02 - Pertemuan Pertama

1046 Words
Setelah berdebat panjang lebar dengan papanya, Ranty yang memang pada dasarnya tidak bisa menolak keinginan dari orang tuanya itu, akhirnya menyetujuinya. Kalau boleh jujur dari dalam hatinya terdalam dia ingin sekali kabur. Karena sejak dulu dia hanya ingin menikah sekali seumur hidup dengan orang yang dicintainya. Namun, sepertinya saat ini ia harus mengubur impian dan harapannya itu. Nyatanya dunia tidak pernah mendukungnya. Saat ini wajah cantiknya hanya terlihat cemberut, tidak ada bantahan ataupun perkataan yang ingin dia ucapkan lagi. Dirinya merasa kalau itu semua percuma saja, apalagi kalau papanya sudah mengambil keputusan. "Anak papa yang cantik, jangan cemberut dong! Papa melakukan semua ini untuk kehidupan kita juga. Tolong kamu mengerti ya, Ti." ucap William kepada putri semata wayangnya itu. Lagi-lagi Ranty tidak mengerti dan tidak ingin mengerti dengan semua yang terjadi. Bahkan dia merasa saat ini dirinya telah dijual untuk menyelesaikan semua hutang keluarganya. "Tolong dengarkan papa kamu ya, Ti." sambung mamanya. Dia selalu membenci mamanya yang tidak pernah bisa menolak dan tegas dengan apapun yang dilakukan oleh papanya. 'Kenapa si harus aku terus yang menjadi korbannya? dasar egois." Gerutunya pelan tanpa sadar air matanya terjatuh begitu saja. Sesak, sakit dan tidak ada harapan lagi baginya. Bahkan orang tuanya sendiri begitu tega. Mobil yang membawanya akhirnya menepi, rasanya saat ini dirinya ingin kabur, tapi dasar gadis lemah, dia masih terus memikirkan tentang papa dan mamanya. "Ayo turun, Ti." ajak mamanya yang telah membukakan pintu mobil untuknya. Ranty perlahan turun dari mobilnya, lalu berjalan mendekat kearah mamanya, "Semoga ini yang terakhir ya, ma." Bisiknya. Sarah menatap sedih ke arah putrinya itu, 'Maafkan mama, Ti. Ini semua diluar kuasa mama.' Batinnya. Sebenarnya dia selalu berdebat dengan suaminya untuk tidak mengambil keputusan sejauh ini. Tapi, lagi-lagi dirinya sama seperti Titi yang tidak berdaya sama sekali. Ranty bahkan tidak ingin bertanya seperti apa rupa lelaki yang akan menikahinya itu. Karena menurutnya itu semua tidaklah penting lagi. Bahkan kalaupun dia harus menikah dengan om-om sekalian. Mereka bertiga diantar untuk memasuki sebuah ruangan private yang berada di restoran mewah tersebut. Menurutnya hanya orang gila yang mau menikah hanya karena pertukaran seperti itu. Hidupnya kedepan bahkan sudah tidak mempunyai harapan lagi. Ranty menghela nafas dengan frustasi saat membayangkannya. Begitu pintu terbuka, tanpa sengaja tatapan keduanya saling bertemu, lalu dengan bencinya Ranty segera memalingkan pandangannya. 'Berani sekali gadis ini memalingkan pandangannya dariku!' Kesalnya dalam hati. "Silahkan duduk," Ucap lelaki bernama Arya tersebut. William menarik tangan putrinya untuk segera mendekat, "Ini putriku, Ranty." "Tersenyum, Ti. Jangan buat papa marah." Bisik William. "Ranty," ucapnya singkat. "Arya Adiwijaya." Balasnya. Arya Adiwijaya, pengusaha sukses, muda, tampan, banyak wanita yang berusaha untuk mendekatinya hanya karena statusnya tersebut. Hanya saja dirinya tidak ingin menjalin hubungan serius dengan seseorang. lelaki tegas yang sangat kejam itu, tidak pernah bisa ditipu oleh siapapun. Makanya aneh dirinya malah menerima seorang gadis yang bahkan tidak dikenalnya untuk menjadi istrinya. Tidak ada yang tau apa yang sebenarnya sedang direncanakannya. Bahkan untuk membaca isi hatinya pun sangat tidak mungkin. "Begini, aku tidak suka terlalu berbasa basi karena aku harus mengurus bisnisku. Sesuai dengan kesepakatan kita, aku akan mengatur segalanya. Bahkan lebih cepat lebih baik. Apa ada hal yang ingin disampaikan lagi?" Tegasnya.Ya Arya memang terkenal tidak suka mengobrol hal-hal yang menurutnya hanya akan membuang-buang waktunya. "Boleh aku bertanya?" Ucap Ranty yang tentu saja membuat papanya terlihat tidak senang. "Silahkan!" Arya mengerlitkan alisnya. "Apa alasanmu mau menikah denganku? Bukankah keluargaku tidak ada apa-apanya lagi sekarang? Apa sebenarnya yang sedang kamu rencanakan?" Tanyanya penuh dengan selidik. Arya tidak menyangka bahwa gadis dihadapannya itu berani bertanya seperti itu dengan lantang. Dia tersenyum, "Bukankah papamu yang memohon kepadaku untuk melunasi semua hutangnya? Dan sebagai gantinya dia mengorbankan putri kesayangannya untuk menikah denganku. Jika kamu ingin menolak silahkan! Aku tidak akan pernah memaksa seseorang." Balasnya. Mendengar jawaban angkuh lelaki itu membuatnya sangat geram, andai saja dirinya memiliki kekuatan untuk melawan, pasti dia sudah menampar wajah tampannya dengan keras. Terlihat jelas dirinya sudah mengepalkan kedua tangannya. "Siapa bilang aku terpaksa? Aku bersedia menikah denganmu." Balas Titi. Saat ini Arya bisa menyimpulkan gadis dihadapannya itu tidak sepolos kelihatannya. Bahkan dirinya rela mengorbankan diri hanya untuk menjalani pernikahan tanpa cinta. Bukankah benar bahwa semua orang bisa dibeli dengan uang? Arya berjanji akan memperlihatkan arti pernikahan sesungguhnya. Bukan dengan jual beli. "Good. Sepertinya aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu dihari pernikahan." Tegas Arya lalu berjalan dengan cepat. Sebelum benar-benar menghilang dia menghentikan langkahnya, "Kamu sudah tidak bisa mundur lagi." Setelah kepergian lelaki menyebalkan itu, Ranty sudah tidak bisa mengontrol emosinya lagi, "Puas kan pa, ma! Titi pulang duluan!" Serunya lalu berlari dengan cepat. Dirinya sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. *** "Aku akan menikah." ucapnya tanpa ada ekspresi sama sekali dihadapan keluarga besarnya pada saat makan malam. Keluarga Adiwijaya merupakan keluarga terpandang dan terkaya nomor 5 di Indonesia. Bahkan sangking kayanya, kemungkinan hartanya tidak akan pernah habis tujuh turunan. Papa, mama dan omanya terlihat begitu terkejut sekaligus bahagia mendengar tentang kabar gembira yang baru saja disampaikan oleh Arya. "Oh ya? Dengan siapa? Kenapa kamu tidak membawanya terlebih dulu untuk bertemu dengan kami?" "Aku sudah memutuskannya, kalian akan melihatnya tepat dihari pernikahan kami." ucapnya dengan santai. "Pernikahan tidak bisa seperti itu Ar, setidaknya kami mengenalnya terlebih dulu." Balas mamanya. Arya menatap wanita itu dengan tajam, "Anda siapa?" ucapnya tidak sopan. Dia memang tidak menyukai wanita yang kini telah menjadi mamanya itu. Tepatnya mama tirinya karena menurutnya wanita itu menikah dengan papanya karena papanya kaya raya saja. Tidak dengan tulus mencintainya. "ARYA! JAGA UCAPAN KAMU!" Ketus papanya. Arya bangkit dari kursinya, lalu menatap papanya tajam dan berganti menatap mamanya sambil tersenyum sinis. "Kalian hanya perlu hadir saja dihari pernikahanku. Aku tidak meminta saran ataupun masukan apapun. Apalagi dari dia!" Setelah mengatakan hal yang dia inginkan, lelaki itu bergegas pergi dari kediaman Adiwijaya yang sebenarnya sudah sangat lama tidak dikunjunginya. Emosinya selalu saja tidak bisa dikontrol ketika berada di sana. Entah apa yang membuatnya sangat membenci mama tirinya itu. Baginya semua wanita itu sama saja. "Aku akan menghancurkan hidupmu William! Lelaki serakah yang penuh dengan ambisi. Beraninya kau memintaku untuk menikahi putrimu itu." Ucap Arya ketika mengingat permintaan William kepadanya. Bukan tanpa alasan dia menyetujui keinginan dari pria itu, ada hal yang ingin dia balaskan. Entah apa yang membuatnya begitu membencinya. "Aku berjanji akan membuat pernikahan dengan putrimu seperti neraka yang tidak akan pernah kau bayangkan!"Ucapnya sambil tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD