Hari itu akhirnya tiba. Dua minggu terasa seperti mimpi buruk yang panjang bagi Aruna. Setiap malam ia hampir tidak tidur, setiap pagi ia bangun dengan mata bengkak, dan setiap kali melihat cermin, yang menatap balik hanyalah sosok perempuan lelah yang hampir tidak ia kenali lagi. Pagi itu, ia mengenakan gamis sederhana berwarna abu-abu muda. Tidak ada riasan tebal, hanya bedak tipis untuk menutupi pucatnya wajah. Rambutnya disanggul sederhana, menandakan ia ingin tampil sopan dan hormat di depan hukum. Tapi dalam hatinya, ia seperti perempuan kecil yang digiring ke panggung besar untuk dipermalukan. Raditya berdiri di ruang tamu, mengenakan kemeja putih dengan jas hitam. Ia terlihat gagah dari luar, tapi sorot matanya kosong. Ia tidak menggandeng tangan istrinya ketika mereka melangkah

