Hadiah Tambahan

1301 Words
Edwin tiba di kantor pusat PT. Sejahtera Perkasa yang terletak di Menara Perkasa, daerah Casablanca. Begitu keluar dari lift di lantai 15, dia disambut oleh Nita, sekretaris sang ayah. "Pagi, Pak Edwin. Tumben, pagi-pagi sudah ke kantor pusat, bukan ke Perkasa Tekstil," sapa Nita dengan nada manis. " Dipanggil papa ke sini, untuk membicarakan hasil lomba perancang busana. " Jawab Edwin dengan senyum simpatiknya. " Silahkan Pak, Bapak uda bisa ditemui kok " Kata Nita mempersilahkan Edwin masuk, pandangannya tidak terlepas dari sosok ganteng Edwin, yang berjalan masuk ke kantor Pak Boss besar. Di antara dua anak Pak Deni, Edwin lebih ganteng dan yang paling penting dia itu masih available, alias duren, karena istrinya telah meninggal . Ah.. jangan macam-macam kamu Nit, marah hatinya, kamu itu juga sudah bersuami, mengapa masih mementingkan kalau Edwin itu duren alias duda keren Memasuki kantor ayahnya. Edwin melihat ayahnya sedang duduk di kursi kebesarannya, memperhatikan layar komputer. " Pagi Pa." Sapanya " Sini Win, kamu bawakah, hasil rancangan Kanaya?" Tanya Deni langsung pada tujuannya,karena boss besar seperti dia tidak suka basa-basi dan bertele-tele " Aku bawa semua Pa, termasuk, rancangan dari juara pertama dan kedua." Kata Edwin menaruh hasil gambar rancangan ketiga pemenang di meja ayahnya. Deni memperhatikan dengan seksama hasil gambar rancangan,beserta foto-foto saat perlombaan. " Rancangan Anyelir Kuning dibalik rembulan ini, karya siapa?" Tanya Deni " Itu karya Kanaya, Pa yang juara 3 " Jawab Denis. " Yang jadi modelnya ini siapa, pas banget dia membawakan bajunya, auranya muncul, ada suasana misteri saat modelnya membawakan baju ini." Kata Deni " Kanaya sendiri yang jadi modelnya, itu karena model yang seharusnya memperagakan baju itu ttidak hadir sampai detik terakhir." Edwin menjelaskan. " Pantes dia bisa begitu menjiwai rancangannya" Kata Deni, memperhatikan lagi detail gambar-gambar rancangan Kanaya. Lalu sambil menarik nafas, Deni melanjutkan. " Papa setuju denganmu. Rancangannya sangat bagus, gambar desainnya juga detail sekali, sampe payet-payet terkecil aja bisa dia gambar dengan bagus. Dia sangat berbakat. Tapi kita juga tidak bisa mengabaikan Sinta, sebagai direktur marketing, keinginanya untuk menjaga citra perusahaan bisa papa terima dan keputusan pun sudah kita buat, meskipun rancangan Kanaya lebih bagus, kita tidak bisa lagi membuatnya menjadi juara pertama, karena itu akan merugikan kredibilitas perusahaan kita. Takutnya tahun depan saat kita adain lomba, tidak ada lagi yang mau mendaftar di lomba kita itu. Padahal lomba kita ini, setahun lagi uda bisa diakui oleh Lembaga Perancang Busana Indonesia sehingga pemenang lomba kita sudah bisa ikut serta di Jakarta Fashion Week yang berada dalam naungan Perancang Busana Indonesia. Jadi kita tidak bisa mengganti pemenangnya lagi " Kata Deni, memutar-mutar pulpennya. " Aku tahu Pa, tak mungkin lagi kita ganti. Memang nasib Kanaya aja kurang beruntung, tidak terlahir di keluarga kaya seperti Aliya yang bisa sekolah di luar negeri." Kata Edwin lirih. " Tapi papa ada ide agar keputusan yang tidak adil ini, bisa menjadi sedikit lebih adil bagi Kanaya." Kata Deni bijaksana " Apa keputusannya, Pa?" Tanya Edwin penasaran " Papa akan memberikan hadiah tambahan kepada ketiga pemenang untuk mengikuti sekolah mode di Scuola de Moda Milano. Mereka bertiga akan mengikuti summer course selama tiga bulan di Milan. Jadi selain piala dan uang tunai yang telah kita berikan sebagai hadiah lomba, ini adalah hadiah tambahan bagi para pemenang, dari Papa sebagai Komisaris. Jadi citra perusahaan kita juga terangkat dan kesalahan kita tidak memilih Kanaya yang rancangannya sangat bagus juga bisa terobati. Gimana menurutmu?" Tanya Deni memberi solusi. Edwin menghela nafas, sebenarnya solusi ini sangat bagus untuk Kanaya, tapi apakah gadis itu sanggup pergi begitu jauh sampai ke Milan dengan keterbatasannya " Kenapa kamu tampak tidak senang, Win?" Tanya Deni " Bukan nggak senang, Pa. Keputusan Papa sangat baik hanya aku ragu Kanaya bisa mengambil hadiah itu." " Kenapa? Toh semua biayanya selama kursus di sana akan ditanggung perusahaan, sampai tiket pun akan kita tanggung. bahkan papa berniat untuk memberikan kepada mereka biaya hidup selama belajar di sana. Kalau untuk rumah, mereka bisa nginap bertiga di apartemen Denis di Milan toh apartemen itu ada 4 kamar." Kata Deni. " Iya aku tahu, Pa. Masalahnya itu bukan biaya, Pa." " Jadi apa?" " Kanaya itu tidak bisa bicara?" " Maksudmu?" " Dia itu bisu dan hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat." " Hah?? Wow.. Papa sungguh kagum. Ternyata Kanaya itu tidak bisa bicara, tapi bakatnya sangat luar biasa." Kata Deni terkejut dengan nada terkagum-kagum "Iya.Aku juga baru tahu dia bisu saat mengucapkan selamat padanya di pesta kemenangan." "Kamu nggak perlu khawatir soal Kanaya, Win. Papa yakin, dengan tekad kuat yang dia miliki, dia pasti akan mengambil kesempatan ini. Kita bisa mengatur acara khusus, undang wartawan, dan berikan hadiah ini di depan publik. Dengan begitu, kita tidak hanya mendukung bakat luar biasa seperti Kanaya, tapi juga memperkuat citra perusahaan kita. Ini akan menunjukkan bahwa kita menghargai setiap individu, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan. Hasilnya, branding perusahaan kita akan semakin kuat," kata Deni, tetap memikirkan sisi strategis dan keuntungan bagi perusahaan, layaknya pebisnis sejati. Mendengar kata-kata papanya, Edwin tersenyum " Papa ini memang benaran , King Maker sejati. Pebisnis ulung yang pintar. Aku kagum sama pemikiran papa." Deni tersenyum tipis, mendengar pujian dari Edwin. "Papa berharap kalian, kamu dan Daniel, bisa seperti Papa. Perusahaan ini sudah berkembang pesat, dan Papa ingin agar warisan ini bisa dilanjutkan oleh anak-cucu Papa. Papa sudah memutuskan untuk memberikan jabatan komisaris kepada Denis, cucu laki-laki satu-satunya keluarga Perkasa. Tapi anak itu benar-benar keras kepala. Dia sama sekali tidak mau terlibat dalam perusahaan, malah lebih tertarik jadi model, YouTuber, atau apapun itu. Seharusnya saat ini dia harus mulai belajar mengurusi perusahaan, tapi dia tidak mau. Kamu ada saran nggak bagaimana supaya anak bandel itu mau bekerja di sini?" tanya Deni dengan nada cemas. Edwin tersenyum, memahami kegelisahan ayahnya. "Denis itu masih senang main, Pa. Dia pasti berpikir, ada kakeknya, ada bapaknya, ada omnya bahkan ada mamanya di perusahaan ini, jadi dia merasa belum perlu terjun ke perusahaan. Lebih baik dia jadi model atau YouTuber, dapat uang lebih banyak, dan tetap bisa menikmati hidup. Mungkin nanti, kalau perusahaan sudah benar-benar diwariskan kepadanya, baru dia akan ada tanggung jawab untuk bekerja di sini." Deni menghela napas panjang. "Tapi kalau tunggu kita semua pensiun, dia tidak akan belajar dari Papa, dari Daniel, atau dari kamu. Kalau dia masuk perusahaan tanpa pengalaman, bisa-bisa dia mengelolanya sesuka hati, dan mungkin dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, perusahaan ini bisa hancur." Keduanya terdiam , memikirkan bagaimana cara membuat Denis, si cucu kesayangan mau bekerja di perusahaan mereka. " Kalau begitu Pa, gimana kalau hadiah ke Milan kali ini, papa limpahkan pengurusannya kepada Denis. Dia kan dulu kuliah di Milan, jadi dia pasti senang, kembali ke sana dan dia di kasih tanggung jawab mengurus peserta kita di sana selama tiga bulan. Itu mungkin langkah awal yang sangat baik, agar dia mau terlibat di perusahaan." Kata Edwin memberi saran. Deni tersenyum lebar, menyetujui ide itu. "Wah, itu ide bagus, Win. Papa setuju. Denis memang perlu mulai diberi tanggung jawab, dan ini cara yang tepat. Papa akan segera menelepon Denis dan memintanya ke sini untuk menyusun semua keperluan peserta. Kita jadwalkan konferensi pers dua minggu lagi, biar kali ini Denis yang tampil di konferensi pers itu, karena ini akan menjadi tanggung jawabnya." " Baik Pa. Tapi sebelum konferensi pers, aku akan menyampaikan tentang hadiah tambahan ini kepada Kanaya Pa. Aku sangat ingin dia ambil kesempatan ini, jadi aku akan membujuknya dulu dan mendengarkan pendapatnya. " Kata Edwin " Ketiga peserta akan kamu kunjungi sendiri?"Tanya Deni heran " Tidak Pa, hanya Kanaya saja?" Deni memandang anak lelakinya dengan heran. Biasanya Edwin sangat cuek dengan wanita, dia tidak pernah mau berhubungan dengan wanita manapun , baik dari koleganya atau yang dijodohkan oleh Deni atau Maria Kenapa ini dia sampai mau mengunjungi Kanaya secara terpisah ? Apa dia jatuh cinta pada anak gadis umur 19 tahun itu? Apa umur mereka tidak beda terlalu jauh?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD