“Mas Shaka tiduran dulu. Bentar aku bantu lepas ini.” Dengan cekatan Rania membantu melepaskan jas yang dikenakan Shaka agar tidak terlalu sesak.
Rania hanya merasa khawatir tubuh Shaka begitu panas berusaha membuat pria itu nyaman, akan tetapi ia malah terperangah saat wajahnya saat ini tepat di depan perut Shaka. Lebih ke bawah sedikit karena hendak melepaskan ikat pinggang pria itu. Yang lebih membuatnya kaget tangannya sempat menyenggol sesuatu pada diri Shaka.
Shaka terdiam memandang Rania dengan mata tajamnya. Sedikit sentuhan tadi ternyata malah membangunkan asetnya yang sudah 3 bulan ini hanya ia gunakan pipis saja.
“Maaf, saya nggak sengaja,” cicit Rania menahan rasa malu yang luar biasa.
Shaka menyeringai akan tingkah Rania itu. Ia berdehem santai. “Kalau mau megang bilang aja, Rania. Mumpung aku lagi nggak berdaya gini, kamu bisa bebas pegang-pegang aku.”
Rania mengerutkan dahi melirik Shaka dengan tatapan aneh dan memilih untuk tidak menyahut. Buru-buru ia mengemasi baju dan sepatu Shaka untuk diletakkan di tempat yang semestinya.
“Aku ambilin nasi habis ini terus Mas Shaka minum obat. Jangan kemana-mana dulu,” kata Rania.
Shaka mendesis pelan, jelas tak suka karena pancingannya tidak dilahap oleh Rania. Melihat wanita itu hendak beranjak ia menarik tangannya cukup kuat hingga Rania terduduk kembali di ranjang. Tanpa berpikir panjang Shaka memeluk pinggang Rania hingga terjatuh ke pelukan.
“Mas Shaka!” Rania reflek berseru kaget akan hal itu. Bibirnya terbuka ingin melontarkan penolakan akan tetapi ....
“Aku kedinginan, Ran. Peluk gini," lirih Shaka memeluk Rania semakin kuat.
Rania semakin kaget akan hal itu, berusaha mendorong bahu Shaka tetapi melihat wajah pria itu yang pucat serta badan yang panas membuat ia tidak tega. Lagipula hanya memeluk 'kan?
“Aku ambilin Mas makan dulu, biar bisa minum obat,” cicit Rania masih bergerak-gerak tak nyaman meski berusaha untuk menerima pelukan itu.
Bukannya menjawab Shaka justru dengan sengaja mengeratkan pelukannya pada Rania. Ia menimpa kaki wanita itu dengan kakinya sambil mendesak pada ceruk leher wanita itu demi mengurangi hawa dingin yang membuat tubuhnya cukup gemetar.
“Dingin, Ran. Peluk aku dong,” ucap Shaka masih dengan suara lemah.
Rania memberanikan diri menunduk melihat wajah Shaka lagi. Pria itu memejamkan mata sambil bagian wajah yang memerah dan terasa panas. Bisa dirasakan tubuh pria itu menggigil, jika begini tidak mungkin Shaka pura-pura untuk mencari untung bukan?
Dengan ragu Rania mengulurkan tangan, mengusap punggung Shaka perlahan. Tak disangka Shaka justru semakin merapatkan tubuhnya dan benar-benar memeluk Rania sangat erat, bagian wajah pria itu sedikit ke bawah dan terhenti pada d**a Rania yang empuk.
Rania tersentak kaget akan hal itu, ingin rasanya ia berteriak namun lagi-lagi ia tidak tega.
“Mas Shaka tidur, supaya lebih enakan nanti," ucap Rania pelan sekali, tangannya terus mengusap punggung Shaka berharap pria itu segera tidur agar ia bisa melepaskan diri karena rasa tak nyaman.
Diam-diam Shaka tersenyum sambil membuka matanya sedikit, menyadari Rania tidak menolak sikapnya membuat Shaka memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan itu. Ia terus mendesakkan wajahnya pada d**a empuk yang ternyata cukup besar itu. Shaka semakin panasaran bagaimana bentuk aslinya.
“Ahh enak banget baunya, s**t 80 juta nggak rugi-rugi amat bisa nyium squishy padat ini,” batin Shaka terus mengendus d**a Rania, setidaknya menambah sedikit amunisinya yang sudah 3 bulan tidak menyentuh wanita.
Beberapa jam sebelum kejadian.
Shaka menyeringai begitu melihat Xabiru datang ke tempat Billiard. Dalam hati memaki tak karuan karena temannya yang satu ini ternyata masih sama seperti yang dulu meski sudah menikah. Masih sama maksudnya doyan dengan yang namanya taruhan. Embel-embel saham Bitcoin yang sedang naik-naiknya ternyata bisa membuat manusia sok sibuk itu datang juga menemuinya.
Pria itu seumuran dengan Shaka dan sebentar lagi akan punya dua anak. Tetapi pesonanya bisa dipastikan akan menarik banyak kaum hawa jika pergi sendirian. Wajahnya hangat dengan tatapan mata menggoda, begitulah Shaka menilai Xabiru dengan ciri khasnya.
“Kalau mau ini berhasil buruan ikut gua.”
Bagai kerbau yang dicocok hidungnya dengan bodoh Shaka mengikuti ajakan Xabiru untuk pergi meninggalkan tempat billiard. Secara tak terduga Xabiru justru mengajaknya pergi ke tempat yang tak disangka-sangka.
“Ngapain kita ke sauna?” tanya Shaka kebingungan.
“Buat meningkatkan kualitas permainan lu di ranjang biar makin dahsyat,” sahut Xabiru acuh tak acuh.
“Anjing! Serius dikit bisa nggak sih?” dengus Shaka.
Xabiru tersenyum tanpa dosa, bersendakap tangan memandang Shaka dari atas sampai bawah. “Roman-romannya yang ini beneran bisa buat lu kelabakan, nggak mau spill?"
“Nothing special sih.”
“Kalau nggak spesial kenapa lu sampai ribet kayak gini? Apa tenaga lu udah nggak mumpuni gara-gara udah kepala 3?” ucap Xabiru berbalut ledekan kental.
“Enak aja, elu kali yang udah turun daya. Stamina gua masih full sampai mampus,” sergah Shaka tak terima.
“Nevermind.” Xabiru hanya mencibir malas. “Kembali ke topik awal, lu mau saran ide dari gua 'kan? Ini ide dari gua,” ucap Xabiru menunjuk tempat sauna dengan dagunya.
“Apa hubungannya Sauna sama gua?”
“Pertama lu harus tahu dulu, 90% cewek bakalan peduli ke cowok yang lebih lemah dari dia," ucap Xabiru berubah serius seolah sudah pakar dalam percintaan.
Shaka mengerutkan dahinya lebih dalam, masih tak mengerti apa hubungan Sauna dengan lelaki lemah seperti yang dikatakan temannya itu.
“Sekarang lu masuk ke dalam, rendam tubuh pakai air panas dan jangan minum sampai semuanya selesai,” titah Xabiru.
“Gila! Mati dong gua nanti.” Shaka terhenyak akan usulan yang diberikan.
“Nggak usah lebay, paling cuma pusing dan mentok mual.” Xabiru melirik Shaka sinis.
“Lu nggak usah muter-muter deh, ini apa urusannya semua ini sama hal yang gua butuhin?”
“Ah bego banget sih lu. Gua suruh lu masuk dan lakuin apa yang gua ucapan. Kalau lu udah hampir pingsan, atau minimal demamlah baru lu pulang ke rumah cewek itu,” titah Xabiru merasa jengkel karena Shaka tak paham-paham maksudnya.
Shaka menyipitkan mata mencerna dengan baik maksud ucapan Xabiru. “Jadi intinya gua harus pulang dalam keadaan sakit-sakitan?”
Xabiru mendengus dengan kesal seraya menendang kaki Shaka cukup kuat. “Bukan sakit-sakitan, tapi keadaan lu lemah dan butuh amunisi.”
Shaka terdiam sesaat untuk mencerna, beberapa detik setelahnya matanya membulat sempurna. Ia menganggukkan kepalanya seraya mengulas senyum licik.
“Pura-pura sakit ya berarti?”
"Iya, seperti kata gua tad 90% wanita itu seneng kalau lihat cowoknya lemah gitu. Disitu peran mereka merasa dibutuhkan, lu ngerti 'kan?”
*
Shaka masih menikmati pelukan Rania dengan hati yang berdebar-debar. Ini jelas pertama kalinya ia melakukan hal gila dengan rela berendam air panas dan menahan haus selama hampir 2 jam demi membuat dirinya sakit agar mendapatkan perhatian Rania. Sekarang ia benar-benar mendapatkannya, dan rasanya ternyata sangat menyenangkan.
Shaka mengeratkan pelukannya lagi sambil mencium mesra d**a Rania. “Dingin, Ran. Peluk lagi ..." ucapnya dengan nada sok lemah.
Rania mati-matian menahan rasa takut saat Shaka terus memeluknya seperti itu. Kalau pria itu sehat ia pasti akan menghantam kepalanya saja. Tapi bagaimana, Shaka sedang sakit ia tentu harus menjaga pria ini dengan baik.
Untung saja Najwa mau mengerti saat Rania mengatakan Papanya sakit dan anak itu bermain. Rania menunggu sampai Shaka tidur barulah ia bernapas lega karena bisa melepaskan diri.
Rania melanjutkan tugasnya dengan menyuapi Najwa makan, mengajaknya belajar sebentar lalu menemani tidur. Ia menyempatkan membuka ponsel sebelum ikut menyusul tidur. Ada banyak pesan masuk dari nomor yang sama dan juga panggilan tak terjawab. Ada juga nomor teman dekatnya yang selama ini sering menjaga Najwa.
Ponsel di tangan Rania hampir jatuh saat ketakutan menyelimuti hati. Ia memeluk Najwa dengan erat sambil membisikkan doa. Berharap keduanya akan tetap baik-baik saja kedepannya.
Bersambung~