CHAPTER 4

1273 Words
Sesampainya di sekolah, Queenie langsung berlari menuju lantai dua di mana kelasnya berada, sedangkan Eleanor berjalan sendirian di lorong sekolah. Tadinya dia bersama Maxime dan tentunya Stacy, tapi dua orang itu pergi entah ke mana setelah Stacy merengek ingin ditemani oleh Maxime. Eleanor mengeratkan tas yang tersampir di pundaknya seraya melangkah lesu ke dalam kelas. Dia tak punya teman dekat, itulah mengapa dirinya selalu merasa sendirian. Ketika ia hendak membuka pintu kelas, Eleanor merasakan pundaknya ditarik paksa ke belakang. Gadis itu terkejut lalu terjatuh karena tarikan kencang itu. Dia meringis pelan karena bokongnya mendarat tepat di atas lantai yang keras. Elea mendongak— hendak melihat siapa pelaku yang melakukan ini. "Stacy?" Lirihnya. Dia benar-benar terkejut karena Stacy dan rombongannya kini berdiri di depannya sambil tertawa remeh. Stacy melipat tangannya di depan d**a lalu sedikit membungkukkan badannya,"Gadis pecundang." Eleanor berdiri. Dia menepuk roknya yang kotor sebelum memandang Stacy beserta kawanannya yang sering mengganggunya,"Kalian mau apa? Aku tidak melakukan apapun." "Sok polos. Ayo, bawa dia ke toilet!" Titah Stacy. Eleanor membulatkan matanya dan dia berontak ketika dua dari empat temannya Stacy menariknya paksa menuju toilet perempuan yang letaknya di paling ujung. Eleanor menggeleng ketakutan, dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jennifer dan Leslie mendorongnya ke dalam toilet sepi itu. Tempat ini tidak lagi digunakan karena toiletnya rusak, Eleanor tidak mengerti mengapa Stacy melakukan ini kepadanya. "Stacy, biarkan aku keluar!" Eleanor berlari ke arah pintu kamar kecil itu, tapi Stacy mendorongnya hingga terjatuh ke atas lantai dingin. "Kau jangan merasa bangga hanya karena kau bisa dekat dengan Maxie ku, perempuan jelek! Kau kira dirimu bisa menang melawan ku? Seisi sekolah juga tahu kalau kau itu hanya gadis pelayan yang bisa beruntung tinggal di rumah orang kaya." Hahahaha. Eleanor menahan tangisnya. Ia melihat sendiri bagaimana Stacy dan teman-temannya menertawakan derajatnya. Eleanor tidak paham di mana letak kesalahannya sampai semua orang enggan berteman dengannya. Stacy sangat jahat, dia orang pertama yang menyebarkan rumor soal dirinya yang menumpang di rumah Keluarga Anderson. Eleanor malu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Stacy menjambak rambut Elea agar kembali mendongak lalu beralih untuk mencengkram dagunya,"Kau orang miskin, moron. Sebenarnya kau sangat tidak pantas berada di sini." Eleanor menangis. Dia tidak bisa melakukan apapun karena lawannya sangat kuat. Stacy dan teman-temannya menyiram Eleanor dengan air kotor yang berada di dalam ember sampai seragam sekolahnya basah dan kotor. Mereka kembali tertawa, Stacy mengeluarkan ponselnya lalu memotret Elea beberapa kali. "Ja-Jangan foto... Aku mohon..." Stacy tersenyum jahat, dia membisikkan sesuatu kepada temannya untuk melakukan sesuatu yang sangat kejam. "Kasihan sekali kau, Elea si gadis miskin. Sini, biar kami bantu kau mengeringkan pakaian mu." Eleanor menjerit karena Stacy membuka paksa seragam sekolahnya. Ia memberontak dan hendak menutupi dirinya, tapi teman-teman Stacy menahan tangannya. Gadis itu membuat semua kancing baju sekolah Eleanor terlepas sehingga menampilkan tubuh polos Elea yang hanya dibalut bra warna merah muda. Stacy kembali memotret. Dia tertawa sambil mengabadikan momen memalukan itu. Eleanor menangis keras, dia tidak mampu berbuat apapun. Ia menyudutkan dirinya sendiri di bawah wastafel dan menangis. Stacy memasukkan kembali ponselnya lalu berkacak pinggang di depan Elea. "Pertunjukan yang menarik. Well, nikmati harimu di dalam toilet, pecundang!" Stacy dan teman-temannya buru-buru keluar dari dalam toilet lalu mengunci pintunya. Eleanor berlari ke arah pintu toilet lalu mencoba untuk membuka pintunya. "Stacy! Stacy, buka pintunya! Aku mohon jangan lakukan ini!" DUK! DUK! Eleanor menggedor pintu dan berulangkali menekan tuasnya berharap pintunya akan di buka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun. Dirinya terkunci di dalam sini. "Tolong... Kak Maxie, tolong aku..." Tubuhnya merosot ke bawah. Ia menggigil kedinginan dan bajunya sudah rusak. Elea tidak kuat lagi, dia ingin menyusul ibunya saja. ... Maxime sengaja membolos di pelajaran pertama. Dia tidak mau masuk karena guru yang mengajar membosankan. Setelah bel—tanda istirahat telah selesai— berbunyi, ia kembali masuk ke dalam kelas. Fokus utamanya berada pada sebuah meja yang tampak kosong tak berpenghuni. Maxime mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kelas, tapi tak menemukan orang yang dia cari. Elea di mana? "Hai, Max! Sudah kerjakan pr matematika?" Salah seorang