Tujuh Puluh Sembilan

1511 Words

Diara semakin erat memeluk kakinya sambil menatap danau dihadapannya dibawah langit yang tampak semakin oren. Ia meletakkan dagunya di atas lutut dan air mata kembali mengalir di pipinya. Ia tidak mengerti kenapa air mata terus membasahi pipinya, padahal sedari tadi ia sudah merasa sangat lelah karena menangis. Untuk sekarang Diara lebih memilih membiarkan air matanya mengalir jika memang begitu adanya. Saat ini tidak ada lagi yang Diara pikirkan, ia hanya menatap danau yang tenang di depannya dengan rasa lelah dan sakit di hatinya. Ia mulai kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan hidupnya? Kenapa ia lahir di dunia ini? Siapa yang menginginkannya? Apa yang ia lakukan dan untuk apa ia hidup? Entah sudah berapa lama Diara duduk sendiri di tepi danau ini menangis sedih sendi

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD