Bab 1. Terlanjur Basah
Shaka bangun tidur saat hari sudah terang benderang. Kepalanya terasa sangat berat sisa mabuk semalam. Ia melirik ke arah sampingnya dimana seorang wanita cantik tengah memeluk tubuhnya dengan posesif tanpa busana. Dengan malas Shaka menyingkirkan tangan wanita itu lalu menarik tubuhnya untuk duduk, mengambil aspirin dari dalam laci lalu diminum tanpa menggunakan apa pun.
Sejenak disela-sela rasa pusing yang menghantam itu Shaka teringat ucapan Papanya semalam yang baru saja mengamuk karena ia yang tak kunjung memberikan kepastian untuk segera memimpin perusahan.
"Menyebalkan saja!" Shaka memaki jika mengingat ucapan Papanya semalam.
Dengan gerakan cukup kasar ia turun dari ranjang akan tetapi tangannya ditahan oleh wanita yang tengah berbaring telanjang di sampingnya.
"Baby, aku masih ada waktu sebelum ngampus. Quicky?" Nada penuh rayuan dengan balutan hasrat terlontar dari bibir wanita itu. Menarik tangan Shaka agar kembali menindihnya.
"Erika!" Shaka menarik tangannya sebelum wanita yang bernama Erika membangkitkan kebanggaan miliknya.
"Sebentar saja, come on Shaka!"
Erika jelas jauh lebih lihai, wanita itu bergerak cepat menggulingkan tubuhnya hingga berada di atas Shaka. Menundukkan wajah mengecup bibir dan leher pria itu, membangkitkan sisi liar Shaka yang akaan membuatnya berteriak penuh kenikmatan seperti semalam.
Shaka mengumpat dalam hati, sayang imannya yang tak seberapa itu goyah akan sentuhan dari Erika yang begitu lihai. Bibirnya tanpa sadar mengeram dengan kedua tangan yang ikut bergerilya aktif.
Arshaka Virendra, pemuda berusia 31 tahun yang kerap dijuluki Casanova karena sering bergonta-ganti teman tidur. Pergaulan bebas serta tak adanya aturan ketat dari orang tua membuat Shaka tumbuh menjadi pemuda yang nakal. Di usia yang seharusnya pria seusianya sudah memiliki keluarga, Shaka justru masih sibuk berpetualang dengan para wanita yang dengan suka rela singgah naik ke atas ranjangnya untuk saling berbagi kenikmatan.
Tentu saja semua itu ada timbal balik yang harus Shaka bayar. Ia tak segan menggelontorkan uang untuk membiayai jalang kecil yang mau memuaskan dirinya.
Kebanyakan dari mereka masih berstatus mahasiswa yang membutuhkan dana demi memenuhi kebutuhan gaya hidup yang hedon. Shaka pun oke-oke saja asal mereka tidak menuntut adanya status.
Karena Shaka benci dengan yang namanya ikatan.
Cukup sekali Shaka mengenal wanita yang telah berkhianat hingga ia pun kini enggan mempunyai hubungan dengan wanita pun. Dalam benaknya tak penting punya komitmen, toh kebutuhan biologisnya tetap akan terpenuhi.
Shaka membalikkan tubuh Erika yang begitu sintal terawat, libidonya sudah naik pesat dan siap untuk dituntaskan. Baru saja ia ingin menyambut kehangatan Erika tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh dari luar disusul suara tangis anak kecil yang sangat kencang.
Terkejut pastinya, seingat Shaka ia belum punya anak kenapa tiba-tiba ada anak yang menangis. Konsentrasinya pecah tatkala suara tangis anak itu semakin menjadi-jadi. Segera ia melompat dari atas tubuh Erika yang sudah sangat siap untuk dinikmati.
"Shaka ih, mau kemana. Ayo ... " Erika meraih pipi Shaka agar membelai dirinya lagi. Sudah terlanjur basah bagaimana bisa dihentikan.
"Itu siapa yang nangis. Lepasin, Er!" Shaka menepis tangan Erika, berusaha menolak kerasa manuver memabukkan dari Erika.
Erika masih sibuk mengecupi leher Shaka tetapi pria itu benar-benar menolak. Ia mendorong Erika lalu melompat dari atas kasur. Mengambil kaos serta celana tidurnya yang semalam entah ia lempar kemana. Bibir Shaka tak henti mengumpat-umpat kesal, sudah pusing karena mabuk kian pusing gara-gara gagal mengganti oli karena tangis sialan yang begitu menganggu.
Langkah kaki Shaka begitu cepat sampai di luar. Melihat sosok wanita berjilbab yang tengah menenangkan anak kecil perempuan yang terus menjerit dengan tangan yang terlihat berdarah. Usia anak itu mungkin sekitar 3 tahunan. Otak Shaka yang ruwet cukup lama mencerna apa yang terjadi hingga akhirnya ia langsung menegur.
"Rania, apa ini?" tegur Shaka sambil memijit kepalanya.
"Maaf Mas Shaka, ini Najwa nggak sengaja jatuhin vas. Saya janji bakalan ganti nanti, Mas Shaka potong aja dari gaji saya," sahut Rania ketakutan, atau lebih ke gugup karena anak kecil yang dibawa telah merusak barang-barang mewah di rumah majikannya.
"Sakit, Ma. Sakit." Anak kecil yang bernama Najwa itu masih terus merengek karena tangannya yang terluka.
"Nanti Mama obatin, ya. Najwa duduk sebentar," ucap Rania menenangkan namun anak itu kian menangis.
Shaka yang mendengar itu semakin pusing saja rasanya. Ia mengibaskan tangan perlahan. "Tenangin dulu aja anak kamu, Rania. Terus buatin aku kopi, pusing," ucapnya sambil mendudukkan tubuhnya di sofa ruangan tengah yang merupakan tempat bersantai.
"Ini belum saya—"
"Beresin nanti, suruh anak kamu diem dulu."
Rania menganggukkan kepala paham, membawa Najwa yang terus menangis ke dapur yang hanya berbatasan dinding dengan ruang tengah. Tempat tinggal Shaka sendiri merupakan Apartemen dengan dua kamar tidur dengan ruangan yang luas. Rania sudah hampir 4 bulan bekerja sebagai pembantu di sana, dimana ia akan bekerja ketika pagi hari dan akan pulang pada sore hari.
Sedikit banyak Rania tahu kebiasaan majikannya itu yang kerap bergonta-ganti pasangan. Tidak bermaksud kepo, tetapi setiap pagi Rania sering melihat wanita yang berbeda ketika keluar dari kamar pria itu.
"Astaghfirullah." Rania mengelus d**a, teringat baru saja berprasangka buruk dengan orang lain.
Rania membuang jauh-jauh pikiran kotor perihal majikannya itu. Segera menenangkan Najwa yang masih merengek kesakitan. Sesekali tangannya memegang dahi Najwa yang masih hangat begitu pun tubuhnya. Anak ini sebenarnya masih demam, tetapi Rania tidak bisa libur tanpa izin. Ditambah ini sudah akhir bulan yang artinya ia akan gajian.
"Najwa tenang dulu yuk, Mama buatin Mas Shaka kopi dulu. Nanti Mama gendong lagi, mau?" bisik Rania sambil mengelus punggung Najwa lembut.
Najwa menggeleng namun juga mengangguk membuat Rania tersenyum tipis. Diletakkannya anak itu di lantai sebentar lalu ia ikut berjongkok di depannya.
"Anak pinter, nanti habis gajian kita periksa biar Najwa dapat obat. Mau?" Rania kembali membujuk agar anak itu anteng.
"Es tim." Najwa mengangguk-angguk.
"Najwa mau es krim?" Rania tersenyum mendengarnya. Biasanya anak itu begitu ceriwis karena sakit jadi kurang bersemangat.
"Mau." Najwa kembali mengangguk-angguk penuh semangat.
"Oke, nanti habis periksa kita beli es krim kalau boleh sama Dokter, ya. Mama buatin Mas Shaka kopi dulu." Rania mengelus rambut Najwa perlahan sebelum akhirnya mengerjakan tugasnya secepat mungkin. Tidak enak telah membuat Shaka menunggu lama.
Di luar Shaka menikmati rokok sambil membaca beberapa chat yang dikirimkan di ponsel. Paling banyak pesan dari nomor wanita yang bernama Berlin—mantan kekasihnya. Bibir Shaka berdecak malas, ia tahu wanita itu hanya akan menggodanya dan mengajak balikan.
"Pasti duit cowoknya yang sekarang nggak sebanyak duit gua. Dasar cewek mata duitan!" maki Shaka masih dendam sekali dengan wanita itu.
Terdengar suara pintu terbuka dari arah kamarnya. Mata Shaka hanya melirik, melihat Erika yang sudah rapi hendak berangkat kuliah. Raut wajah wanita itu tampak merajuk kesal karena tidak diberikan jatah pagi ini oleh Shaka.
Jika biasanya Shaka akan membujuk kali ini ia hanya diam saja. Bosan juga bermain-main dengan ABG labil yang hanya butuh belaian dan kesenangan itu.
"Nanti jemput jam 2 di kampus. Kamu ada janji mau beliin aku tas yang kemarin," gerutu Erika dengan nada merajuk yang kental.
"Aku sibuk!"
"Ih kok gitu sih. Katanya kita pacaran, masa kamu nggak ada waktu buat aku? Kamu ini gimana sih, kita—"
"Ya udah kita putus," tukas Shaka tanpa basa-basi.
"Shaka!" Erika menghentakkan kakinya kesal. Wajahnya kian memerah karena sikap Shaka yang seenaknya. "Kamu kenapa berubah gini? Bukannya kamu bilang bakalan ngasih semua yang aku kasih? Aku nggak terima ya!" maki Erika.
"Udah 'kan? Semua gaya yang lu mau udah gua turutin. Masih kurang? Kapan-kapan deh, gua lagi nggak mood," celetuk Shaka.
"Shaka!" jerit Erika.
"Apa? Kayaknya emang mending kita putus aja. Gua udah punya pengganti lu juga," ucap Shaka enteng.
"Hah? Siapa?" Kedua mata Erika membulat tak percaya.
"Dia." Shaka menunjuk wanita berhijab hijau sage yang baru saja keluar dari dapur. "Calon istri gua."
Bersambung~