Tujuh

1221 Words
"Aku tidak akan merestuimu untuk menikah!" Pengganggu, aku benci para pengganggu yang mencoba menghalangiku mendapatkan wanitaku. Jika saja pria itu bukan Kakak kandung calon istriku, sudah aku pastikan mayatnya tenggelam di dasar laut. Aku melihat reaksi Vhena yang sepertinya terlalu santai menanggapi ucapan pria bernama Virgil itu. "Sebaiknya kau fokus untuk bekerja dan bantu adikmu untuk menggapai cita-citanya menjadi dokter. Bukan membahagiakan dirimu sendiri!" Cukup, aku sudah tidak ingin mendengar calon istriku direndahkan seperti itu. Aku bangkit berdiri dan Vhena mencoba menghalangiku dengan satu tangannya. Aku melihat raut wajah Vhena yang datar dan dingin disaat bersamaan. "Lalu kapan aku bisa bahagia?" tanya Vhena dengan suara yang cukup stabil di telingaku. "Apa aku tidak boleh bahagia? Tidak cukupkah kalian mengolokku sejak dulu?" intonasi suara Vhena mulai naik. Aku menarik tangan Vhena hingga keluar rumah, wanitaku terlihat berkaca-kaca menatap ke arahku. Aku tidak bisa melihat air matanya jatuh begitu saja. Jadi, lebih baik aku melakukan negosiasi dengan Kakak dan juga calon ibu mertuaku. "Tunggu di sini," "Tapi-" "Percaya padaku." Aku melihatnya yang menatapku dengan khawatir, memangnya apa yang ia khawatirkan selain tidak mendapat restu dari keluarganya. Aku tersenyum untuk menenangkan wajah cantik wanitaku, mencium tangannya sekilas lalu dengan terburu-buru aku kembali memasuki rumah itu. Aku tutup pintu rumah itu dengan rapat agar Vhena tidak dapat mendengar percakapan kami, akan sangat berbahaya jika Vhena mendengar apa yang akan aku sampaikan kepada Kakak dan juga Ibunya. Membalikkan tubuh, aku menatap tajam ke arah pria bernama Virgil, tidak ada raut bersalah dari wajah pria itu membuatku ingin sekali menembak tepat di kepalanya. Aku harus menahan emosiku kali ini, para bodyguard milikku sudah pasti sedang berjaga di luar dan aku harap Vhena tidak menyadarinya. "Kau benar-benar menjadi Kakak yang buruk, Tuan Virgil." Aku melihat ekspresi wajahnya yang benar-benar tidak berubah meski aku mencoba mengintimidasinya. "Kau tidak memiliki hak apapun dengan sikapku, Tuan Romero." Jawaban angkuh yang paling aku benci dari rakyat jelata sepertinya, mengapa Vhena harus memiliki keluarga yang menyebalkan sekaligus sangat menyusahkan. "Aku tidak menyangka, putra dari Dragnile Ravhe tidak memiliki empati sedikit pun pada adiknya," kini aku melihat wajah kedua orang itu mulai berubah. "Siapa kau sebenarnya?"aku tersenyum saat mendengar pertanyaannya, wajahnya benar-benar seperti di rundung masalah saat ini. "Jose Daniel Romero Castillo," jawabku dan aku melihat tubuh mereka berdua mulai menegang. "Ti-tidak mungkin," gumam Virgil dan aku dapat mendengarnya. "Berhenti membuang waktuku yang berharga, kami akan menikah dalam dua hari lagi dan besok aku akan mengurus sisanya. Jika kalian mencoba menghalangiku ... kalian bisa mencoba merasakan tinggal di dalam tanah." Aku dapat melihat wajah mereka yang mulai memucat, dengan gerakan cepat Virgil mengangguk. Menggelikan, mereka takut akan kekuasaanku karena itu mereka lebih cepat menurut. Mereka benar-benar tidak memikirkan perasaan dan kebahagiaan Vhena. "Jadi, apa jawaban kalian?" tanyaku lagi. "Kami merestui hubungan kalian!" jawab mereka secepat mungkin. "Good, aku tidak menerima penolakan apapun dari kalian." Jawabku dan mereka mengangguk cepat. "Dan satu hal lagi, jangan katakan pada Vhena siapa diriku sebenarnya. Aku tidak ingin Vhena berpikir macam-macam tentangku!" "Baik, Tuan Castillo." jawab Virgil yang terdengar kaku di telingaku. Tidak masalah, selagi mereka berdua kini berada di bawah kontrolku. Vhena akan aman berada di sisiku dan mereka pasti tidak akan mengganggunya. Terlebih lagi sepertinya mereka membutuhkan uang, aku mudah memberikannya.  "Kalian tidak takut aku mempermainkannya?"  "Tidak, kami tidak berani berpikir macam-macam tentang Anda."  Aku membenci jawaban Virgil, pria itu seakan mengatakan 'ambil saja wanita itu, kami tidak membutuhkannya.' Jika saja mereka bukan keluarga Vhena, aku benar-benar akan mengubur mereka hidup-hidup. Berdebat dengan pria itu mungkin tidak akan habisnya, benar-benar menyebalkan dan kini aku membutuhkan pelampiasan. Aku mengambil ponsel milikku dan menghubungi tangan kananku. "Ada apa, Tuan Jose?" "Kumpulkan beberapa pembangkang di bunker judgment!" "Siap, Tuan." Aku langsung menutup sambungan telepon itu dan kembali menatap kedua orang yang sudah berkeringat dingin di hadapanku.  Pria bernama Virgil yang memiliki perawakan tinggi besar dengan wajahnya yang sama sekali tidak mirip sedikit pun dengan Vhena. Vannesa pun juga tidak mirip dengan Vhena, apa Vhena bukan anak mereka sehingga keluarganya selalu mengolok wanita itu. Aku akan memikirkannya nanti, yang terpenting saat ini adalah kelangsungan pernikahanku dengan Vhena, tidak ada yang boleh mengetahui aku sudah menikah. Aku tidak ingin Vhena terancam nyawanya karena diriku yang memiliki banyak musuh.  "Mulai saat ini berlaku baiklah pada Vhena, aku tidak ingin ia terlihat terluka seperti tadi. Apa kalian mengerti?" Mereka berdua mengangguk cepat, aku tidak ingin melihat wanitaku tersakiti seperti tadi. Menyebalkan sekali mengingat perlakuan mereka seperti Vhena anak tiri. Aku keluar dan melihat Vhena yang terlihat gelisah. Aku menghampirinya dengan senyuman, dan melihatnya yang terkejut dan menghampiriku, membuatku merasa senang. "Apa kau baik-baik saja?" pertanyaan bodoh yang pernah aku dengar. Bagaimana mungkin aku tidak baik-baik saja disaat aku yang mengancam keluarganya. Tetapi, hatiku merasa hangat karena ia mengkhawatirkan diriku. Aku bersyukur mendapatinya menjadi calon istriku. "Tenanglah, aku sudah membicarakan semuanya dengan baik pada mereka. Dan akhirnya keluargamu merestui kita berdua."  "Apa kau yakin?" "Mengapa kau tidak yakin, Vhena?" "Karena mereka itu...," aku melihat keraguan di mata cantiknya. Vhena terlihat sedang memilih kata untuk mengatakannya padaku, tetapi aku tahu apa yang akan ia katakan. "... mereka menyukai uang." Tepat seperti dugaanku, tentu saja mereka menyukai uang dan memilih memberikanmu padaku. Oh Vhena, aku tidak akan mengembalikanmu pada mereka. Aku tidak peduli mereka menganggap menjual dirimu atau tidak, yang terpenting adalah dirimu sudah menjadi milikku. Aku tidak peduli mengeluarkan beberapa lembar uangku hanya untuk memenuhi hasrat keluargamu, karena kau akan selalu ada di sisiku. "Tidak masalah, aku akan mengantarmu pulang. Setelah ini aku memiliki urusan lain," Aku menarik lembut tangan halusnya, tetapi ia kembali menghentikanku. "Apa keluargaku memerasmu?" Memeras? Tidak mungkin mereka berani memerasku, tetapi jawaban itu hanya bisa aku telan mentah-mentah. "Tidak, kau terlalu berpikir negatif," jawabku sambil mengelus tangannya. "Kau pergi bukan untuk memberikan uang untuk Ibuku, bukan?" Aku pergi untuk melampiaskan kekesalanku, lagi-lagi aku tidak bisa mengatakan itu hanya untuk melihat senyuman indahnya. Aku kembali tersenyum dan hanya diam sambil menarik tangan mungil wanitaku menuju mobilku yang terpakir. "Aku harus mengirimkan dokumen pada seseorang," jawabku bohong dan sepertinya aku melihat dirinya menghembuskan napas lega. "Jangan pernah memberikan uang sepersenpun pada keluargaku," aku menoleh sebelum menjalankan mobilku. "Mengapa?" tanyaku penasaran. "Aku mohon jangan memberikan uang pada keluargaku, aku bisa memakai uangku untuk memberikan mereka sedikit dari penghasilanku. Aku tidak ingin mereka bergantung padamu, dan membuatmu membenciku." Apa aku tidak salah dengar? Padahal aku yakin Ia akan menerima dengan senang hati bantuan dariku, tetapi ... Vhena bahkan menolaknya karena takut aku membencinya? Aku tidak sedang bertemu dengan makhluk luar angkasa, bukan? Karena aku yakin hanya sepuluh persen wanita yang akan menolak kekayaanku. "Baiklah," jawabku yang hanya untuk menenangkan dirinya. Aku tidak akan membiarkan keluarganya terus meminta apa yang sulit di dapatkan oleh Vhena. Karena itu, aku harus turun tangan untuk memberikan apa yang mereka inginkan. Membencinya? Bahkan aku tidak memiliki alasan untuk membenci wanita cantik yang berada di sebelahku. Wajahnya masih terlihat gelisah dan panik selama perjalanan, aku memberhentikan mobil milikku di depan apartemen miliknya. "Aku akan memesankanmu makanan, kau belum menyentuh makanan sejak pagi." "Tapi-" "Tidak ada tapi-tapian, sekarang masuk ke dalam apartemenmu atau aku yang akan menggendongmu untuk masuk ke dalam?" "Baiklah, baiklah, aku mengerti. Hati-hati di jalan," Aku tersenyum menatap ke arahnya, ia membuka pintu mobil dan bermaksud untuk turun dari mobil. Tanpa sadar aku menarik lengannya hingga ia menoleh dan lagi-lagi bibir ini tidak bisa di ajak kompromi. Aku menciumnya! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD