Baru beberapa menit setelah kepergian Gabrian, bel rumah kembali berbunyi. Apa Gabrian meninggalkan sesuatu? Atau dia sengaja ingin bermain-main denganku? Mengira Gabrian lah yang kembali, aku membuka pintu dengan tergesa. Sesaat setelah pintu terbuka aku terkejut mendapati bukan Gabrian yang ada disana. Dia Arron. Laki-laki yang sudah menghilang selama tiga hari ini. Begitu melihatku, Arron langsung menyandarkan kepalanya di bahu. Terisak, tanpa peduli kalau kami masih berada di luar rumah. Aku diam. Membiarkan Arron larut dalam kesedihan. Menepuk-nepuk punggungnya memberi rasa nyaman. Perasaan marah dan kecewa karena Arron yang meninggalkan Grisella begitu saja, berangsur sirna ketika melihat air matanya. Benar kata Gabrian. Arron juga terluka. Arron juga butuh waktu untuk menerima sem