bc

Istri Boneka (Indonesia)

book_age18+
3
FOLLOW
1K
READ
revenge
HE
badboy
kickass heroine
heir/heiress
drama
sweet
bxg
lighthearted
campus
city
childhood crush
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Ranty selalu bermimpi bahwa akan menjalani pernikahan yang bahagia. Namun, nyatanya takdir berkata lain. Dia tidak bisa memilih calon suaminya sendiri.Papanya menjualnya untuk melunasi semua hutang dengan seorang lelaki yang tidak mempunyai hati nurani, Arya Adiwijaya.Keduanya melakukan pernikahan sandiwara. Disininya penderitaannya dimulai.Sanggupkah Ranty menjalani dan bertahan di pernikahannya?

chap-preview
Free preview
01 - Kejutan ulang Tahun
Ranty terbangun dari tidurnya yang begitu lelap, hari yang begitu cerahnya. Dengan muka bantalnya, sebuah senyuman lebar terus saja terlintas diwajahnya yang sangat cantik. Ya hari ini merupakan hari ulang tahunnya yang baru saja memasuki tepat ke dua puluh tahun. Sampai hari ini hidupnya kian sempurna. Walaupun dia merupakan anak semata wayang dari keluarga William, dia tidak pernah dimanjakan sama sekali. Hidupnya terbilang keras. Dari dirinya kecil dia tidak pernah mendapatkan perlakukan khusus. Kedua orang tuanya terbilang sangat tegas dan disiplin dalam mendidiknya. Bahkan untuk menentukan dirinya akan bersekolah dimana saja, semuanya telah diatur. Titi biasa dia dipanggil oleh kedua orang tua dan orang terdekatnya. Pagi ini sebelum menjalani harinya, dia menghela nafas dengan berat lalu memejamkan kedua matanya untuk berdoa. Ritual yang selalu Titi lakukan setiap tahunnya. Tidak akan ada cake ulang tahun dari Papa dan Mamanya yang selalu sibuk, sampai-sampai tidak memiliki waktu untuk dirinya. Dalam doanya dia berharap, "Semoga di ulang tahunku kali ini, Papa dan Mama mengingatnya, aku berharap mereka sedikit meluangkan waktu untukku, ya walaupun itu adalah hal yang tidak mungkin. Semoga aku panjang umur, sehat, bahagia dan sukses dalam hal apapun. Agar kelak bisa selalu menjadi kebanggaan mereka berdua. Dan semoga tahun ini aku menemukan seorang lelaki baik yang menerimaku apa adanya. Hehe, maaf ya Tuhan, aku meminta begitu banyak hal. Semoga salah satunya dapat dikabulkan. Amin." Setelahnya dia membuka kedua matanya. Titi bergegas pergi mandi, lalu bersiap dengan mengenakan kaos putih dan celana jins, mengenakan riasan sedikit agar wajahnya tidak terlihat pucat. Tidak lupa juga mengenakan parfurm favoritnya. "Done." ucapnya sambil tersenyum manis. Dia berjalan menuju ruang makan, alangkah senangnya dirinya ketika mendapati kedua orangnya berada disana. Ini merupakan momment langkah untuknya. 'Apa Papa dan Mama sengaja menungguku ya?' ucapnya dalam hati. "Pa, Ma..." Kedua orang tuanya pun menatapnya dengan tatapan yang tak seperti biasanya. Titi bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Ada apa, Pa?" Tanyanya langsung to the point. "Ti, ada yang ingin Papa katakan." Tatapan Papanya begitu serius dan begitu menyedihkan. Dirinya bisa merasakannya. Mamanya memegang tangan suaminya, "Sepertinya bukan hari ini waktunya, Pa." Bisik Mamanya. "Lalu kapan lagi, Ma?" "Nanti malam saja, bukankah Titi harus pergi kuliah?" ucap Mamanya lagi. "Tidak ada waktu lagi, Ma." Mamanya menarik tangannya lalu menatap anak semata wayangnya itu dengan tatapan rasa bersalah. "Ada apa, Pa? Katakan saja!" desaknya yang semakin penasaran. "Kita harus segera keluar dari rumah ini. Hari ini juga. Tidak, detik ini juga." ucap Papanya dengan tegas. "Maksudnya gimana? Kita pindah rumah? Tapi kenapa begitu mendadak? Ada apa ini?" ucapnya sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Kali ini dia melihat Mamanya menangis. "Papa...papa bangkrut!" Satu kata yang tidak pernah terlintas dibenaknya. Karena dari kecil dirinya selalu dipenuhi dengan kemewahan. Keluarganya sangat terpandang. Reaksinya begitu terkejut, "Tidak mungkin! Papa pasti bercanda kan?"ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Papa tidak bercanda, Ti. Itu lah kenyataannya. Semua aset kita pun tidak sanggup untuk membayar semua hutang. Maka dari itu, kita harus segera pindah kerumah yang lebih sederhana lagi." Mamanya memberikan penjelasan sambil terus menangis. Bagaimana mungkin ini semua disampaikan di hari bahagianya? Bahkan Papa dan Mamanya tidak mengingatnya sama sekali dan selalu menganggap itu tidak penting. "Tapi kenapa harus dibilang hari ini?" ucapnya lemas sambil menangis. "Ini hari terakhir kita disini. Tidak ada pilihan lain lagi, Ti. Udah kamu jangan manja. Ini juga bukan akhir dari dunia bukan!" Ketus Papanya. Titi hanya bisa terdiam, sambil terus memperhatikan kedua orang tuanya. Ya baginya pindah dirumah sebesar ini juga tidak ada buruknya. Dia tidak mengkhawatirkan segalanya. Karena selama ini dia hanya menikmati dan menggunakan semua fasilitas yang orang tuanya berikan. Menyimpan sebagian uang sakunya karena berencana suatu saat nanti akan membuka usaha dari uangnya sendiri. "Apa selama ini Papa dan Mama pernah ada sedikit waktu untuk Titi? Titi kira pagi ini.... ah sudahlah." Dia merasa menjelaskan semuanya juga percuma saja mengingat saat ini kedua orang tuanya sudah sangat stres. "Kenapa si kamu ini? Bukannya prihatin dengan keadaan kita sekarang, malah mengungkit hal yang tidak perlu dibahas. Sebaiknya kamu masuk kamar lalu bereskan semua barang-barang kamu. Bawa yang perlu saja." ucap Papanya tanpa bisa dibantahnya. Titi segera berlari masuk kedalam kamarnya yang berada dilantai 2. Sesampainya disana, dia segera menutup pintunya dengan keras lalu terisak. "Kenapa si Papa dan Mama sepertinya tidak menganggapku ada dirumah ini? Kenapa mereka begitu sibuk dengan urusannya? Apa aku ini bagi mereka? Apa aku hanya anak yang harus mengikuti semua keinginan mereka saja? Aaaaargggh!" Teriaknya dengan keras sambil teurs menangis sampai-sampai dirinya sudah tidak tau lagi sudah berapa lama menangis. *** "Sepertinya kamu terlalu keras tadi sama Titi, Mas." William menatap istrinya dengan kesal, "Tolong jangan membuatku semakin stres! Aku hanya ingin jalan keluar dan solusi untuk kita." "Aku juga stres sekarang, Mas. Sepertinya ini teguran dari yang diatas karena selama ini kita terlalu mengejar dunia." "Bukankah karena hal itu kita dipandang oleh orang lain? Kamu lihat dulu gimana hidup kita. Bahkan keluargamu terus saja mengejek dan menghinaku hingga aku bisa membuktikan kalau aku bisa sukses seperti ini. Ini semua hasil kerja kerasku. Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi begitu saja. Aku tidak ingin miskin." Ketusnya. "Tapi, Mas...." "Apalagi? Aku udah pusing ya!" William memijat keningnya, dia terus saja berpikir hingga dirinya mengingat seseorang yang sepertinya bisa membantunya untuk keluar dari semua masalah yang sedang dihadapinya itu. "Arya?" ucapnya sambil tersenyum. Arya siapa, Mas?" "Kamu sebaiknya diam dan jaga saja Titi. Aku sudah punya jalan keluar untuk masalah kita. Keluarga kita tidak akan bangkrut bila kamu ikut bekerjasama denganku tanpa membantah sama sekali." Sarah menghela nafas dengan berat, lalu mengangguk lemah. Dia bisa mengerti kenapa suaminya menjadi sangat banyak berubah. Memang dulu keluarganya sudah terlalu banyak ikut campur dalam rumah tangganya. Wajar saja William begitu sakit hati dan membuktikan segalanya. Dan sekarang semua pencapaian dan kerja kerasnya akan hilang begitu saja? Tidak mungkin dia akan menerimanya. Suaminya menjadi sangat seseorang yang sangat ambisius dalam segalanya. *** "Siapa kamu?" Seorang lelaki tiba-tiba saja berjalan mendekat kearahnya. lalu berbisik tepat ditelinganya, "Kau milikku!" Sontak membuatnya tersadar ketika dirinya terjatuh dari atas ranjangnya. "Awwwww.....! Sakit!" Perlahan-lahan Titi mulai membuka kedua matanya, perutnya berbunyi karena sejak pagi dia belum ada makan apapun. Saat ini waktu telah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi dia merasa kebingungan kenapa Papa dan Mamanya tidak memanggil ataupun menghampirinya. "Apa aku yang tidak mendengar apapun ya?" Dengan masih kebingungan dia mulai mengingat kejadian tadi pagi. "Selesai sudah hari ulang tahunku ini, sungguh menyedihkan!" ucapnya dengan frustasi. TOKTOKTOK! "Ti, kamu dipanggil sama Papa itu di ruang kerjanya." "Iya, Ma sebentar." Titi bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sejenak, lalu berjalan dengan malas ke ruang kerja Papanya. "Pa, ini Titi." "Masuk." "Ada apa, Pa?" Tanyanya sedikit keheranan. Jarang sekali Papanya ingin berbicara dengannya. Apalagi saat ini dalam keadaan yang tidak baik begini. "Kamu akan menikah!" "Hah? APA?! Papa lagi bercanda ya?" Betapa syoknya dia mendengar kejutan lain yang tidak terpikir sama sekali baginya. Tatapan serius di wajah Papanya, "Papa serius! ini saatnya kamu membantu keluarga. Ada seseorang yang ingin Papa kenalin ke kamu. Dia sangat kaya, dan yang terpenting dia bersedia membayar semua hutang Papa. Kita akan bebas dari masalah ini, asalkan kamu mau berkorban sedikit saja." Titi menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan keinginan Papanya yang sangat tidak masuk akal. "TIDAK! TITI TIDAK MAU MENIKAH!" Tolaknya lalu berlari menuju kamarnya. Entah memiliki kekuatan darimana dirinya menolak keinginan Papanya. Ini kali pertama dirinya begitu tegas didalam hidupnya. Dia tidak ingin menjalani pernikahan dengan seseorang yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali. Titi merasa kali ini Papanya sudah sangat keterlaluan. Dia merasa Papanya melakukan semuanya untuk ambisinya yang tidak ada habisnya sampai kapanpun. Sesampainya dikamar dirinya terus terisak, "Hari ini sangat menyedihkan! Selamat ulang tahun untukku. Terimakasih semua kejutannya, Pa, Ma." rasanya kepalanya semakin pusing saat ini. Dirinya terus saja menangis sambil terisak hingga membuatnya kembali tertidur.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Shifted Fate

read
688.3K
bc

Chosen, just to be Rejected

read
141.8K
bc

Corazón oscuro: Estefano

read
978.1K
bc

Holiday Hockey Tale: The Icebreaker's Impasse

read
143.5K
bc

The Biker's True Love: Lords Of Chaos

read
312.6K
bc

The Pack's Doctor

read
700.1K
bc

MARDİN ÇİÇEĞİ [+21]

read
806.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook