Kunjungan Tengah Malam

1072 Words
Anisa menatap selembar foto yang sempat ia ambil dari dalam dompet. Wanita itu mengusapnya lembut menggunakan jari-jarinya yang bergetar— hingga tak terasa cairan bening keluar dari sudut-sudut kedua matanya. Entah sudah berapa kali tangisan Anisa merebak. Hari ini merupakan hari yang terhitung sangat berat untuk Anisa jalani. Setelah acara tarik-menarik yang Andrean lakukan tadi, Anisa sampai di kosnya menggunakan sebuah Taxi yang secara tak sengaja melintas. Untuk keberuntungan yang menimpanya, Anisa sungguh sangat berterima kasih pada Sang Tuhan. Ia bisa lepas dari Andrean dan tak perlu lagi berlama-lama dengan sosok yang menyakitinya. Anisa memandang foto hitam putih ditangannya. Sebuah peninggalan terakhir yang malaikat kecilnya tinggalkan sebagai memori tentang adanya sosok itu di rahimnya. Hasil tangkapan USG yang dirinya lakukan. Bukti dimana pernah ada Andrean bertumbuh di dalam rahimnya. Dan sekali lagi, Anisa menangis sesenggukan mengingatnya. “Apa yang harus Mama lakuin, Sayang?” Cairan bening itu membuat pandangannya memburam. Jemari lentiknya terus membelai sang janin yang telah tiada, “Mama cinta sama papa kamu. Banget, Sayang. Tapi Apakah cinta Papa kamu masih sama untuk Mama, Nak?” Ia selalu mengajak interaksi foto ditangannya setiap hari. Seolah janin itu masih ada dan terus bersama untuk menemani hari-harinya. “Sekarang ada Tante Selina. Mama juga ada Om Daniel. Ini nggak bener kan, Sayang?” Selayaknya seorang wanita yang pernah ditinggalkan, Anisa hanya menangkap ego dari kedua mata Andrean. Cinta itu mungkin hanyalah bayang-bayang atas ketidakrelaan Andrean karena hubungannya dengan Daniel. “Sayang, please, tolong banget bantu Mama.” Terakhir Anisa mengecup lembar foto tersebut. Suara gedoran pintu mengganggu pendengaran Anisa. Ia hanya meletakan foto tersebut di atas meja, sembari menolehkan kepala menatap papan pintu kamar kosnya. Ia bertanya-tanya, siapakah gerangan yang selarut ini berkunjung ke tempatnya. Anisa tahu indekosnya merupakan kos-kosan bebas, tapi apakah tamu tersebut tidak memiliki etika sehingga berkunjung di tengah malam. Awalnya Anisa tak ingin beranjak, namun gedoran yang semakin keras terdengar pasti akan membuat teman-teman kosnya keluar. Mau tidak mau, Anisa melangkahkan kakinya— malas menuju pintu. “Ndre?” Alangkah terkejutnya Anisa melihat keberadaan Andrean dengan wajah menunduk. Ia jelas mengenal siapa pemilik raga yang berdiri sembari menahan bobot tubuhnya di tembok. “Kamu ngapain disini?” Anisa bisa merasakan aroma alkohol yang menguar dari keringat Andrean. ‘Dia mabuk?’ batinnya bertanya. Anisa tersentak kala Andrean mengangkat wajahnya. Pria itu langsung menubrukan tubuh mereka, melingkarkan tangannya erat seolah tak ingin Anisa beranjak dari tempatnya saat ini. “Nis..” racau Andrean. “Ini kamu kan?” Tidak ingin menjadi tontonan banyak orang, Anisa lantas membawa Andrean masuk ke dalam kamarnya. Selain alasan tersebut, suhu tubuh Andrean yang memanas membuat Anisa iba. Terlebih baju yang dikenakan laki-laki itu basah. Ia membaringkan Andrean ke atas ranjangnya. “Aku pulang, Sayang. Ke tempat dimana seharusnya aku berada.” Andrean menutup matanya. Pria itu terpejam setelah sempat kembali meracau. Melihat Andrean yang sudah tak sadarkan diri— entah dari mana datangnya, keberanian Anisa muncul. Ia mendaratkan tangannya di atas rambut Andrean lalu semakin turun pada sudut mata yang terasa lembab. “Ndre kamu nangis?” tidak ada jawaban. Andrean sepertinya sudah benar-benar kehilangan kesadaran akibat minuman yang di tengahnya. “Kamu kenapa Ndre? Kenapa seperti ini.” Hati Anisa mulai terasa nyeri. Terlebih ketika sudut-sudut mata Andrean mengeluarkan cairan yang Anisa tahu jelas apa namanya. Tanpa diperintah oleh siapapun, tangan Anisa bergerak menghapus air mata Andrean. Sayangnya, air mata itu terus mengalir membasahi pipi sang mantan kekasih. Matanya yang tadi terpejam perlahan terbuka dan dengan gerakan yang tak pernah Anisa duga, pria itu mencekal lengannya. Melakukan tarikan agar Anisa ikut berbaring di sampingnya. Andrea mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Memeluk Anisa sekali lagi, sebelum mendaratkan sebuah kecupan di atas kecil wanitanya. ‘Kenapa aku nggak berontak? Why am I silent and do nothing?’ Anisa tidak bisa mempercayai respon tubuhnya yang hanya diam mematung. Seharusnya ia menampar dan memaki Andrean, tapi mengapa ia tidak melakukannya? Ia justru memejamkan mata, tak mampu membohongi diri sendiri jika ciuman tersebut masih terasa menghangatkan jiwanya. ‘Nak apa kamu lihat papa kamu sekarang peluk mama, Sayang?’ tanya Anisa di dalam hati. Malaikat kecil mereka pasti melihatnya. Mungkinkah anak mereka akan bahagia karena ini?! Bisakah ia?! Anisa masih saja terdiam. Wanita itu hanya memandangi wajah Andrean hingga sebuah ciuman mengenai bibirnya. Anehnya, tetap tidak ada penolakan. Ia justru memejamkan mata, menikmati lumatan yang baru saja Andrean selipkan di antara ciuman mereka. Anisa mengikuti alurnya. Menyamai setiap gerakan Andrean sesuai naluri wanitanya. Gejolak itu nyatanya semakin membakar gairah miliknya, hingga keduanya terlarut dan mengulangi kegiatan yang sama, sampai bisa menghadirkan malaikat kecil dirahim Anisa. Hubungan terlarang itu, sekali lagi terjadi atas kesadaran Anisa. Ia layaknya seseorang yang terhipnotis, lalu tersedot hanya karena pandangan sayu yang Andrean layangkan untuknya. Malam ini ia resmi menyandang status penghianat. Ia telah menyerahkan tubuhnya pada lelaki yang bukan kekasihnya. Keduanya saling mengerang, menikmati waktu yang selama ini mungkin dinanti-nantikan. Tak memperdulikan kenyataan dan hari esok yang pasti akan menampar mereka untuk kembali pada realita hidup. “Are you feel it, Nis?” lirih Andrean ditelinga Anisa. Ia semakin menekan tubuhnya menghimpit Anisa, “I fill you..” desahnya memanjakan sang kekasih jiwa dengan cairan cintanya. Andrean tak akan pernah cukup satu kali meneguk madu bersama wanita yang dirinya cintai. Mereka mengulangi sesi percintaan hingga dini hari. Menyatukan cinta yang sempat kandas. Setidaknya, kali ini mereka dapat jujur satu sama lain tanpa adanya kebohongan. Melupakan kenyataan pahit yang membentang sampai kembalinya kesadaran yang Anisa hilangkan. “Please, do it again Dre..” “Like this?” Andrean menyukainya. Bagaimana cara Anisa luluh lantah hingga menginginkan dirinya. Ia seperti memiliki Anisa seutuhnya. Seolah menjadi pemilik yang tidak pernah dapat tergantikan oleh siapapun termasuk Daniel. Karena meski dibius alkohol, Andrean dapat merasakannya. Ia adalah pria pertama dan satu-satunya yang pernah membelah diri wanita dibawahnya ini. “I like you.. More than that, I love you so much Anisa.” Dan ketika gulungan hasrat itu ingin meledak, keduanya meneriakan nama masing-masing dengan nafas terengah. “Sekali lagi?” tawar Andrean. “Enough.. Biarin aku istirahat. Anisa menyudahi kegilaannya. Ia melirik jam weker di atas nakas, mendorong tubuh Andrean agar terguling sebelum memeluk pria itu dan membenamkan wajah ke dadanya. Anisa harap, apa yang mereka lalui tadi adalah sebuah mimpi belaka. Esok hari ketika ia membuka mata, Andrean tak lagi berada di dalam dekapannya. Pria itu menghilang bersama buih dan air matanya yang kembali menetes. “Okay baby, sleep tight!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD