“Bagaimana keadaan anakku?” Antonio menghubunginya pagi ini sekaligus untuk memberi tahu proses pengalihan kekuasaan yang sudah ia berikan secara perlahan.
“Sejauh ini belum ada masalah. Serena baik – baik saja, kau bisa mempercayakan putrimu padaku.”
Antonio tertawa puas. “Baguslah. Anakku akan baik – baik saja asal kau jangan memancing amarahnya.”
Bahkan saat Serena menangkap basah apa yang ia lakukan dengan Anne pun wanita itu tidak bereaksi apapun. Sepertinya pria tua itu melebih-lebihkan kondisi putrinya. Serena nampak tidak peduli dan tidak mengerti pada dunia luar. Jadi, tidak ada yang harus ia khawatirkan.
Kejadian itu sudah berlalu sekitar satu bulan yang lalu. Serena sudah kembali menjadi dirinya yang biasa. Tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun pada orang – orang disekitarnya. Sesekali menjawab pertanyaan Lucien dengan tiga kata andalannya. Ya, tidak dan bukan. Hanya itu yang akan Serena ucapkan saat ia mendesak wanita itu untuk menjawab.
“Kau akan datang ke pestaku malam ini?” Tanya Lucien.
“Sepertinya tidak. Ada sesuatu yang harus kuurus.”
“Ada masalah yang terjadi?”
“Mengapa kau bersikap seolah peduli?” Tanya Antonio.
“Secara hukum kau ini adalah ayah mertuaku.” Ucap Lucien sambil menaikkan alisnya.
“Hentikan omong kosong itu. Kau tahu pernikahan kalian bukanlah pernikahan seperti biasa. Kau belum menyerah menghadapi putriku?”
Kali ini Lucien yang tertawa. “Mengapa kau berpikir aku akan menyerah? Putrimu tidak pernah merepotkanku.”
“Bagus kalau begitu. Aku harap demikian.”
Tidak ada lagi yang ingin Antonio bicarakan sehingga pria tua itu mematikan sambungan telepon. Lucien menaruh ponselnya kembali ke atas meja. Lalu ia bangkit dari meja kerjanya menuju lantai atas. Kamar Serena.
Serena sedang duduk di sofa samping jendela kamarnya sambil menonton video musik dari layar besar ipad yang ia belikan. Lucien berjalan menghampirinya dan duduk di samping Serena.
“Serena, kau sudah makan?”
Serena mengangguk karena ia tahu Lucien tidak akan pergi jika ia tidak menjawab pertanyaannya. Tapi setelah ia merespon pun, Lucien masih tidak beranjak dari sampingnya.
“Kau tahu, hari ini aku mengadakan sebuah acara untuk merayakan sesuatu.” Lucien memperhatikan Serena yang tidak melepaskan pandangan dari layar itu. Ia mengambil benda itu dari tangan Serena sehingga membuat wanita itu bereaksi. Serena mencoba meraih kembali benda itu dari Lucien. “Aku akan memberikannya setelah kau mendengarku bicara. Kau mengerti?” Tegas Lucien pada Serena.
Serena menurunkan kembali lengannya lalu diam untuk mendengarkan Lucien.
“Akan ada banyak orang yang datang ke rumah ini. Tapi aku minta kau tetap berada di dalam kamarmu, oke?”
Serena menatap Lucien tanpa mengatakan apa – apa. “Apa kau mengerti, Serena?”
Akhirnya Serena mengangguk. Lucien melanjutkan kalimatnya. “Orang – orang yang akan datang nanti mungkin saja akan membuatmu dalam bahaya. Jadi, jangan keluar dari kamar ini. Jika kau butuh sesuatu kau bisa menghubungi Anne atau pelayan lainnya. Kau punya nomor telepon mereka semua di ponselmu, bukan?”
Serena mengangguk lagi.
“Bagus. Jika kau bersikap baik, aku akan membelikanmu banyak buku untuk kau baca.” Lucien memberikan kembali ipad miliknya lalu bangkit dari sofa dan mengecup puncak kepala Serena sebelum keluar dari kamar itu.
Setelah yakin Lucien sudah menjauh dari sana, Serena tertawa. Awalnya pelan, lama kelamaan tawanya semakin keras. “Ah, ini semakin melelahkan. Pria itu tidak mudah menyerah.”
Serena sudah tidak tertarik menonton para boyband dari layar ipadnya. Dirinya semakin bosan di dalam sini dan perkataan Lucien membangkitkan sesuatu dalam dirinya. “Jika bersikap baik, dia bilang? Apa Lucien pikir aku adalah anak kecil yang bisa menurut saat dijanjikan suatu hadiah olehnya?”
Serena berdiri di hadapan cermin panjang yang menampakkan tubuhnya dalam balutan kaus kebesaran dan celana pendeknya.
Rambutnya seperti biasa berantakan dengan kaca mata bertengger di hidung.
“Aku akan menunjukan pada pria itu arti dari bersikap baik.” Sebuah seringai terbit dari bibirnya.
Ia berjalan ke arah pintu untuk menguncinya agar tidak ada satu orangpun yang masuk ke dalam kamarnya.
Serena berlari ke kamar mandi untuk mandi dan mencuci rambutnya.
Setelah itu ia melihat deretan baju yang disediakan oleh Lucien. Pria itu sangat murah hati walaupun tampangnya menyeramkan. Pakaian di dalam lemarinya sangat lengkap. Dari mulai baju tidur, baju rumahan, baju kasual serta beberapa gaun yang indah tersedia di sana. Tapi ia rasa Lucien tidak turut ikut campur dalam pemilihan baju – baju itu. Mungkin saja Anne yang ikut memilihkan untuknya. Mengingat perempuan itu lagi, semakin membuat dirinya tersentil. Harga dirinya yang sekian lama ia sembunyikan perlahan – lahan muncul dan meninggi kembali. Anne akan tahu bagaimana rasanya jika telah melukai egonya. Tapi pertama – tama, ia akan mengurus Lucien terlebih dahulu.
Tangannya memilih satu gaun berwarna hitam dengan belahan d**a yang rendah. Saat ia membalikkan gaun itu, ia tersenyum melihat model baju yang tidak menutupi setengah dari punggungnya. Tali tipis yang biasa disebut strap spaghetti itu pun hanya berfungsi sebagai penahan bajunya, bukan untuk menutupi bahunya.
Serena mengenakan pakaian yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Memperlihatkan bahu dan punggungnya dengan indah. Belahan dadanya yang rendah pun akan cukup untuk membuat pria lain penasaran lebih jauh.
Sekarang waktunya memperbaiki rambutnya dengan alat pengeriting rambut, ia akan mengeriting bagian bawah dari rambutnya lalu mengikat nya agar tidak menutupi lehernya yang jenjang. Sementara untuk wajahnya, ia mengenakan riasan untuk mempertegas penampilannya dan memoleskan lipstick berwarna merah agar terlihat lebih menggoda.
Serena mematut dirinya di depan cermin. Gadis itu tahu dengan baik kelebihan dirinya sehingga berdiri dengan percaya diri setelah melihat hasil dari ide kreatifnya saat ini.
Pertunjukan akan dimulai sebentar lagi.
=*=
Ia sudah menghitung waktu. Acara itu sudah berjalan lebih dari satu jam. Ia menunggu saat waktu yang tepat. Dan sepertinya itu adalah saat ini.
Serena melangkah keluar dari kamarnya dan melongokkan kepala dari atas melihat kerumunan di bawah tengah menikmati jamuan yang di sediakan Lucien. Musik mengiringi acara itu. Gelak tawa terdengar dari bawah. Mereka semua sedang memasuki acara puncak.
Dengan senyuman dan keberanian, Serena menuruni tangga itu dengan anggun. Satu persatu orang yang melihat Serena segera menghentikan aktifitasnya untuk memandangi keindahan yang dimilik wanita itu. Tidak banyak yang tahu bahwa Lucien sudah menikah. Jika ada pun, orang itu pastilah tidak tahu bagaimana rupa istri dari calon penerus klan mafia terbesar yang sudah dipimpin Antonio itu.
Dalam perjalannya menuju pusat acara, Serena disapa oleh seorang pria. “Mengapa wanita cantik seperti dirimu berjalan sendirian dalam perayaaan penting ini?”
Serena menoleh dan tersenyum. “Oh, mungkin karena aku menunggumu?” Wanita itu berbisik dan mengedipkan matanya membuat pria itu puas dengan respon yang diberikan wanita itu.
“Kalau begitu aku siap untuk memenuhi keinginanmu.” Pria menjijikan itu mengulurkan tangannya pada Serena. Serena memandangnya sekilas lalu menyambut uluran tangan pria itu. “Aku akan mengantarmu berkeliling.”
Jadi rupanya pria itu tidak tahu bahwa ia adalah tuan rumah di sini. Menarik.
Beberapa orang yang ia lewati berdecak iri karena pria itu mendapatkan perhatian dari Serena. “Guzman! Hentikan kelakuanmu itu dan bawa wanita cantik itu pada kami.” Teriak seseorang tidak jauh dari posisinya berjalan saat ini. Dalam kerumunan itu Serena melihat Andrew. Pria itu lalu bergegas ke ujung meja, tempat di mana Lucien duduk.
Serena sudah melihat Lucien yang tengah membaca situasi atau mungkin pria itu hanya tercengang dengan apa yang ia lakukan saat ini. Andrew tiba di samping Lucien untuk memberitahu apa yang baru saja ia lihat tapi Lucien mengangkat tangannya saat Andrew akan membuka mulut. Lucien sudah melihat semuanya dari sejak Serena menuruni tangga itu.
Serena melemparkan senyuman yang sama pada Lucien sebelum kembali menolehkan kepalanya pada pria yang tadi di panggil Guzman oleh temannya. Serena merapatkan tubuhnya pada pria itu lalu berbisik di telinga Guzman. “Aku bosan di dalam sini.”
Guzman tentu tercengang karena mendengar perkataan Serena. Ia mengira Serena tertarik untuk melakukan hal lain dengannya di tempat sepi. “Kau mau ikut pulang denganku?” Tanya pria itu menanggapi keluhan Serena.
Serena dapat melihat kabut gairah di mata pria itu. Ia tahu Guzman sudah memikirkan seks dengannya di suatu tempat dan reaksi pria itu justru membuat Serena senang. “Kau mau membawaku pergi dari sini?” Goda Serena sambil memainkan jemari di kerah kemeja pria itu.
Guzman melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Serena membuat sekumpulan pria mendesah iri melihatnya. Sifat angkuh Guzman merasa terpuaskan oleh reaksi orang – orang maka pria itu meneruskan aksinya, menundukan kepala mendekati Serena untuk mencicipi bibir menggoda miliknya.
Sayang, sebelum pria itu merasakannya, ia sudah lebih dulu ditarik menjauh dari Serena oleh seseorang. Serena tidak perlu melihat untuk mencari tahu siapa yang melakukan itu karena ia yakin Lucien lah yang menarik Guzman lalu menghajarnya bertubi – tubi tanpa henti.
Tanpa rasa terkejut sedikitpun dari wajahnya, Serena menyaksikan mereka berdua berkelahi. Tapi, berkelahi rasanya tidak tepat karena dari apa yang ia lihat saat ini hanya Lucien yang menghabisi Guzman. Pria itu sebaliknya, terkapar di bawah tubuh besar Lucien yang sedang mengamuk.
Walaupun Serena tahu Lucien adalah pria yang mematikan, namun selama ia menikah dengannya Lucien belum pernah bersikap kasar padanya. Mungkin karena selama ini pria itu mengira bahwa dirinya gila dan butuh dikasihani. Tapi sepertinya setelah kejadian ini, sikap pria itu akan berubah padanya. Ia menunggu reaksi pria itu setelah kejadian ini. Ia harap Lucien menyerah dan mengembalikan dirinya pada Antonio.
Setelah Lucien yakin pria itu tidak dapat bergerak. Ia bangkit dan meninggalkan b******n bodoh itu. lalu memandang ke sekeliling ruangan. “Jika ada yang menyentuh istriku lagi, nasib kalian akan sama seperti manusia tidak berguna ini!”