jantungnya berdetak kuat, jika benar, habis sudah dia di omelin istrinya.
"Sultan nggak bohong kali. Kenapa Sultan larang King main kesini itu bukan karena nggak sayang. King tuh masih kecil ngapain dia lakuin hal-hal kaya gitu. Lebih pantes tuh dia main sama temen-temennya, bukan malah enak-enak nonton begituan."
Rajendra memegang dadanya. Astagfirullah! Kenapa cucunya jadi seperti ini? Dia tidak percaya jika cucu kesayangannya bisa senekad itu menonton hal yang tidak pantas di tonton anak seusianya. Pantas saja King slalu merengek padanya untuk diantarkan ke rumah Sultan, ternyata ini alasannya. Sultan juga sering melarang, bahkan saat itu mengurung King di kamar mandi. Bukan karena kesal tapi karena kelakuan keponakannya yang luar biasa gila. Raden hanya bisa terdiam, King itu anak cerdas. Dia slalu menuruti semua perintah kedua orang tuanya. Tapi, kenapa tanpa Raden ketahui dia menonton hal-hal semacam itu.
"Kita bahas nanti waktu pulang sekolah aja. Sultan harus berangkat ke sekolah, Sultan pergi Yah, Bang." Sultan berlalu pergi meninggalkan Abang dan Ayahnya yang masih terkejut.
Sultan harus mengatakan ini pada Ayah dan Abangnya. Bagaimana pun King masih terlalu kecil untuk mengetahui hal-hal berbau seperti itu. Sultan pun kaget awalnya, akhirnya karena gemas dia mengurung King di gudang sehari semalam. Tapi bukannya menangis King malah duduk diam dengan posisi santai tanpa ada rasa takut sama sekali.
Sultan waktu itu mencoba membawa King ke psikolog untuk memastikan jika keponakannya ini baik-baik saja. King memang baik-baik saja tak ada masalah apapun di kejiwaan nya. Setelah pulang Sultan memarahi King habis-habisan, bahkan sempat memukul betisnya karena tak bisa lagi berbuat banyak. Saat itu King sudah berjanji padanya tidak akan menonton hal semacam itu. Tapi nyatanya ucapannya tak sesuai, mau tak mau dia membakar semua koleksinya.
"Orang jahat terlahir dari orang baik"
King mengatakan itu pada Sultan dan hal itu membuatnya ingin sekali mencuci otak keponakannya dengan sadis. Sultan mengakui menyukai film-film seperti itu tapi untuk keponakannya gila saja. Sejahatnya Sultan pada keponakannya dia tidak mau memberikan hukuman berat. Sultan tak pernah berbuat kasar tapi ini sudah keterlaluan, makanya dia melakukan hal itu. Peduli setan dengan Abangnya nanti akan memarahinya toh demi kebaikan King. Namun nyatanya King tidak mengadu, mungkin dia takut di tanya alasannya kenapa.