Three

829 Words
Alex semakin berani membuka pakaian Melsa karena wanita itu juga hanya diam saja diatas pangkuannya. “Mel kenapa sih kamu bikin aku gila?” Tanyanya saat berhasil melepas semua atasan gadis itu. “Aku udah liat ini berkali-kali tapi tetep bikin aku ketagihan.” Tangannya menangkup payudara milik Melsa, memainkannya seolah itu adalah squishy favorit Alika, keponakannya. Risih karena ditatap seperti itu Melsa menempelkan badannya pada Alex agar pria itu tidak bisa melihat kedua benda kenyal itu. Namun, sepertinya Melsa salah langkah. Tingkahnya itu malah semakin membuat Alex terangsang. Kedua putting Melsa yang menempel dan bergesek di dada Alex membuat pria itu semakin gila. Alex mendorong sedikit wanita itu menjauh dari badannya dan menundukan kepala untuk menghisap puncak payudara Melsa. Sebelah tangannya mencoba untuk melepaskan kancing celana Melsa. Setelah puas dengan payudaranya, Alex mengangkat wanita itu dalam pelukannya lalu membaringkan Melsa di sofa dan melepaskan pakaian yang tersisa. “Lex kamu mau ngelakuin itu di sini?” “Ngga ada orang kan, ga apa-apa.” Jawab Alex dengan suara parau karena sudah terbawa gairah. Rumah milik Alex memang tidak pernah ditempati orang lain selain dirinya sendiri. Sesekali ada pembantu dan tukang kebun yang membersihkan rumah. Ayah Alex memilih tinggal di rumah istri keduanya, sedangkan ibu kandungnya tinggal di Jepang bersama suami barunya. Alex mengecup dahi Melsa lalu menjalar turun ke bibirnya dan beralih di leher yang sangat ia sukai. Alex berlama-lama disana untuk menghirup aroma Melsa. “Kamu wangi.” Komentarnya saat mengangkat wajah dari leher Melsa. Melsa tidak menanggapi, ia sudah sering mendengar pria itu memuji nya. Ia menangkupkan tangan di pipi Alex, membuat pria itu memejamkan mata dan menyandarkan wajahnya di sana sebelum ia memutuskan untuk berpindah pada payudara wanita itu lagi. Kali ini ia hanya mengecup kedua puncaknya dan menghujani seluruh area dada Melsa dengan kecupan ringan. Yang membuat Melsa sedikit meremang. Tangan Alex perlahan turun ke daerah perut hingga bertemu dengan miss V nya yang sedikit lembab karena permainan Alex. Jari-jari panjang pria itu mulai menyibak kemaluan Melsa, sedikti bermain di area sana dengan menekan klitorisnya sebelum jari itu masuk lebih dalam. “Ah.. Lex.” Melsa merintih di telinga Alex. Alex tersenyum dan mendongak mendengarnya. “Yes, baby. I love it when you call my name.” Mata Alex sudah sepenuhnya dipenuhi gairah terhadap wanita itu tetapi ia masih suka memainkan jarinya di bawah sana. Jarinya keluar masuk dan bergerak lebih cepat, sesekali ia memutar jarinya hingga ia merasakan lubang kewanitaan milik Melsa sudah sepenuhnya basah. Tanpa melepas celana, Alex hanya mengeluarkan kejantanannya lalu dengan cepat memasuki Melsa. Keduanya sama-sama mengerang saat tubuh mereka bersatu dengan indah. “Mel, janji jangan pernah tinggalin aku.” Pinta Alex yang masih gila karena gairah. Melsa mengangguk menanggapi permintaan pria itu yang di balas dengan hunjaman lebih keras daripada sebelumnya. Pinggulnya bergerak memacu dan kepalanya menunduk untuk mendapatkan akses lebih banyak pada payudara wanita itu. Melsa mendorong kepala Alex lebih dekat sehingga membuat lelaki itu menemukan puting payudaranya. Dengan sigap Alex menghisap dan menarik puncak kemerahan itu sambil terus memompa pinggulnya di bawah sana. Hingga ia merasakan tubuh Melsa bergetar nikmat, membuat Alex semakin semangat untuk mendapatkan puncaknya. Setelah Melsa yakin pria itu akan orgasme, wanita itu berbisik, “Jangan keluarin di dalem Lex, please.” Alex mendengar wanita itu meminta dengan lembut lalu ia menurutinya, kali ini ia tidak ingin egois dan mengeluarkan cairan cintanya diluar kewanitaan Melsa. Lalu pria itu ambruk diatas Melsa yang masih mengatur napasnya. “Malem ini mau nginep di tempat aku?” Tanya Alex setelah mereka berhasil menenangkan diri masing-masing. Melsa selalu jatuh pada pesona kekasihnya jika ia sedang bersikap lembut seperti ini. Sehingga ia menganggukan kepalanya. “Tapi besok balikin aku pagi-pagi.” “Hm.” Alex bergumam. “Kalo kamu ga kecapean setelah aku kerjain semaleman.” Ujarnya serius. Melsa cemberut mendengarnya. “Canda.” Ujar Alex yang tertawa melihat Melsa. “Besok aku anter.” Melsa diam sejenak, lalu ia terlintas sesuatu di benaknya. “Lex.” Panggil Melsa saat melihat pria itu sudah kembali merebahkan kepalanya di atas dada Melsa. Pria itu tidak bergerak namun Melsa mendengar gumaman keluar dari bibirnya. “Lain kali jangan kasih tanda di leher aku ya.” Pinta wanita itu. Alex bertanya kenapa dengan suara yang terpendam diantara dadanya. “Susah ilangnya, aku ga punya banyak baju yang bisa nutupin ini.” “Nanti aku beliin baju kayak yang tadi kamu pake.” Jawab Alex tanpa pikir panjang. “Bukan gitu maksud aku. Tapi ini beneran susah ilangnya terus lama-lama bekasnya jadi jelek, warna biru keiteman.” “Ya cupang emang gitu sayang.” Kali ini Alex menanggapinya dengan serius. Ia mengangkat kepalanya dan menatap wanita itu. “Iya aku tau, tapi aku ga mau.” Melsa bergeming mengutarakan pendapatnya. “Itu biar orang-orang tau kamu punya aku.” “Aku bukan barang Lex yang bisa ditandai seenak jidat kamu.” “Kamu kenapa sih, perkara tanda cupang aja kamu ribetin.” Alex mengerutkan keningnya tanda ia tidak menyukai arah pembicaraan ini. “Ya coba kalo kamu yang aku kasih cupang di leher, emang kamu mau setiap hari pake baju turtleneck kayak aku?” “Ya enggak lah.” Jawab pria itu cepat. “Tuh kan.” “Ngapain juga aku pake turtleneck, orang-orang liat juga ga apa-apa.” “Sinting.” Seru Melsa pada pria dihadapannya itu. “Kenapa, kamu mau bikin cupang di leher aku?” Tanya pria itu geli. “Enak aja. Aku ga maniak kayak kamu.” Lalu pria itu tertawa terbahak-bahak. “Aku cuma segila ini sama kamu. Terima aja, cuma kamu satu-satunya yang aku perlakuin kayak gini.” Dalam hati Melsa membatin entah dia harus tersanjung atau terkutuk mendengar pernyataan Alex barusan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD