Suasana canggung tak terelakkan. Aku dan Dokter Arga masih saja duduk di Alun-alun kidul. Semakin malam juga suasananya malah semakin ramai. Padahal bukan akhir pekan. Kalau akhir pekan atau libur sekolah, bisa dipastikan area ini membeludak. Bahkan untuk jalan saja akan susah. Pergerakannya seperti siput. Sesuai dugaan, aku sangat sulit membangun komunikasi. Sebenarnya aku dan Dokter Arga tidak terus diam, tetapi obrolannya sulit sekali mengalir. Temanya selalu putus, membuat atmosfernya terus canggung. Jika aku angkat topik, entah bagaimana tiba-tiba terhenti. Begitu terus berkali-kali sampai aku enggan bicara lagi. Dokter Arga pun kembali ke setelan pabrik. Dia kembali pasif, tidak aktif seperti tadi. “Ehm!” Akhirnya, Dokter Arga bersuara. “Kenapa kamu jadi diam saja?” “Dokter sendi