Chap 3

1831 Words
Setelah pembicaraannya dengan Adskhan semalam. Lucas benar-benar mencoba memikirkan saran sepupunya itu.  Terbangun dengan kepala sakit dan tenggorokan kering akibat alkohol. Lucas memaksakan diri untuk bangkit dan bergegas mandi dan pergi ke rumah yang ia beli untuk ia tinggali bersama istri sirinya Jovita. Meskipun demikian, Lucas tidak tinggal disana karena takut desas desus hubungannya dan Jovita tercium publik dan membuat nama wanita itu jadi bahan pembicaraan yang dimungkinkan akan menghancurkan karirnya.  Lucunya, setiap kali pergi kesana Lucas selalu memarkirkan mobilnya dibagian belakang rumah dan masuk lewat pintu halaman belakang. Ia bertingkah layaknya sedang mengunjungi wanita simpanannya. Dan semua itu ia lakukan demi memenuhi keinginan wanita yang dicintainya.  Dia pemilik rumah, tapi dia masuk ke dalamnya layaknya pencuri. Hal itu tidak lain dilakukannya demi Jovita. Asisten rumah tangganya-seorang wanita paruh baya bermata sendu, dan suaminya yang Lucas jadikan sebagai supir pribadi Jovita sekaligus pengurus kebun-bahkan tidak pernah lagi terkejut akan kehadirannya yang selalu tiba-tiba seperti makhluk halus.  Masuk melalui pintu dapur, Lucas berjalan menuju tangga dan naik menuju kamar utama. Ia tidak repot mengetuk dan langsung membuka pintu kamarnya. Istrimya itu tampak sedang membereskan pakaiannya ke dalam sebuah koper besar berwarna biru metalik. Koper yang mereka beli ketika berbulan madu ke Jepang dulu. "Jadi kau tetap memilih untuk pergi?" Tanyanya tanpa basa-basi. Jovita tertegun dengan nada dingin yang diarahkan kepadanya.  Tidak ada jawaban. Wanita itu terus melanjutkan kegiatannya. Baiklah, Lucas anggap inilah akhirnya. Akhir hubungan mereka. "Baiklah kalau itu maumu." Lucas menyuarakan pikirannya. "Aku tidak bisa memaksa. Toh kau juga tidak bisa mengalah demi aku." Ujarnya dengan nada yang lebih santai. Entahlah, awalnya Lucas pikir ia akan merasa sskit atau kecewa, tapi kini perasaannya terasa kebas. Seolah ia tahu jika di lubuk hatinya yang paling dalam ia sudah mengantisipasi keadaan ini. Jovita menutup kopernya dengan kasar. Memandang Lucas dengan mata cantiknya. "Lucas, please." Jovita memelas.Namun itupun dirasa Lucas hanya setengah hati. Lucas mengangkat tangan. Ia memilih berdiri di ambang pintu dan menatap Jovita tanpa ekspresi. "Aku tidak akan memaksamu. Aku tidak akan menghentikanmu." Ucapnya datar. "Aku kemari hanya ingin mencari jawaban, dan aku sudah mendapatkannya." Lanjutnya dengan sikap santai. Ia kembali menyandarkan punggungnya di dinding. Kali ini ia melihat kernyitan di wajah terawat wanita itu. Kaget tampak jelas dari tatapan matanya. Dan Lucas membiarkan Jovita memandang ke arahnya dengan khawatir. "Dan jika ini adalah keputusan akhirmu, maka ini juga akan menjadi keputusan akhirku." Jawabnya masih dengan nada datar. Lucas berdiri dengan tubuh tegap, hendak meninggalkan wanita itu, namun Jovita bergerak cepat. "Apa maksudmu?" Tanganya. Kedua tangannya mencengkeram lengan Lucas dengan erat.  Lucas menepis tangan wanita itu. "Kau memilih meninggalkanku demi mimpimu. Dan akupun akan melakukan yang sama. Aku akan menikah dan memiliki seorang anak, seperti impianku." Wajah cantik wanita itu memucat. Matanya membulat lebar. "Tidak! Kau tidak bisa melakukannya, Luke!" Ucapnya histeris.  Lucas menyeringai. "Oh, ya. Tentu saja aku bisa. Seseorang menyadarkanku tentang arti diriku sendiri. Aku tidak bisa selamanya mengalah pada impianmu sementara mimpiku kau abaikan, Vita." Geramnya. "Jadi aku memilih sepertimu, mengejar mimpi dan kebahagiaanku sendiri. Aku tidak akan menahanmu, jadi kau tidak usah menahanku." "Tidak bisa, Luke. Kau bilang kau mencintaiku." Jovita menarik lengan Lucas, namun Lucas kembali menepis tangan wanita itu. Ia berteriak memanggil asisten rumah tangga dan suaminya sebelum berbalik pada Jovita. "Ya. Aku memang mencintaimu. Dan cintaku yang membuatku bertahan selama  enam tahun terakhir ini. Akulah disini yang mengejarmu. Disini aku yang selalu mengemis padamu supaya kau mau menikah denganku. Dan aku juga disini yang selalu mengijinkanmu melakukan semua yang kau mau. Menghabiskan waktumu untuk mengejar mimpimu tanpa memedulikanku. Dan sekarang, aku menyerah. Aku kalah. Aku dan cintaku tak lebih berarti bagimu daripada menjadi sang mega bintang." Ucapnya dengan sepenuh usaha supaya tidak meneriakkan setiap kata yang merupakan amarahnya di wajah istrinya. Jovita kembali mencengkeram tangannya. Tepat disaat kedua orang pekerjanya datang. Wajah wanita itu memerah dengan air mata yang menggenang, sementara pasangan paruh baya yang ada di ambang pintu tampak tertegun dengan wajah bingung. "Lucas, aku mohon. Ini permintaanku yang terakhir. Setelah ini, aku akan menjadi milikmu. Aku janji." Rengeknya dengan nada putus asa. Lucas menggeleng. "Itu juga ucapanmu setahun yang lalu. Dan di tahun-tahun sebelumnya. Itu juga yang kau katakan setiap kali aku memintamu untuk berhenti dan mengumumkan status pernikahan kita. Dan itu juga yang kau katakan setiap kali aku membahas keinginanku untuk memiliki anak. Dan aku yakin, itu juga yang akan kau kau katakan saat nanti kau menandatangani kontrak lain tanpa seijinku.  Rumah tangga itu seharusnya diperjuangkan oleh 'kita'. Tapi disini, 'aku'lah yang selalu berusaha mempertahankannya. Aku yang selalu berusaha memahamimu, keinginanmu dan obsesimu. Dan sekarang, aku sudah selesai denganmu, Jovita Sherly." Lucas kembali melepas tangan Jovita. Wanita itu terduduk di atas karpet tebal dengan kepala menunduk. Mungkin berharap Lucas menyerah dan kasihan padanya. Tapi Lucas sudah mengeraskan hatinya. Ia memandang pasangan paruh baya yang masih berdiri di tempatnya. "Kalian kini menjadi saksiku. Aku Lucas Reynard Levent dengan ini melepaskanmu Jovita Sherly sebagai istriku. Mulai saat ini, kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Kita menikah secara baik-baik dan kita akan berpisah secara baik-baik pula.  Dan rumah ini, seperti janjiku padamu. Akan menjadi milikmu. Semoga kau bahagia dan semoga film yang akan kau garap bisa sukses. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu." Ucap Lucas dan pergi meninggalkan Jovita yang hanya mematung di tempatnya. Mencoba meresapi semua kalimat yang diucapkan Lucas.  "Aku tidak akan menyerah, Luke. Aku akan kembali. Setelah semua ini selesai, kau akan kembali padaku. Dan aku akan menjadi milikmu, Luke." Teriaknya dari arah tangga. Namun Lucas tak peduli. Baginya semuanya selesai sampai disini.  Ia kembali berjalan menuju halaman belakang, tempat dimana mobil sport hitamnya terparkir. Tiba-tiba dia merindukan Mamanya. Ia butuh seseorang yang tulus mencintainya. Ia butuh pelukan ibunya. Sesampainya di kediaman ibunya, ia terkejut karena ada kedua orangtua Adskhan. "Uncle, Aunty." Salamnya mencium punggung tangan keduanya. "Sejak kapan?" Tanya Lucas bingung.  "Kemarin malam. Kami menginap di tempat Adskhan. Tadi baru kesini." Jawab Nyonya Helena, Ibu Adskhan. "Hanya berdua? Qilla?"  "Seperti biasa, di rumah sahabatnya." Jawab ibu Adskhan. "Anak itu jadi semakin lengket pada Caliana." Gerutunya namun dengan senyum yang tidak bisa disembunyikan.  "Aunty berdoa saja, semoga secepatnya aunty mendapatkan kabar baik. Dia bilang padaku dia akan mengejar Caliana." Jawab  Lucas dengan santainya.  Suara dengusan mengiringi langkah kaki. "Kau mendoakan aunty mu mendapat kabar baik, lalu bagaimana denganku?" Ucap ibunya dari arah belakang. Lucas tersenyum, memeluk ibunya dan mencium pipinya lama.  "Jadi, Ammaku juga tidak sabar? Jadi aku dulu, atau Adskhan dulu?" Tanyanya menggoda ibunya. "Memangnya kau sudah punya calon?" Tanya ibunya dengan kening berkerut. Memandang wajah putra tunggalnya penuh tanya. "Punya istri itu gampang Ma." Lucas mengibaskan tangannya dengan gerakan santai. "Lucas pasang iklan sekarang juga nanti sore bakalan banyak wanita yang mendaftar." Ucapnya dengan bangga.  "Kamu pikir segampang itu." Ibunya memukul lengan Lucas dengan cukup keras. "Amma gak mau ya kamu sembarangan milih istri. Harus jelas bibit bebet bobotnya. Gak perlu cantik, gak usah artis terkenal nanti repot sama infotainment. Cukup wanita yang seagama sama kita, yang baik akhlaknya, yang bisa jadi istri dan menantu yang baik. Yang bisa ngasih Amma cucu banyak. Amma mau rumah ini jadi berisik lagi. Kayak waktu kamu kecil." Ucap ibunya.  "Gampang Ma. Kalo kriterianya cuma itu. Empat istri cukup kan? Atau lima?" "MasyaAllah, Lucas. Kamu itu kalo ngomong dijaga!" Ucap ayahnya yang datang dari belakang. Tampak rapi dengan kaus berkerah berwarna coklat tua dan celana panjang berbahan kain yang berwarna putih. "Satu istri saja kamu belum bisa menuhin lahir batinnya dengan baik. Ini mau empat?" Ayahnya geleng-geleng kepala. Sementara ibunya kembali memukul lengannya dan auntynya tersenyum.  "Ya, kan Amma maunya gitu, Ba. Iya kan Aunty? Aunty tadi denger sendiri. Istri yang satu seagama, yang kedua yang baik akhlaknya, yang ketiga bisa jadi istri dan menantu yang baik, yang keempat bisa ngelahirin banyak." "Kalau yang kelima?" Tanya aunty nya.  "Ya yang cantik donk, aunty. Buat aku. Masa maunya Mama semua, buat akunya mana?" Candanya yang kembali mendapat pukulan di lengannya.  "Kamu itu ya. Ya cari yang sepaket donk."  "Yang sepaket mah sembako, Ma. Atau parcel." Jawab Lucas dengan canda. Membuat wajah ibunya cemberut. "Iya, iya. Nanti Lucas cari." "Jangan cari sembarangan, asal nemu di pinggir jalan langsung main comot." Tegur ibunya lagi. "Ya kali calon istri Lucas tuh buah mangga. Beli di kaki lima." Selorohnya yang dijawab tawa semua orang. Dalam hati ia berpikir sendiri. Mencari sosok wanita yang diinginkan ibunya tidaklah mudah. Dan mencari satu sosok yang dikatakan Adskhan pun sama.  Bagaimana bisa ia mencari sosok wanita yang digambarkan keduanya? Ia memang memiliki banyak teman wanita. Baik itu teman masa sekolah, kuliah, rekan kerja, karyawan ataupun hanya sekedar teman sapa. Tapi ia tidak pernah mengenal dekat mereka. Satu-satunya wanita yang ia cintai semasa dewasanya adalah Jovita. Dan hubungan itupun sekarang  di ambang kehancuran. Sosok lain yang ia sukai selain Jovita adalah Caliana. Tapi ia tidak mencintainya. Hanya kagum dengan sosok tegasnya. Dan fakta bahwa gadis itu mengenal keponakannya dan bersikap tulus pada anak gadis Adskhan membuat Lucas semakin mengaguminya. Tapi hanya sebatas itu. Tak lebih.  Jadi sekarang? Bagaimana ia bisa mencari sosok istri jika dia sendiri tidak punya kriteria? Jika ia sendiri bingung dimana mulai mencarinya, dan siapa targetnya. Lucas akan memikirkan itu nanti. Masih ada waktu satu tahun sampai Jovita kembali. Dan ia yakin dalam masa itu ia akan mendapatkan sosok istri yang dibutuhkannya.  Ia kembali larut dalam pembicaraan dua pasang paruh baya di hadapannya, yang tidak jauh mengenai masalah bisnis, keluarga dan calon pasangan hidup anak-anak mereka. Lamunan Lucas terhenti saat pintu ruangannya diketuk. "Laporan harian, Sir."  Ganjar asistennya masuk dengan tumpukan map di tangannya.  Mulai hari ini ia menggantikan posisi Adskhan yang memilih bekerja di kantor cabang Bandung demi upayanya untuk lebih dekat dengan sang putri dan juga calon istri idaman, Caliana. Setiap kali mengingat ketiga orang itu selalu membuat Lucas tersenyum.  Adskhan sudah mulai berdamai dengan masa lalunya. Dan itulah yang diharapkan semua orang. Ia sedang mencoba memperbaiki hubungannya dengan sang putri yang keberadaannya ia abaikan selama tiga belas tahun terakhir ini. Dan pendekatannya pada Caliana, Lucas yakin tidak akan mudah. Namun melihat kekeras kepalaan Adskhan selama ini, ia yakin sepupu sekaligus sahabatnya itu akan berhasil.  Selama dua belas tahun masa mendudanya, baru kali ini Adskhan memiliki ketertarikan lagi kepada wanita. Padahal selama ini banyak wanita yang mencoba menggodanya. Bahkan teman baik Jovita, Anastasia begitu gigih mencoba mendekatinya. Tapi tampaknya kecantikan dan tubuh elok supermodel itu tidak bisa mengalihkan perhatiannya.  Lucas menekuni pekerjaannya, mempelajari setiap dokumen dengan teliti sebelum menandatanganinya. Tak apa ia bekerja lebih keras. Toh memang ia perlu mengalihkan pikirannya dari Jovita. Wanita itu bahkan tidak repot-repot menghubunginya atau sekedar menanyakan kabarnya.  Anehnya, Lucas tidak merasa kehilangan, tidak juga merasa kesal, karena memang biasanya seperti itu. Ia lebih merasa kesal pada dirinya sendiri dan Adskhan, karena apa yang dikatakan pria itu selama ini memang benar. Lucas tidak lebih sebagai pria penghibur bagi Jovita. Karena ialah yang selalu ada jika Jovita membutuhkannya, tak pernah sebaliknya.  Dan sekarang, saat ia berjanji untuk memenuhi impiannya untuk memiliki anak, ia kembali harus memutar otak. Ia masih belum bisa melupakan cintanya pada Jovita, dan mau tak mau harus ia akui bahwa ia masih memberikan kesempatan pada wanita itu apakah pada akhirnya ia akan kembali pada Lucas dalam kurun waktu satu tahun seperti yang wanita itu janjikan, atau tidak. Dan selama masa menunggunya itu, ia akan mencari wanita yang akan ia nikahi dan akan ia buahi. Dengan atau tanpa cinta. Putusnya dalam hati. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD