One

977 Words
“Jangan berharap kamu bisa lepas dari aku dengan mudah.” Sebuah tangan mencengkram dagu Melsa. “Sekali lagi aku liat kamu jalan dengan pria itu, aku akan tunjukin seluruh video saat kita bercinta pada dunia.” Ancam pria itu padanya yang masih menangis. Sepulang kuliah dia tidak sengaja bertemu temannya di gerbang kampus, sama-sama belum makan siang akhirnya mereka berdua sepakat untuk makan di kafe kecil sekitar kampus. Sayang, sebelum ia pulang, pacarnya memergoki mereka tengah makan berduaan. Alex masih menahan emosinya hingga ia hanya menyeret Melsa pergi dari tempat itu dan membawanya ke rumah Alex. “Kita cuma makan bareng Lex.” Jawab Melsa dengan tangis tertahan. “Aku ga peduli kalian Cuma makan bareng ataupun hanya sekedar ngobrol bareng. Aku ga mau liat kamu berduaan lagi sama dia. Jelas?” Melsa tidak merespon, ia hanya menangis. “Jawab!” Akhirnya Melsa mengangguk karena takut. “Bagus.” Melsa sempat mengira Alex sudah selesai memarahinya dan akan pergi dari sana namun ia salah. Ia merasakan bibir Alex merenggut ciuman dengan paksa, membuka bibirnya untuk menyatukan lidah dan menghisapnya. Giginya menggigit bagian bawah bibir Melsa dengan pelan. Detik berikutnya, tangan Alex sudah merenggut baju Melsa dengan kasar. Memaksa lapisan kain itu untuk lepas dari tubuhnya. “Lex.”rintih Melsa. “Stop.” “Kenapa? Kamu lebih suka main dengan pria tadi siang?” Tanyanya kasar. Melsa menggeleng dan membuat Alex melanjutkan aksinya. Pakaian atas Melsa sudah terlepas sepenuhnya, Alex bisa melihat betapa indah payudara kekasihnya itu hingga ia tidak tahan untuk tidak menghisapnya. Alex mendorong Melsa ke tempat tidurnya sehingga ia bisa lebih leluasa untuk menikmati sepasang payudara itu. Ia menggigiti kedua puting kemerahan milik Melsa sambil sesekali menghisapnya dengan keras. Mulutnya naik turun untuk menjilati lehernya serta meninggalkan tanda disana. Agar pria manapun tahu bahwa wanita ini miliknya. Alex berhasil melepaskan celana jins dan pakaian dalam terkahir yang menempel di bagian bawah tubuh Melsa. Pemandangan itu tidak dapat tergantikan oleh apapun, tubuh kekasihnya yang indah tanpa dibalut sehelai kain apapun memang menjadi hal yang paling ia sukai. Alex membuka kedua paha Melsa lebih lebar agar ia bisa melihat pusat gairah wanita itu yang nikmat. Tangannya menyusuri tubuh Melsa dan berhenti di sana. Ia memasukan satu jari ke dalam tubuh wanita itu. “Lex, jangan.” Melsa meringis karena perlakuannya. Tangan Melsa meraih untuk berusaha menghentikan pria itu. Namun, ia tidak menghiraukan. Ia justru memainkan milik Melsa lebih dalam. Alex menarik-masukan jarinya hingga membuat wanita itu basah. Lelaki itu menunduk untuk mencicipi rasa kekasihnya, sesekali memasukan lidahnya ke dalam lubang intim Melsa. Saat ia rasa wanita itu sudah siap, ia pun menanggalkan seluruh pakaiannya dan mulai berbaring di atas tubuh Melsa. “Lex please jangan.” Pintanya sambil menjauhkan tubuh Alex dan berusaha mendorong pria itu dari atasnya. Namun, usaha Melsa sia-sia. Alex dengan sigap meraih kedua tangan Melsa dan menahannya jadi satu diatas kepala Melsa. Sedangkan satu tangannya meraih kejantanannya untuk memposisikan di tempat yang tepat. Tanpa aba-aba, ia meluncurkan miliknya ke dalam tubuh Melsa dengan hentakan yang kuat hingga Melsa mengerjap karena kaget. Pria itu memompa dengan keras sambil kepalanya tertunduk di atas payudara Melsa, menghisap dan menggigitinya. Sesekali ia menarik puting Melsa dengan giginya. Satu tangannya bermain di payudara kirinya, meremasnya dengan kuat hingga