teman lelakinya memanggil. Maxime mengangguk lalu mengeluarkan buku tulis yang berisi pr nya. Meski dia suka bolos, tapi Maxime tidak lupa mengerjakan pr. "Nash, kau lihat Elea tidak?" Pria kacamata bernama Nash itu mengendikkan bahunya tanda tidak tahu. Maxime berdecak kesal karena dia sedang kebingungan. Kenapa tiba-tiba Eleanor menghilang tanpa jejak seperti ini? "Maxime, Elea tidak masuk sejak tadi pagi. Ku kira kau sudah tahu karena kan kalian tinggal serumah." "Tidak masuk? Justru dia pergi denganku pagi ini," Sanggahnya. Nash kembali mengendikkan bahu,"Bolos juga mungkin? Orang pintar seperti dia juga mudah jenuh." Maxime masih bertanya-tanya. Dia melirik Stacy yang duduk sebaris dengannya. Gadis itu tampak tertawa bersama teman-temannya bahkan seperti sangat bahagia. Apa Stacy melakukan sesuatu kepada, Elea? Maxime kembali berdecak kesal ketika gurunya telah masuk ke dalam kelas. Salahnya, kenapa pula dia mesti masuk ke kelas saat pelajaran matematika sedang berlangsung? "Ah, masa bodoh." Maxime berdiri dari tempat duduknya, tanpa permisi dia berlari keluar ruang kelas. "Hey, Mr. Anderson?! Kau mau ke mana?! Hey!" Guru dengan kacamata bulat itu berteriak kesal karena lagi-lagi murid berandalan di kelasnya kembali membangkang. "Aku akan menelepon orangtua mu lagi!" Teriaknya kesal. Pria paruh baya itu kembali ke dalam kelas lalu melanjutkan pelajaran walau ia kesal. Maxime berlari di sepanjang koridor sekolah. Tempat pertama yang ia datangi adalah perpustakaan. Bisa saja Elea berada di perpustakaan, bukan? Sesampainya, dia menajamkan penglihatannya— berharap bisa menemukan gadis bermata seperti madu itu. Namun, Maxime tidak menemukannya. Eleanor tidak pernah membolos sebelumnya, dia tidak percaya kalau gadis itu bahkan memiliki niatan untuk membolos. Setelah tak menemukannya di perpustakaan, Maxime berlari lagi ke gedung sekolah. Pertama dia pergi ke lab bahasa dan sains untuk memastikan, tapi tak menemukan apapun selain kekosongan. Ini masih jam pelajaran, siswa lain berada di dalam kelas. Ia mengecek setiap kamar mandi wanita, tapi tidak menemukan Elea. Ia mulai menyerah. Maxime duduk di tangga untuk menghilangkan lelahnya karena berlari ke sana dan kemari. Lelaki itu hendak kembali ke dalam kelas, tapi suara tangisan yang berasal dari balik pintu toilet rusak di dekatnya membuat Maxime berhenti melangkah. Lelaki itu menoleh ke arah pintu sebelum kakinya melangkah perlahan. Disentuhnya gagang pintu toilet yang ternyata terkunci itu. "Elea?" Panggilnya. Entah apa dirinya berhalusinasi atau tidak, tapi Maxime benar-benar mendengar suara tangisan dan dia hapal suara itu. "Eleanor? Kau di dalam?" Maxime mundur dua langkah sebelum akhirnya dia menendang pintu toilet itu hingga terbuka lebar. Mata coklatnya membulat sempurna saat melihat Eleanor yang meringkuk di bawah wastafel sambil menangis. Wajahnya memerah dan badannya basah karena air. "Elea!" Buru-buru dia mendekat ke arah gadis itu lalu menarik tubuhnya. "Jangan! Aku mohon jangan sakiti aku lagi!" Gadis itu memberontak bahkan berteriak ketakutan. Maxime tidak tahu siapa yang melakukan ini pada Eleanor. Apakah dia terkurung di sini sejak tadi pagi? "Hey, ini aku! Aku tidak akan menyakitimu, Elea." Maxime menangkup kedua pipi Eleanor untuk menyadarkan perempuan itu. Elea perlahan mulai rileks, tapi setelah itu dia menangis. Maxime menatapnya dari atas sampai ujung kaki, jelas ini perbuatan seseorang. "Kita pulang. Aku akan mengantarmu pulang." "Ja-Jangan... A-Aku tidak mau. Hiks... Hiks... Seragam sekolah ku rusak," Elea menggenggam bajunya yang sobek dengan kancingnya yang berhamburan di atas lantai. Tanpa pikir panjang Maxime membuka seragam sekolahnya. Dia memakaikan bajunya kepada Eleanor demi membuat gadis itu merasa tenang dan membiarkan dirinya sendiri yang hanya memakai kaus putih polos. Elea tidak memberontak, matanya hanya mampu menatap Maxime yang sibuk memakaikan seragamnya ke tubuh Elea. "Kita pulang." Ia menggendong Eleanor seperti pengantin lalu membawanya keluar dari toilet rusak itu. Ada beberapa siswa yang berpapasan dengan mereka di sepanjang koridor tak terkecuali guru-guru yang melintas di depan mereka. Eleanor menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Maxime, ia merasa tenang karena kini beruang pelindungnya telah menyelamatkannya dari neraka. "Terima kasih, Kak Maxie..." Maxime berhenti berjalan. Dia merunduk lalu menatap Elea yang kini tengah menatapnya pula. "Kenapa kau diam saja, Elea? Kenapa kau tidak melawan?" "Aku... Aku takut..." Maxime kembali melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Dia tahu siapa yang melakukan ini. Orang itu akan segera mendapatkan pelajaran darinya. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD