Fajar menyingsing dengan cahaya pucat, seakan enggan menghangatkan bumi. Di kamar sederhana rumah kosong itu, Raka belum bisa memejamkan mata sepanjang malam. Ia duduk bersandar pada dinding dingin, tatapannya kosong menembus langit-langit kayu yang rapuh. Sinta masih terlelap di sampingnya, wajahnya kelelahan namun tetap memancarkan kelembutan. Selimut tipis menutupi tubuhnya, dan sesekali ia bergumam lirih dalam tidur. Raka menatap istrinya, lalu mengepalkan tangan. “Aku nggak akan biarkan semua ini menghancurkanmu lagi,” bisiknya, pelan namun penuh janji. Pintu berderit. Surya masuk dengan langkah berat, membawa secangkir kopi hitam dalam gelas kaleng penyok. Ia meletakkannya di meja kayu reyot, lalu duduk dengan wajah muram. “Kita harus pergi sekarang,” katanya datar. Raka menoleh c