wanita itu kesakitan. Sementara ia terus menghunjamkan pinggulnya dengan kuat agar dapat mencapai orgasme. Saat ia merasakan bahwa puncaknya akan datang, dia pun menghentikan pompaannya dan menenggelamkan wajahnya diantara leher Melsa. Melsa merasakan cairan hangat di bagian organ intimnya dan matanya seketika membulat. “Kamu gila ya?!” Melsa mendorong Alex namun itu sia-sia. Pria itu tidak bergeming dan malah memperkuat pelukannya. “Lex kamu tuh emang berengsek ya!” maki Melsa. Setelah puncaknya berakhir Alex mengangkat wajahnya dengan seulas senyum di wajah. “Kenapa?” “Kalo aku hamil gimana? Dasar sinting.” “Ya bagus lah, itu artinya kamu ga akan bisa lagi main-main sama pria lain.” Jawab pria itu dengan enteng. Melsa berusaha mendorong pria itu lagi, akhirnya pria itu mengalah dan bergeser ke samping sementara dirinya berlari ke kamar mandi untuk membersihkan cairan Alex dari tubuhnya. Memang sialan pria itu. Setelah selesai membersihkan diri dan hendak keluar dari kamar mandi, Melsa melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Ia melihat tanda kemerahan di sekeliling leher dan dada nya. Ia menghembuskan napas dengan keras. Bajingan iblis. Melsa membuka pintu dengan keras, hilang sudah rasa takutnya terhadap pria itu. ia mengenakan pakaian yang tadi dilepas paksa oleh pria itu. “Mau kemana?” Pria itu sudah mengenakan boksernya. Melsa diam dan melanjutkan berpakaian tanpa menghiraukan pertanyaan pria itu. ia mengambil sweater yang selalu ia bawa di dalam tas untuk menutupi bajunya yang sedikit terkoyak dan lumayan membantu untuk menyamarkan kemerahan di lehernya. Ia mengambil ponsel dan memasukannya ke dalam tas lalu beranjak untuk keluar dari sarang iblis itu namun tangannya dicengkram dan ditahan oleh sang iblis. “Kamu ga boleh kemana-mana.” Suaranya berhembus di belakang leher Melsa. “Kamu belum puas nyakitin aku Lex?” ia berbalik menghadap pria itu yang masih menahannya. “Aku ga akan pernah puas sama kamu.” Jarinya naik dan menyusuri pipi Melsa. Melsa berusaha melepaskan wajahnya dan juga tangannya dari pria itu. “Kamu ga denger kata aku? AKU BILANG KAMU GA BOLEH KEMANA-MANA!” Teriak pria itu dengan marah. “Tapi ini udah malem Lex.” Melsa mencoba mengalah. Pria ini menakutkan jika sudah marah. “Terus kenapa kalau ini udah malem?”tanya pria itu tidak peduli. “Aku banyak tugas.” “Kerjakan semuanya disini.” “Semua bahannya ada di apartemen, aku harus pulang.” Dengan pandangan menyelidik Alex memeperhatikan wajah Melsa. Memeriksa apakah wanita itu bohong atau tidak namun Melsa terlihat meyakinkan. Akhirnya ia mengalah dan memilih untuk berpakaian. “Aku bisa pulang sendiri.” Saat ini Melsa ingin pergi sejauh-jauhnya dari pria itu. “Jangan mimpi kamu.” Pria itu sudah siap dan membawa kunci mobilnya lalu menuntun Melsa keluar dari sana menuju tempat parkirnya. Di dalam perjalanan, tidak ada sedikitpun kata yang keluar dari Melsa. Alex pun tidak memaksa dan membiarkannya. Sesampainya di depan apartemen, Melsa buru-buru membereskan tasnya dan keluar namun ia kalah cepat dengan tangan Alex yang meraih kepalanya. Pria itu kembali menyerang bibirnya. Merasakan bibir wanita itu seolah-olah ini adalah terakhir kali ia akan merasakan rasanya. Setelah puas dan terengah-engah, Alex menjauhkan wajahnya dan mengusap pelan rambut Melsa. “Good night.” Alih-alih membalasnya, Melsa malah buru-buru kabur dari sana dan masuk ke dalam apartemennya tanpa menoleh. Ia harus memikirkan cara agar terlepas dari iblis yang satu itu, pikir Melsa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD