Tiga

1362 Words
Hari sudah menjelang sore, Daniel menepikan mobil Range Rover Black Edition miliknya tidak jauh dari gedung JC corporation. Pria tampan itu turun dari mobil dan segera berputar untuk membukakan pintu mobil untuk Vhena. Vhena tersenyum sambil menerima uluran tangan Daniel dan segera turun dari mobil mewah itu. Mereka berhenti tepat di depan gedung apartemen yang tidak terlalu mewah seperti milik Daniel, tetapi apartemen itu juga merupakan salah satu properti miliknya. "Kau tinggal di sini?" tanya Daniel dengan satu alis yang terangkat. "Ya, apa ada masalah?" Daniel tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, apa tidak masalah jika kita sudah menikah tinggal di apartemen milikmu?" Vhena memiringkan kepalanya sedikit, ia tidak masalah dengan itu tetapi, mengingat jika ia ingin menikahi pria tampan di hadapannya itu membuatnya ingin berpikir ulang. "Jangan salah paham, karena aku ingin kau merasa nyaman. Mungkin kau tidak akan merasa nyaman jika tinggal di tempatku," Vhena menghembuskan napasnya pelan sambil tersenyum. Pikiran buruk tentang pria di hadapannya kini sirna, karena pria itu ternyata memikirkan kenyamanannya di banding kenyamanan pria itu sendiri. Melihat senyuman Vhena, Daniel merasa seperti di terbangkan ke atas langit. Terdengar berlebihan, tetapi itulah yang dirasakannya saat ini. "Tidak masalah, tetapi bagaimana dengan dirimu? Kau tahu apartemen di tempat ini mungkin tidak sebagus milikmu," Daniel tersenyum, ia merasa hatinya begitu hangat mendengar wanita itu mengkhawatirkannya juga. "Tidak masalah, selagi kau merasa nyaman aku tidak masalah di mana pun kita tinggal," jawaban yang begitu manis keluar dari bibir Daniel. "Baiklah jika itu yang kau putuskan, tetapi aku harap kau tidak terkejut dengan keadaan apartemen milikku," jawab Vhena sambil tertawa kecil mengingat dirinya bukanlah orang yang terlalu rapi dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Daniel hanya tersenyum sambil mengangguk singkat, ia tidak masalah dengan semua kekurangan wanita di hadapannya. Cukup wanita itu berada di sisinya maka ia akan menjaganya dengan sepenuh hati. Hati? Bahkan Daniel ingin tertawa kencang karena pemikirannya yang begitu polos saat ini. Ia tidak pernah memakai hati pada wanita mana pun, tetapi wanita di hadapannya kali ini berbeda. Wanita yang sanggup menggetarkan hatinya dan membuat jantungnya berpacu lebih cepat daripada saat ia tengah berada dalam zona baku tembak melawan musuh-musuhnya. Vhena melihat pergelangan jam tangannya, ia terdengar sedikit mengumpat lalu kembali menatap Daniel. "Maaf aku harus pergi ke supermarket, karena bahan makanan malam ini sudah habis dua hari yang lalu. Jadi aku pergi dulu, sampai jumpa," ujar Vhena yang terlihat terburu-buru berjalan menjauhi Daniel. "Tunggu, aku akan ikut denganmu," Daniel langsung saja mensejajarkan langkahnya dengan wanita itu. "Apa kau tidak memiliki pekerjaan setelah ini?" tanya Vhena yang takut mengganggu pekerjaan pria itu. Daniel menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lembut, "Tidak ada, apa masalah jika aku membantumu menyiapkan makan malam?"Vhena hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban. Senyumnya terkembang saat melihat Daniel yang sepertinya serius akan lamarannya. Pria itu begitu hangat dan begitu manis, tetapi Vhena sama sekali tidak mengendurkan pertahanannya untuk tidak hancur sehancur-hancurnya saat Daniel berniat meninggalkannya. Cukup baginya merasakan ketakutan dalam hidupnya karena seorang pria. Pria yang terobsesi akan dirinya hingga ia harus mencelakai pria tersebut dan menghilang dari hadapannya. Mereka berdua telah sampai di sebuah supermarket, mereka berdua sudah terlihat seperti sepasang suami istri yang sedang berbelanja bersama d akhir pekan. Sayangnya mereka belum menikah, apalagi hari itu bukanlah akhir pekan. Beberapa sayuran, telur, daging dan berbagai macam bumbu sebagai pelezat makanan. Kembali ke apartemen Vhena, mereka berdua hanya berjalan kaki karena supermarket tidak terlalu jauh dari tempat tinggal wanita itu. Dalam perjalanan pun mereka saling mengenal satu sama lain, hingga Vhena tahu jika Daniel pandai memasak dan membereskan rumah karena tinggal sendiri. Berbanding terbalik dengannya yang tidak bisa merapikan rumahnya sendiri. Daniel di suguhan dengan apartemen yang serba dengan warna putih, tetapi banyak bekas makanan, dan pakaian yang berserakan di lantai. Apartemen dengan gaya minimalis itu terlihat begitu nyaman dan menenangkan. Dan pengharum ruangan yang setiap lima belas menit sekali akan memenuhi ruangan dengan aroma green tea yang menenangkan. "Aku akan memasak, kau bisa membereskan apartemenmu, karena aku yakin kau tidak suka jika pakaianmu aku sentuh begitu saja, bukan?" ujar Daniel sambil melepaskan jas hitam miliknya dan meletakkannya di sofa. Vhena tersenyum dan tertawa kecil saat pria itu mengulung kemeja miliknya dan memakai apron yang sering ia gunakan. Vhena bergegas untuk membereskan apartemennya yang sudah seperti kapal pecah, tidak lupa membuang sampah-sampah yang berserakan saat Daniel terlihat sedang fokus memasak. Rahang yang tegas, sorot mata yang tajam dan terlihat hangat secara bersamaan, di tambah peluh yang mulai turun dari keningnya. Benar-benar seperti sebuah karya Dewa Yunani. Tatapannya kini turun ke tangan Daniel yang cekatan dalam memotong sayuran, bawang dan lainnya seperti seorang koki. "Sudah puas memandangiku?" tanya Daniel sambil mengerlingkan sebelah matanya ke arah Vhena. "A-aku akan kembali membereskan kamarku," Vhena langsung saja berlalu meninggalkan Daniel. Sedangkan Daniel menghembuskan napasnya lega karena jantungnya sudah berdegup kencang saat Vhena memperhatikan dirinya. Wajahnya memerah mengingat tanpa sadar wanita itu tersenyum melihat keahliannya memasak. Ia ingin segera menyajikan makan malam untuk wanta itu dan mendengar pendapatnya, apakah masakannya seenak makanan restoran mahal atau bahkan jauh dari standar kesukaan wanita itu. Satu jam berlalu dan Vhena kembali dengan pakaian santainya, dan rambutnya yang masih terlihat basah sedang ia keringkan dengan handuk kecil di atas kepalanya. Daniel menelan salivanya saat melihat tetesan air turun dari leher jenjang Vhena yang baginya semakin terlihat seksi. Aroma lavender tercium di penciumannya dan membuat dirinya merasa tenang. "Apa kau ingin mandi? Aku baru saja mengisi air hangat untukmu," Daniel menoleh setelah meletakkan piring miliknya di atas meja, "Apa aku boleh menggunakan kamar mandi milikmu?" tanya Daniel ragu. "Tentu saja," jawab Vhena yang langsung duduk di meja makan dengan jarinya yang sudah mengetik di ponsel pintarnya. "Baiklah," jawab Daniel langsung meninggalkan Vhena yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya. "Kau bisa memakai handuk yang baru, aku sudah meletakkannya di dalam," ujar Vhena tanpa menoleh. "Oke," jawab Daniel singkat, ia segera masuk dan menutup pintu itu. Napasnya terlihat terengah-engah dan wajahnya mulai sedikit memucat. "Ini tidak baik, aroma tubuhnya benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungku," gumam Daniel dengan senyum di wajahnya. Vhena kini sedang mengirim laporan demi laporan yang ia lewati tadi siang, ia benar-benar tidak ingat pekerjaannya yang harus di laporkan karena pria yang sedang mandi di kamar mandinya itu. Lupakan sebentar tentang kehadiran pria itu, Vhena kembali fokus dengan teh hangat di atas meja. Aroma teh yang begitu kental terasa seperti sedang berada di restoran mewah, Vhena tersenyum saat merasakan rasa nikmat hanya dari sebuah teh. Ia kembali fokus pada ponsel miliknya hingga ia tidak sadar jika Daniel sudah berada di hadapannya, duduk dengan senyum mengembang. Rambut hitamnya masih terlihat begitu basah hingga menetes ke baju miliknya. Setelah selesai dengan ponsel miliknya, Vhena di buat terkejut dengan ketampanan Daniel yang benar-benar di luar dugaannya. "Kau mengagetkanku, mengapa kau tidak mengatakan jika sudah selesai?" tanya Vhena yang langsung menarik makanan miliknya. "Aku tidak ingin mengganggumu, aku tahu kau sedang sibuk masalah pekerjaan kantor, jadi aku cukup menunggumu hingga selesai," jawab Daniel dengan senyumannya. Vhena hanya tersenyum dan menatap hidangan di depannya, sebuah stik daging dengan egg benny di atasnya. Tidak lupa dengan kentang goreng dan segelas air mineral. "Maaf, aku hanya bisa menyediakan makanan biasa, karena aku tidak tahu apa seleramu tentang makanan," "Tidak masalah, aku tidak memilih-milih makanan yang aku makan. Aku hanya perlu bersyukur untuk makanan malam ini," jawab Vhena lalu berdoa dalam diam. Mereka berdua memakan habis hidangan di atas meja, Vhena tidak menyangka jika Daniel bisa memasak dan membuat masakan sederhana dengan rasa hotel bintang lima. "Aku tidak menyangka kau bisa memasak," kata Vhena yang saat ini sedang mencuci piring setelah makan. "Terimakasih, aku belajar untuk menyenangkan diriku sendiri," jawab Daniel sambil tertawa kecil. "Yang akan menjadi calon istrimu pasti akan sangat bahagia karena memiliki suami sepertimu, tampan, pandai memasak, dan juga, romantis?" ujar Vhena tidak yakin dengan kalimat akhirnya. "Tentu saja, karena itu kau sangat beruntung memilikiku," jawab Daniel dengan senyum penuh kemenangan. "Aku?" "Ya, memangnya siapa lagi yang aku lamar hari ini?" Vhena menoleh ke arah Daniel, ia tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi wajahnya yang memerah sudah menjawab pertanyaan Daniel. "Dan tentunya, aku juga beruntung akan memilikimu," ujar Daniel yang mendekat ke arah Vhena dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Karena permata murni, tidak pernah dilihat oleh orang sembarangan." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD