Bab 1. Di Antara Luka Dan Tawa Tiara

884 Words
Suara tangisan batita berusia dua tahun lebih dua bulan begitu memekak di telinga siapa pun yang mendengarnya. “Mama ... Mama,” panggil baby Tiara dalam tangisannya yang begitu kencangnya. “Sebentar ya Dek, mamanya sedang ke bawah,” jawab wanita yang mengenakan baju seragam nanny sembari menimang-nimang baby cantik dan gembul itu. “Au Mama ....” Tangan mungil itu menunjuk ke arah pintu, seakan meminta untuk keluar dari kamarnya. Namun, belum dibuka sudah ada yang membuka pintu kamar tersebut. Sosok pria tampan berdiri di diambang pintu dengan riak wajahnya yang tidak enak dipandang. “T-tuan Azka,” sapa Dilah tampak kikuk. “Ke mana Qiana? Kenapa bikin anak ini menangis sejak tadi! Saya ini sedang sibuk bekerja!” sentak Azka dengan salah satu tangannya berkacak pinggang. Dilah langsung menundukkan pandangannya, saking takutnya. “Non Qiana sedang ke dapur, Tuan. Sedang ambil cemilan katanya,” jawab Dilah terbata-bata. Azka menghembuskan napas kesalnya, dan tak ada keinginan untuk mengendong Tiara, anak semata wayangnya. Sementara itu wanita yang baru saja ditanya keberadaannya sudah berada di belakang punggung pria itu. “Ambil cemilan sampai selama itu!” Suara Azka semakin meninggi. “Saya sudah ada di sini Tuan, maaf kalau tangisan Tiara sampai mengganggu pekerjaan Tuan,” sambung Qiana pelan tapi penuh penekanan. Pria itu lantas berbalik badan, tatapan matanya begitu tajam saat menatap gadis berparas cantik bagi pria yang memiliki penglihatan normal. Berbeda dengan pria yang bernama Azka Athar Bimantara, yang kini berusia 32 tahun, menganggap paras gadis itu biasa saja, tidak spesial menurutnya. “Saya memberikan kamu nafkah tiap bulan itu untuk mengurus anak itu, bukannya sibuk makan cemilan setiap hari. Mengerti kamu, Qiana!” sentak Azka menunjukkan kekuasaan yang selama dua tahun ini Qiana telan mentah-mentah. Senyuman tipis menghiasi wajah gadis cantik yang baru saja menginjak usai 21 tahun. “Saya paham dan mengerti Tuan, maaf sekali lagi jika Tiara telah mengganggu pekerjaan Tuan,” jawab Qiana dengan tenang, meski hatinya bergejolak dan amat sakit setiap dibentak oleh pria itu, tapi apa daya, ia tidak bisa berbuat apa pun. “Cepat, diamkan Tiara!” perintah Azka seperti bos. Ya, memang pria itu bos di salah satu perusahaan besar milik keluarga Bimantara. Perusahaan retail ternama di seluruh Indonesia, sungguh beruntung bukan gadis yang baru saja lulus sekolah langsung menikah dengan bos perusahaan yang begitu tampan. Ah, apa benar Qiana sangat beruntung? Qiana melewati tubuh tinggi dan besar pria itu, kemudian meletakkan nampan yang ia bawa ke atas meja, lalu mengambil bayi cantik itu dari gendongan nanny-nya. “Cup ... cup, anak Mama jangan nangis lagi ya, Sayang. Ini Mama,” ujar Qiana dengan lembutnya, seraya mengusap lembut punggung Tiara. Perlahan tapi pasti tangisan bayi cantik itu pun mereda. Lantas Azka meninggalkan kamar anaknya, dan kembali ke ruangan kerjanya yang ada di lantai dua. Qiana yang menyadari pria yang telah menikahinya dua tahun yang lalu telah pergi, lantas ia menarik napasnya dalam-dalam. “Non Qiana, kok bisa sesabar ini menghadapi tuan Azka? Kalau saya pasti udah minta bercerai, Non,” ujar Dilah sembari mengambil nampan yang tadi diletakkan Qiana di atas meja. Qiana menatap baby Tiara yang cantik itu. “Saya bisa sabar karna anak ini, Mbak. Bisa saja saya sebenarnya meninggalkan mansion ini, tapi saya nggak tega dengan Tiara. Mbak Dilah tahu sendirikan sejak Tiara lahir saya sudah mengasuhnya, meski saya bukan ibu kandungnya,” jawab Qiana pelan, lalu membawa si bocah cantik duduk di atas pangkuannya di sofa. Dilah mengangguk, sangat ingat sekali bagaimana terjadinya pernikahan Qiana dan Azka. Qiana bukanlah istri pertama Azka, melainkan gadis yang dipaksa menjadi istri kedua atas permintaan orang tua dan mertuanya agar Tiara diasuh oleh wanita yang masih terbilang saudara sepupu dari istri pertama Azka. Lalu, mengapa Azka menikah lagi jika sudah punya istri? “Ya, semoga saja Non Qiana selalu diberikan kesabaran,” ujar Dilah mendesah pelan. “Doain ya Mbak,” pinta Qiana pada orang yang paling dekat selama ia tinggal di mansion pria itu. “InsyaAllah pasti saya selalu doakan Non Qiana.” *** Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Baby Tiara akhirnya sudah kembali tertidur setelah menghabiskan satu botol s**u. Sejenak gadis itu menatap teduh baby cantik itu. “Tidur yang pulas ya Nak, nanti malam jangan rewel biar papa kamu tidak marah-marah. Sekarang Mama tinggal sebentar ya, Mama mau siapin baju papa dulu,” gumam Qiara pelan, lalu mengecup pipi Tiara. Usai itu barulah ia ke kamar yang tidak jauh dari kamar Tiara. Dengan perlahan-lahan ia masuk ke kamar utama, dan bergegas ke ruang walk in closet, tangannya tampak lincah memilih piyama untuk suaminya, kemudian ia meletakkan di atas ranjang. Gadis itu tersenyum getir, lalu menatap sendu isi kamar utama itu. Selama pernikahan, ia tidak pernah tidur di kamar utama, dan tidak pernah pula tidur seranjang dengan suaminya. Pria itu sudah menolak dirinya meski Qiana halal untuk digauli. Namun, gadis itu tidak mempermasalahkan, justru ia senang menerima penolakan dari suami sepupunya yang juga suaminya sendiri. “Aku tidak minta dicintai, tapi cukup ... jangan bentak aku setiap saat, tuan Azka. Aku tahu tuan tidak menyukaiku dan sangat terpaksa menikahi, begitu juga dengan aku sendiri.” “Ya Allah, sampai di mana aku kuat menjalani rumah tangga ini? Aku siap melepaskannya dan mundur jika dia tetap tidak pernah menerima kehadiranku,” gumam Qiana pelan, lalu berbalik badan menuju pintu. Bersambung .... ✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD