Tangan Hakim melingkar di pinggang Zivanna segera setelah Zivanna hampir terpeleset ke bagian danau yang lebih dalam. Air sedingin embun gunung menyentuh kulit mereka, dan tubuh Zivanna sedikit limbung sebelum tubuh kokoh sang kolonel langsung menahan dari belakang. Pinggang ramping perempuan itu kini bersandar pada d**a bidangnya, dan seketika Hakim menunduk, suaranya rendah dan dalam, nyaris berbisik namun penuh ketegasan. “Jangan ke tengah. Dasarnya curam. Sini saja, biar saya yang jaga,” ujar Hakim sambil merapatkan genggamannya. Zivanna mengangguk kecil, air membasahi wajah dan lehernya yang masih tampak cantik meski kotor. Ia mulai membasuh tubuhnya perlahan, menggigil. Sesekali tangannya menyeka noda tanah yang membandel di lengannya, namun Hakim melihat betapa keras perempuan itu