3

1494 Words
Serena, atau yang akrab dipanggil Ren adalah seorang putri ketua mafia nomor satu di seluruh negara bagian Amerika Serikat. Ayahnya memimpin kelompok mafia tertua seantero benua ini, namun kini pria itu sudah berniat untuk lengser dari posisinya mengingat sudah menginjak usia ke enam puluh. Antonio, pria tua bangka itu dengan hati – hati memilih calon penerus tahta kekuasaannya yang telah ia duduki selama hampir tiga puluh tahun. Satu hal yang disayangkan Antonio adalah, ia tidak memiliki anak laki – laki yang dapat ia wariskan tahtanya. Satu – satunya anak yang ia miliki adalah Serena. Gadis itu memiliki wajah bak dewi yunani, cantik hingga nyaris membuat pria manapun yang melihat ingin memilikinya. Bentuk tubuh sensualnya membuat decak kagum kaum pria maupun wanita. Rambut berwarna cokelat keemasannya menambah kesan seksi sekaligus melembutkan wajah wanita itu. Belum lagi kulitnya yang putih dan sehalus s**u memikat setiap orang untuk menelusurkan jari di atasnya. Orang – orang menjuluki anak itu dengan nama Si Perempuan Gila Dari Khayangan. Gadis berusia 25 tahun itu sudah di asingkan ke daerah pedalaman oleh Antonio sejak tiga tahun yang lalu. Putri semata wayang Antonio memiliki kelainan pada jiwanya sehingga membuat pria itu memilih untuk mengasingkan putrinya ke tempat di mana ia yakin dapat membantu penyembuhan Serena. Namun sebelum Serena sembuh, hari ini, anaknya terpaksa ia jemput kembali ke kediamannya di California demi keberlangsungan rencana yang sudah ia susun sebaik mungkin. Ia tidak mungkin menunda lagi acara ini. Semakin cepat di lakukan akan semakin baik walaupun harus mengorbankan putrinya yang gila itu. Namun, ini justru adalah pilihan terbaik yang menguntungkan untuknya dan juga putrinya. Serena duduk di kursi dengan boneka usangnya yang ia pegang sejak datang ke rumah itu. Wanita itu memandangkan matanya pada langit – langit rumah. Menghindari bertatapan dengan ayah yang sudah membuangnya. “Serena. Lihat ayah.” Pria itu memegang lengannya, meminta ia menatap lelaki itu. “Kau sudah dewasa, apa kau tidak ada keinginan untuk menikah dan memiliki anak?” Serena menatap kosong pada Antonio. Tidak menjawab apapun. “Sudah waktunya kau melanjutkan hidupmu, dan membuka lembaran baru. Apa kau bertemu dengan pria yang kau sukai selama berada di tempat itu?” Tempat itu yang di maksud Antonio adalah tempat pengasingannya. Apa Antonio bodoh? Mana ada pria yang mau mendekatinya selama ini? Alih – alih menjawab, Serena lagi – lagi terdiam. “Baiklah jika tidak ada. Ayah sudah menemukan seorang pria yang cocok untukmu. Kau akan menikah dengan pria pilihan ayah. Bagaimana, kau senang?” Senang? Bagaimana dia bisa bertanya seperti itu pada Serena? Bagaimana Serena bisa senang saat hidupnya akan terikat dengan pria lain yang tidak ia kenal? “Pria ini adalah pria yang hebat. Ayah tidak meragukan kemampuannya sama sekali. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Hidupmu akan berada di tangan yang tepat.” Ujar ayahnya lagi. Serena mengatupkan rahangnya, menahan diri untuk tidak berbicara. Tangannya mengepal karena kesal mendengar perkataan tua Bangka itu. Bisa – bisanya ia menikahkan putrinya yang gila pada pria lain. Tunggu. Apa calon pengantinnya itu tahu bahwa ia gila? “Malam ini, pria itu akan datang menemuimu. Pernikahan akan diadakan secepatnya. Aku sudah menyuruh bawahanku untuk mengurus segala keperluanmu nanti. Dalam waktu seminggu kau akan menikah dengannya.” Serena masih menatap Antonio dengan tatapan datar dan kosong. Tangannya mengelus boneka dalam pangkuannya. Antonio menghela napas karena menyerah pada Serena yang tidak mengatakan apapun sebagai respon dari perkataannya. “Baiklah kalau begitu, Maria akan membantumu bersiap untuk tampil cantik malam ini. Jangan buat calon suamimu kecewa pada pertemuan pertama, kau mengerti?” Serena tidak menjawab tapi ia segera bangkit begitu Maria mengulurkan tangan padanya. Semenjak kecil, ia sudah diurus oleh wanita tua itu. Kini Maria sudah berusia hampir lima puluh tahun namun gerakannya masih lincah dan gesit. Di belakang Maria ada dua orang wanita yang mengekor untuk membantu Maria menangani dirinya. “Ayo sayang, kita buat dirimu menjadi lebih cantik dari biasanya.” Ucap wanita itu. Sejak dulu, Serena lebih menyayangi Maria daripada ayahnya. Maria lah yang selalu ada untuknya, bukan Antonio. Begitu tiba di kamarnya, Maria membawa ia ke dalam kamar mandi. Walaupun ia gila, Antonio tetap memberikan yang terbaik untuknya. Kamar besar itu layaknya kamar seorang putri raja. Putri dari kerajaan mafia, lebih tepatnya. Di dalam kamar itu berderet pakaian mewah yang mahal. Di mulai dari pakaian sehari – hari hingga gaun pesta yang memukau. Perhiasaan yang ia miliki pun tidak kalah indah. Kedua wanita yang ia tahu bernama Sora dan Lila bergegas menyiapkan pakaian dan handuk serta keperluan mandinya. Maria dan kedua perempuan itu menunggu di dalam kamar selagi Serena mandi sendirian. Serena bercermin setelah keluar dari bath tub yang berisi air mawar itu. Pantulan wajahnya di cermin terlihat lebih baik setelah ia kembali ke rumah ini. Tidak seperti saat ia di asingkan, dirinya terlihat lusuh dan menjijikan. Tapi kini ia dapat melihat rona kesegaran dari wajahnya. Tuhan memberkati dirinya karena terlahir dengan wajah seperti ibunya, kulit wajah semulus miliknya yang tidak mudah ditumbuhi jerawat, perawakannya yang tinggi dan ramping ia dapatkan dari Antonio. Karena ibunya memiliki tubuh yang lebih pendek darinya. Hari ini, ia bingung bagaimana dirinya harus menghadapi pria asing itu. Apakah ia seharusnya menunjukan versi terbaik dari dirinya atau justru sebaliknya? Akan lebih mudah jika ia tetap seperti sebelumnya sehingga dapat membuat pria itu lari dan membatalkan pernikahan. Tapi, ia ragu bahwa pria itu akan dengan mudah membatalkannya. Antonio sepertinya telah melakukan semacam perjanjian dengan pria itu. Perjanjian menguntungkan. Karena jika tidak, bagaimana mungkin pria itu mau menikahi seorang perempuan yang belum pernah ia temui. Dan ia yakin, pria itu pasti tahu bahwa dirinya gila. Tok! Tok! Tok! Serena memalingkan wajahnya dari cermin ketika terdengar ketukan pintu dari luar. “Ren, jika sudah selesai lebih baik cepat keluar. Calon suamimu akan segera datang sebentar lagi.” Ia mengerang mendengar Maria menyebut pria itu dengan sebutan ‘Calon Suami’. Hidupnya benar – benar akan berakhir jika ia menikah. Siapapun calon suaminya, itu akan menjadi penghalang bagi kebebasan hidupnya. Serena melangkah keluar dari kamar mandi itu. Maria sudah menunggu sambil memilah gaun mana yang akan ia kenakan untuk pertemuan nanti malam. Dua gaun yang sedang dipegang Sora dan Lila sama – sama terlihat cantik. Serena sendiri bingung jika harus memilih salah satu dari keduanya. Ia berjalan menghampiri Maria dan menatap bosan pada wanita itu. “Kau sudah selesai?” Tanya Maria saat melihat Serena yang terlilit kimono handuk di tubuhnya. “Ayo, kita keringkan dulu rambutmu.” Serena duduk di kursi sementara Maria mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. “Serena jangan khawatir. Ayahmu pasti memilihkan pria yang baik untuk menjagamu.” Serena ingin berdecak menanggapi Maria tapi ia menahannya. Mana mungkin Antonio peduli pada hidupnya. Pria tua itu hanya mementingkan klan mafia yang ia cintai dengan seluruh jiwanya. Rambut indah milik Serena telah sepenuhnya kering. Sekarang Maria meminta Lila datang dengan gaun yang dipegangnya tadi. Sepertinya Maria sudah memutuskan mana gaun yang lebih bagus dari keduanya. Sora membawakan pakaian dalam untuk Serena yang langsung ia kenakan sementara Maria menyiapkan gaun itu di tangannya. “Nah, sekarang kenakan baju ini.” Maria dengan lembut menyuruh Serena mengenakan gaun berwarna ungu muda, seperti warna lavender. Gaun berlengan Sabrina itu memang indah apalagi dipadukan dengan kulit tubuhnya. Serena pun tergoda untuk mengenakannya dan tanpa pikir panjang ia menyambar gaun itu. Setelah baju itu membalut tubuh Serena dengan sempurna, Sora membantunya duduk dan langsung mengaplikasikan riasan tipis di wajahnya. “Maria, sepertinya kita tidak perlu memakaikan riasan terlalu banyak pada kulit nona Ren.” Maria tersenyum, “Tentu saja, wajahnya sudah cantik kita tidak perlu menambahkan banyak riasan untuknya.” Sora mengangguk, ia hanya mengoleskan pelembab lalu foundation setipis mungkin hanya untuk membuat wajahnya lebih bercahaya dan terlihat lebih sehat. Lalu sedikit perona pipi untuk menambah kesegaran. Alih – alih memilih lipstick, Sora memilih pelembab bibir untuk Serena yang sudah memiliki warna bibir kemerahan yang alami. “Ren, kau sudah sangat besar. Tampak mirip sekali dengan ibumu.” Ujar Maria sambil memandang kagum pada gadis kecil yang kini semakin dewasa. Serena ingin membalas pujian tulus dari Maria, namun sebelum ia berkata sesuatu, Antonio datang dan masuk ke dalam kamarnya. “Sudah siap?” Tanya pria itu. Saat Serena berpaling memandang ayahnya, pria tua itu takjub dan terharu. “Kau sangat mirip dengan ibumu.” Senyuman muncul dari wajahnya. “Lucien pasti akan bertekuk lutut melihatmu, sayang.” “Antonio, apa kau yakin akan menikahkan Ren dengan pria itu?” Maria bertanya sekali lagi. Ia tahu kondisi mental Serena sedang tidak baik sehingga ia khawatir dengan pernikahan ini. “Sudah kubilang, Lucien adalah pria yang tepat untuk memimpin klanku. Aku semakin tua, Maria. Pria itu dapat menggantikan posisiku untuk mengurus klanku dan juga Serena dalam waktu bersamaan.” Mendengar itu hati Serena hancur. Antonio menikahkannya bukan karena ia ingin putrinya hidup normal, tapi ia khawatir pada kerajaan mafia yang telah ia bangun. Bagaimana mungkin Serena sebodoh itu? Tentu saja, dalam hidup Antonio prioritasnya hanya untuk klan mafia sialan itu. Bukan dirinya. Sejak dulu memang seperti itu. Apa yang ia harapkan dari pria tua bangka sialan itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD